Satu Tahun

52 10 4
                                    

"Nikmati prosesmu, ingat! Lelahnya prosesmu akan terbayar dengan hasil yang memuaskan."

Kini Firda sudah tingkat dua, semester dua. Begitu cepat ia naik tingkat. Bukan hanya itu, nama Hans sudah benar-benar tidak terukir lagi di hati gadis itu.

Sudah satu tahun lamanya Firda sendirian tanpa kekasih. Status jomlo melekat pada dirinya, ia sudah tidak mengincar seseorang untuk dijadikan pasangan hati.

Waktu yang lama untuk memulihkan runtuhan hati itu, semua sudah tertata rapi. Hati itu menjadi batu, setiap lelaki yang mendekati Firda, ia menganggapnya tidak serius. Firda menyamakan semua laki-laki dengan Hans. Ujung-ujungnya akan pergi.

Laki-laki yang mencoba mendekat ke Firda selalu tidak betah, mereka tidak berhasil menaklukan si hati batu. Mentalnya sudah jatuh sebelum Firda berhasil digenggam.

Hari-hari Firda jauh dari kata cinta, hanya dikelilingi para teman yang selalu setia, Yaya, Lili, dan Satya. Entah hubungan itu akan seperti apa suatu saat nanti. Semua akan terpisah jarak pada masanya, hanya terpisah jarak. Bukan terpisah ikatan.

"Kamu hebat, Pir. Kamu sudah menjadi patung berjalan," ucap Yaya. Ucapan itu antara memuji dan menyindir. Memuji hebat, tetapi menyindir patung berjalan.

"Niat mau muji atau nyindir, nih?" goda Firda.

Mereka cekikikan renyah, hati Firda sudah normal. Tapi terkadang masih suka rindu suasana bersama Hans. Setiap hari dirinya harus melihat kepahitan, bagaimana tidak? Hans selalu memosting foto pacarnya itu.

Mantan Hans itu hanya bisa mendoakan, semoga mereka berdua langgeng dan Hans tidak pergi seperti dulu waktu bersamanya.

"Tau tuh si Yaya, Mbarku itu wonderwoman," sahut Lili.

"Makasih sayang." Firda memeluk manja kembarannya itu.

"Gay bangsat!" pekik Yaya.

"Bilang aja kalo kamu pengen?" kata Lili.

Firda menyahut, "Sirik tanda tak mampu!"

Mereka bertiga kembali tertawa, waktu yang sudah lama dirindukan. Waktu yang dipenuhi canda tawa, suara riang tawa.

Tiba-tiba Satya datang, ia bagaikan sosok jailangkung, datang tak diundang, pulang tak diantar. "Woy! Tadi siapa yang manggil aku, Bang-Sat?!"

Tiga pasang manik-manik gadis itu beradu pandang sinis dengan mata Satya, sungguh tingkat dewa kepercayaan dirinya.

"Siapa yang manggil kamu? Dasar kang PD!" sinis Yaya.

Dahi Satya mengernyit, ia tadi tidak salah dengar. Dirinya dengar ada seseorang yang memanggilnya dengan sebutan, Bang-Sat. Makanya ia mendekat makhluk tiga itu, ia pikir ada yang memanggilnya.

"Tadi ada yang manggil, Bang-Sat!" Satya tidak kalah sinis dengan Yaya.

"Udah-udah, mending kamu sana, Sat! Kamu ganggu para ciwi-ciwi. Mending kamu periksa THT!" Lili mendorong Satya agar dia menjauh dari sisi mereka.

Kaki Satya melangkah mundur, karena dorongan Lili. "Lepas, aku juga mau pergi tanpa kamu usir!"

Laki-laki itu menjauh dari hadapan mereka, Satya melanjutkan untuk mabar game. Di mana-mana dan kapan pun, Satya selalu game, game, dan game.

Hidupnya tidak bisa lepas jauh dari game. Handphone miring, jemari mulai bergerak-gerak. Dasar Satya!

Bokong Lili mulai duduk kembali, ternyata Firda dan Yaya sibuk memandanginya sembari tersimpul senyuman.

Lili memandang tubuhnya sendiri, ia merasa tidak ada yang aneh dengan dirinya begitupun juga dengan tubuhnya. Tubuhnya tidak ada sesuatu yang aneh-aneh.

"Kenapa mandang sambil senyum-senyum?" tanya polos Lili.

Firda dan Yaya kompak tidak menyahut pertanyaan Lili yang polos itu, mereka justru tersenyum lebar, selebar pepsodent.

Raut Lili semakin bingung, ia berulang kali melihat penampilannya sendiri di layar ponselnya. Tidak ada yang aneh.

"Gak ada apa-apa loh, kenapa kalian liatin kek gitu?" Lili semakin penasaran alasan mereka tersenyum semakin lebar.

"Awas, Li. Jangan gitu sama Satya, ntar kamu suka lagi," ucap Yaya terkekeh.

"Amit-amit jabang bayi, aku sudah sama Jungkook! Gantengan dia ke mana-mana!"

Kepala Firda dan Yaya bergerak ke kanan dan ke kiri. Lili selalu membicarakan Jungkook, tidak di kelas, di kantin, intinya hidup Lili menggila dengan Jungkook.

Jungkook berhasil membuat Lili terpana, ia rela menghabiskan kuotanya demi menonton channel BTS.

"Jungkook pakek pelet apa si?" tutur Firda.

Tangan Lili menjitak dahi Firda. "Aduh, Mbar. Kamu tuh, ya!"

Firda menyesali kejadian saat dirinya sedang bertanya konyol kepada Lili, yang ia dapat bukan jawaban, melainkan sebuah jitakan yang lumayan sakit.

Saking kesalnya Firda hanya diam, keadaan berubah menjadi sunyi seratus delapan puluh derajat.

Lili memutar kepalanya ke arah Firda, tangannya memegang punggung tangan gadis itu. "Maaf, Mbar. Sakit, ya?"

"Gak papa," singkatnya.

Yaya masih menjadi pemirsa yang baik, menyaksikan drama sinetron pertengkaran kecil dua sahabat.

"Udah, jangan marahan. Gak capek apa?" Yaya bertanya pada mereka.

Mata Firda dan Lili saling memandang tajam, mereka seperti anak TK. Pola pikir jauh dari kata dewasa.

"Pir, Li," panggil Yaya.

"Apa?" serempak mereka.

Bibir Yaya menoreh senyuman. "Cie kompak," goda Yaya.

"Kalian mau gak masuk grup WA yang isinya Taruna se-Indonesia?" lanjut Yaya.

Lili menolak mentah-mentah. "¹Gamsahabnida, ²ani! Gak suka kayak gituan, kalo k-popers baru aku mau."

"Itu mah kamu modus, Li!"

Dua kaki Lili menggertak ke lantai lalu ia enyah. Dia tidak suka jika membahas Taruna, mereka berdua selalu membicarakan Taruna. Entah kehidupannya atau masalah percintaan.

"Dasar istrinya Jungkook! pekik Yaya, kedua telapak tangannya menempel di dekat rahang.

Mata Firda memandang wajah Yaya. Gadis itu nampak kegirangan. Sangat mudah sekali membuatnya tersenyum, seseorang yang membuat mereka tersenyum lebar hanya satu orang, dia adalah Lili. Kepolosan dan kehalusinasian Lili mampu menyihir mereka.

"Kenapa memandang? Kamu mau aku masukin grup yang aku bilang tadi?"

Firda tersenyum canggung, ia tidak tahu harus mengiyakan atau menyanggah. Di sisi lain, ia ingin masuk grup itu. Sudah lama kehidupan Taruna lain tidak membaui hidup Firda. Di sisi lainnya, ia masih sedikit trauma, Firda takut jika terjerumus dunia kebucinan seperti kisahnya dengan Hans.

"Gimana?" tanya ulang Yaya.

"Hem, iya deh gak papa."

Firda menyetujui permintaan itu, Yaya tersenyum padanya. Firda hanya sekadar akan mengenal nama-nama Taruna, tidak lebih.

Takut usahanya selama satu tahun ini untuk memperbaiki hati yang rusak sia-sia jika dirinya kembali menambatkan hati kepada Taruna, apalagi berhubungan jarak jauh. Jarak yang memisahkan dua insan.

"Oke, nanti malam aku masukan grupnya," balas Yaya.

Ibu jari dan jari telunjuk Firda membentuk angka nol, tandanya ia mengiyakan ucapan Yaya.

¹. Terima kasih-bahasa Korea.
². Tidak-bahasa Korea.

The Difference Between Us [End]Where stories live. Discover now