Tanpa Kabar

42 8 0
                                    

"Teruntuk kalian tolong, sesibuk apa pun kalian, sisihkan waktumu untuk memberi kabar walaupun hanya seutas."

Semakin hari hubungan Firda dengan Kriss semakin menjerumus ke hal yang serius. Mereka melewati hari-hari dengan saling bertegur sapa di WhatsApp, entah sekadar mengirim pesan atau panggilan suara.

Banyak cerita yang mereka rasakan, manis dan pahitnya suatu hubungan mereka rasakan. Terkadang meributkan hal kecil, tapi itu sangat lumrah dalam hubungan jarak jauh.

Keributan dan kecemburuan itu justru membuat Firda senang dan yakin, dua hal tersebut menunjukan jika Kriss benar cinta padanya dan takut kehilangan atas dirinya.

Tidak terasa bulan sudah berganti, hubungan mereka sudah terjalin satu bulan lamanya. Berarti tiga bulan lagi, Kriss akan datang menjumpai Firda. Menjumpai separuh hatinya.

"Hubungan gue sama Kriss akhirnya sudah satu bulan, kira-kira Kriss sadar gak, ya?" Firda bertanya pada cermin bedak yang ia pegang.

Pipi Firda semu merah, tidak lelah gadis itu untuk terus tersenyum. Aura bahagia begitu terpancar, kedua matanya selalu membinar.

Kriss belum mengirim pesan sejak kemarin, Firda mencoba mengirim pesan untuk laki-laki itu.

Firda : Kriss.

Apa yang didapat Firda? Hanya centang satu, padahal kemarin centang dua abu-abu. Firda menarik napas panjangnya dan mengeluarkannya pelan-pelan. Aura bahagia seketika berubah down.

"Ah, mungkin Kriss lagi sibuk. Mungkin kemarin ia belum sempat untuk membalas."

Firda mencoba berpikir positif, ia tidak mau terpengaruh oleh usikan setan. Tangan Firda menutupi kedua telinganya, ia merasa ada bisikan-bisikan gaib. Beberapa kali gadis itu menghela napas,ia berusaha berpikir positif.

Kaki itu mondar-mandir, sampai pusing tujuh keliling dan mendudukkan bokongnya di atas kasur empuknya.

"Oke, Fir. Lo harus berpikir positif, dia Kriss. Bukan Hans, oke?"

Bokong Firda terangkat naik, ia berdiri untuk mengambil novel. Hari ini ia ingin membaca novel, sudah kebiasaannya jika hari libur membaca novel di aplikasi ponselnya.

Firda mencari novel yang tengah ramai diperbincangkan, tentu saja bergenre romansa. Bibir Firda masih bergerak membaca setengah part, otaknya tidak fokus pada novel itu. Otak kanan dan kirinya memikirkan Kriss, Kriss, dan Kriss. Hanya seputar nama itu. Gadis itu membanting ponselnya di atas kasur lalu tubuhnya berguling-guling.

"Kamu ngapain, Pir?" tanya sosok paruh baya di ambang pintu.

Firda menghentikan tubuhnya untuk berguling ke sana kemari. Kepalanya terdongakkan ke sumber suara.

"Eh, Papa. Firda cuman guling-guling." Firda merapikan rambutnya yang berantakan dan duduk di ujung ranjang.

Papa Reno menghampiri putrinya itu dan bertanya, "Beneran? Gak lagi putus cinta seperti dulu?"

Dalam hati Firda memekik, "Cih, Papa kok bisa tau?"

"Pirda," panggil papanya. Pasalnya gadis itu tidak menjawab pertanyaan yang Papa Reno lontarkan.

Firda menjawab gelagapan. "Eh, bu-bukan, Pa. Firda tadi baca novel, terus sad ending. Makanya Firda guling-guling, sedih."

"Jawabnya kok gelagapan?" Papa Reno menarik hidung mungil itu.

Firda merintih kesakitan dengan nada terkekeh. "Aw, sakit, Pa. Haha."

"Kalo ada apa-apa bilang sama Papa."

Kepala Firda mengangguk paham, papanya enyah dari hadapan Firda. Firda bernapas lega dan segera mengunci pintu kamarnya dari dalam agar tidak ada makhluk yang masuk sembarangan.

Firda mengambrukkan tubuhnya di atas kasur, ia memejamkan kedua matanya selama beberapa detik ke depan. Ia mengingat-ingat kisah yang dilaluinya bersama Kriss.

Matanya terbuka setelah mendengar sebuah notifikasi yang berbunyi. Segera ia mencari ponselnya yang ia banting tadi.

Dengan cepat Firda menyalakan layar ponselnya, ternyata bukan pesan dari Kriss. Pesan tersebut dari grup kelasnya yang sedang ramai seperti pasar.

Firda kembali membanting ponselnya, Firda menangkupkan kepalanya ke bantal. Kepala gadis itu terasa panas dan isi kepalanya ingin keluar. Suhu tubuh Firda mendadak panas, keringat bercucuran ke mana-mana.

Hanya waktu yang bisa menjawab mengapa Kriss belum mengabarinya dan hilang tanpa kabar, hanya Allah yang tahu sekarang Kriss di mana.

Untung saja Firda manusia yang sangat mudah tertidur, gadis itu bisa tertidur dengan keadaan hati yang galau. Gadis itu masuk dalam fatamorgana.

***

Empat jam Firda tertidur pulas tanpa ada yang menggugahnya, Firda terbangun dengan sendirinya. Tangan Firda mengucek-ngucek kedua matanya.

Rambut gadis itu sangat berantakan, selimut dan bantal berserakan ke mana-mana. Pasti dia saat tidur polah memutari kasur.

Netra gadis itu melirik sebuah jam dinding yang terpasang di pojok dinding kanan. Matanya membulat sempurna, sudah jam tiga sore. Tangan Firda sontak mencari ponselnya dan menyalakan data seluler.

Kabar duka yang ia dapat, Kriss belum kunjung mengabarinya. Kriss masih setia centang satu.

"Ke mana si lo, Kriss? Centang satunya lama banget. Apa mungkin data lo habis? Bisa jadi si," lirih Firda.

Tangan Firda meremas-remas selimut tebal yang menggubel salah satu kakinya. Ia meremas sangat erat, ia benci dengan keadaan ini. Kejadian satu tahun lalu terulang kembali.

Hati Firda takut jika Kriss benar-benar menghilang dan tidak akan kembali lagi. Firda tidak ingin ambil pusing, ia memilih menuju kamar mandi. Sore ini ia ingin keramas, siapa tahu dengan keramas kepalanya menjadi dingin.

***

Sore berganti malam bukan waktu yang singkat. Sejak pagi, atma Firda tak tenang. Ia menunggu Kriss sangat lama, setengah hari penuh. Bahkan ini hampir menuju dua puluh empat jam.

Firda sangat resah, ia bukan cenayang atau dukun yang bisa tahu sedang apa Kriss di sana. Otak yang sempit itu terus tercuci rapi dengan pemikiran yang berbau negatif.

Jangan-jangan Kriss selingkuh sepeti Hans? Jangan-jangan Kriss jenuh padanya? Jangan-jangan Kriss sengaja ingin mematahkan hati ini?

Teka-teki yang membutuhkan sebuah jawaban dari mulut Kriss bermunculan satu per satu.

"Fir, sudah! Ini Kriss bukan Hans! Mungkin paket datanya habis, Fir. Okez jangan risau!"

Sekuat apa pun Firda berpikir positif, pikiran negatif berhasil mengaliri darahnya. Pikiran negatif menang daripada pikiran positif.

Firda hari ini masih setia di dalam kamarnya, ia tidak berniatan untuk menuju balkon seperti biasa. Suasana hati Firda sedang tidak baik-baik saja, sebenarnya saat di balkon, Firda merasa tenang. Tapi, ia tidak bernafsu untuk datang ke sana.

Raga dan pikirannya sudah lelah, hari ini drama bergulir dramatis. Firda ingin mengakhiri drama hari ini.

"Oke, Fir. Lebih baik lo tidur, siapa tau Kriss besok sudah online."

Firda membiarkan pikiran negatif itu menggerogoti otaknya, ia sudah lelah. Ia ingin tidur saja, ia tahu jika hari ini akan sulit tertidur.

Alasannya sudah jelas, pikirannya terukir nama Kriss. Bukan hanya itu, dirinya tadi tidur siang. Usaha untuk tidur lumayan berhasil, Firda perlahan di genggam oleh alam bawah mimpi.

The Difference Between Us [End]Where stories live. Discover now