Killed By Butterfly / @Akumukairu

10 5 0
                                    

Aku terbuai dalam imaji, membaca setiap diksi dalam baris-baris narasi. Tenggelam dalam fantasi, dibawa pergi oleh alur penuh liku perjuangan Si Protagonis. Biar kutunjukkan seperti apa dunia yang sudah ratusan kali aku baca ini.

“Pedang berharganya tersarung rapi di pinggangnya, kuda hitam tangkasnya berlari semakin kencang menembus deras hujan. Seakan tidak peduli napas kudanya tersengal, Si Protagonis tetap memaksakannya melawan ribuan rintik hujam yang tajamnya menusuk kulit. Berkuda pulahan mil jauhnya, menembus berbagai rintangan demi mendapatkan air mata naga legendaris. Bertujuan untuk menumpas Si Antagonis yang mengacau di setiap negeri.

“Perjalanannya terhalau gadis muda yang beberapa meter sibuk membereskan apel yang berjatuhan dari keranjangnya, tanpa pikir panjang Si Protagonis turun dari kudanya memungut apel yang jauh dari jangkauan si gadis.“

’Nona, apa kau tinggal di dekat sini?’ tanyanya seraya memberikan apel-apel yang dipungutnya.

“’Iya, aku bermaksud untuk pulang ke rumahku setelah membeli apel di pasar,’ jawabnya dengan tetap memungut beberapa apel di sekitarnya.

“Setalah semua apel kembali ke keranjang, SI Protagonis mengantar gadis itu ke rumahnya dengan Alexander, kuda hitam kesayangannya yang sejak tadi bertempur dengan hujan. Si Protagonis dan gadis itu akhirnya  tiba di sebuah perdesaan di mana tak ada satupun warga yang nekad mengadu nyali dengan derasnya hujan. Desa tampak sepi, rerumputan di ladang peternakan bergoyang-goyang, ladang gandum tinggi menjulang berbaris rapih, seakan mengisyaratkan hanya tanaman saja yang berani berdiri tegap melawan hujan.

“Setelah mengacu kuda semakin dalam masuk desa, Si Protagonis tiba di rumah gadis itu. Disambut dengan ekspresi kekhawatiran wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu.

“’Christine, aku sangat mengkhawatirkanmu. Untung saja kau sudah sampai sebelum badai menerpa,’ ucap wanita paruh baya itu dengan menyeka hujan yang membasahi kepala dan wajah putrinya.

“’Berkatnya aku bisa sampai di sini sebelum badai, ibu.’ Christine menunjuk pangeran berkudanya yang telah membantunya sampai tepat waktu.

“Si Protagonis turun dari punggung kudanya dengan gagahnya. Membenarkan rambut pirangnya yang sedikit menghalau mata kanannya dengan tangan, membungkuk hormat kepada wanita paruh baya yang sedang memandanginya dari atas sampai bawah.

“Perkenalkan nama saya Christian, Madam.” Ucapnya dengan senyuman termanis di tengah hujan deras.

“’Terimakasih telah mengatarkan putriku, silakan masuk. Aku akan buatkan minuman hangat.’ Wanita paruh baya itu tersenyum lebar dan ketiganya masuk ke dalam rumah berukuran sedang itu.”
Ketika kesadaranku sudah mulai berada di dalam cerita, tiba-tiba saja terdengar suara yang cukup gaduh berasal dari arah depanku. Aku langsung menutup novel yang sedang kubaca. Di hadapanku bersimpuh gadis muda dengan dress selutut berwarna putih, tangan kirinya membawa keranjang kayu yang dirajut, dan tangan kanannya sibuk memunguti petikan bunga-bunga yang warnanya beragam.
Dirinya terlalu menyilaukan untuk dibiarkan begitu saja. Meskipun aku merasa kesal karena dia telah mengganggu imajinasiku yang sedang terbuai oleh narasi demi narasi di setiap halaman. Naluri malaikatku bergerak tanpa izin. Aku bangkit dari bangku panjang di bawah pohon besar spot favoritku, menaruh novel berhargaku di atas bangku dan ikut bersimpu bersama gadis itu menemaninya mengais kelopak-kelopak indah yang tercecer.

“Terima kasih.”

Senyuman sesaat yang terpancar dari wajah gadis itu, membuatku ingin segera membalas ucapannya. Tapi, aku terlalu takut mendapatkan senyuman sesaat itu lagi. Bisa-bisa luka lamaku sembuh kembali karena terus-terusan disuguhi senyumannya dan semua hal yang telah aku lupakan kembali mencuat ke permukaan.

Cinderella's Vampire ( COMPLETE )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang