Prepossess - 11

94K 13.7K 2.3K
                                    

Aku ingin percaya lagi. Merindu sekali lagi.
Merasa berdebar setiap kali menunggu pagi.
Ini bukan tiba-tiba, tapi mungkin benar apa kata mereka.
Jika patah hati, hanya bisa terobati dengan berani jatuh sekali lagi.

🔥

"Aku akan memeriksanya." Ronald dan Jack berjalan lebih dulu menuju sisi depan kafe, di mana suara pecahan kaca itu terdengar.

Sementara Romeo menggenggam tangannya, laki-laki itu menariknya mendekat. "Pastikan kau berada tepat di belakangku, Bella."

Bella mengangguk patuh, begitu pula ketika langkahnya bergetar mengikuti Romeo yang menyusul Ronal dan Jack.

Lampu yang sudah dimatikan membuat kafe terlihat remang karena hanya mendapat sinar cahaya dari lampu jalanan. Kursi-kursi membuat bayangan tegak lurus di lantai, begitu pun dengan kehadiran mereka di sana.

Bella menginjak pecahan kaca beling, yang rupanya sudah menyebar memenuhi seluruh lantai. Berasal dari kaca besar di sisi timur, yang kini sudah hancur berkeping-keping. Sebuah batu besar teronggok di antara beling mengkilap. Menjadi penyebab kekacauan di sana.

"Kau sudah pastikan tidak ada orang?" tanya Romeo. Suara laki-laki itu teredam karena Bella mendengarnya dari balik punggung tegap Romeo.

"Sudah," Jack menyahut. "Sepertinya ulah orang iseng." Lalu Jack memungut bongkahan batu.

Ronald mendekati jendela yang sudah menghembuskan udara langsung dari luar. Memeriksa apakah ada barang yang bisa tertinggal dari pelaku. "Tidak ada jejak. Seperti batu itu jatuh dari langit. Yang mana itu jelas mustahil."

"Si-siapa yang melakukan hal itu?" tanya Bella. Dan ketiga pasang mata laki-laki di sana menatapnya bersamaan.

Lalu selanjutnya semuanya terjadi sangat cepat. Seseorang melompat masuk lewat jendela dan langsung menyergap Ronald dari arah belakang. Lalu seseorang lagi keluar dari pintu toilet dan menghantam kepala Jack dari belakang.

Romeo langsung mendorong Bella mundur sampai ke pintu pembatas dapur dan kafe. "Masuk ke ruang ganti dan kunci pintunya dari dalam. Sekarang!"

Bella mundur berlari dan hampir tersandung meraih handle pintu ruang ganti. Setelah berada di dalamnya ia langsung mengunci pintu dan mundur dari sana hingga punggungnya menghimpit tembok.

Bella memeluk dirinya yang gemetar. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mungkinkah kafe ini sedang dirampok. Kalau benar begitu, Bella harus menelpon Polisi. Ia merogoh ponselnya dan mengerang frustasi karena baterainya habis. Ia tida memiliki pengisi daya dan tidak ada alat yang bisa ia gunakan untuk memanggil polisi.

Suara bantingan benda padat disusul pecahan kaca terdengar. Bella mengumpulkan tangannya di depan dada dan mondar-mandir memikirkan cara. Ia tidak bisa diam saja di dalam sini. Ia harus melakukan sesuatu.

Sebelum keberaniannya surut, Bella memutar kunci dan membuka pintu hati-hati. Keadaan dapur kosong seperti tadi. Ia tidak mau membuang waktu dan langsung menuju kantor Ronald. Untungnya dugaan Bella benar, karena ia melompat ke meja kerja dan menyambar telpon yang ada di sana.

Jarinya yang basah karena berkeringat menekan nomor lalu suara nada tersambung terdengar. Di hitungan ke lima seseorang menjawab dan menanyakan keadaannya.

"Terjadi perampokan di Kafe Para..."

"Di mana, miss?"

Bella meneguk ludah, mengakibatkan gerakan kecil di lehernya, yang sedang ditekan oleh sebilah pisau runcing yang tajam.

"Halo, miss. Apakah kau mendengarku?"

Ganggang telpon diambil dari tangan Bella lalu di kembalikan ke tempatnya. Membuat sambungan terputus tanpa sempat ia membuat laporan untuk memanggil polisi.

PrepossessWhere stories live. Discover now