Page 27 • Daryn

35.8K 6.3K 302
                                    

"Tolong dibaca sampai habis ya, Yang! Vote dulu, sebelum baca!" -Ben

Berhubung belakangan ini wattpad suka eror dan notif nggak muncul, sila follow akun ini dulu, karena setiap update, gue akan bikin announcement. jadi kalo notifnya gak muncul, temen-temen bisa tetep dapet announcement dari gue, sehingga gak ketinggalan ceritanya. tapi kadang-kadang announcement di wattpad juga suka ketumpuk sama notif lain kan, jadi nggak kebaca. Nah, solusinya, bisa follow instagram gue @liaraudrina

Terus mau ngasih tau juga, kalo cerita ini akan update setiap hari Kamis. Bisa pagi, siang, sore, midnight, pokoknya suka-suka gue jam berapa. Tapi akan diusahakan hari Kamis. Kalo hari Kamis gue nggak bisa update, akan gue kabari di Instastory. tapi kalo sampai hari Jum'at gue nggak update, baru kalian boleh tanya ke gue kapan update? Selain itu, gue nggak menerima pertanyaan kapan update, dsb. terima kasiiii:)

***

Setelah makan lontong opor yang diisi dengan celetukan-celetukan asal darinya, dia mengajakku untuk pulang. Kami sempat terlibat perdebatan pelik mengenai siapa yang akan mentraktir. Tentu saja aku kalah, karena dia licik banget, dan sangat pemaksa.

"Eh, kamu percaya mitos itu nggak sih?" tanya dia ketika kami keluar dari warung tenda dan menatap dua pohon beringin besar yang ada di tengah lapangan.

Menurut mitos yang beredar, entah ini benar atau tidak, kalau sepasang kekasih bisa berjalan melewati tengah kedua pohon tersebut dengan mata ditutup, artinya mereka berjodoh. Katanya banyak pasangan yang mencoba itu, tapi gagal. Mereka malah berjalan ke arah lain, menjauhi pohon tersebut. Dan benar-benar putus beberapa saat kemudian. Tapi sebagai mahasiswa sains yang berpikir ilmiah, tentu aku tidak percaya dengan mitos itu.

Aku menggeleng. "Buat apa belajar sains kalo masih percaya mitos kayak gitu?"

Dia tertawa, lalu mengangguk setuju. "Lagian, aneh juga. Masa kayak gitu bisa jadi tolak ukur seseorang jodoh apa enggak? Padahal cara jalan sambil tutup mata gitu kan bisa dipelajari."

"Terus, barusan itu kamu tanya aku buat ngetes aja?" balasku kesal.

Dia terkekeh. "Enggak sih, cuman asal tanya aja. Siapa tau kamu punya pendapat lain, dan kita bisa debat."

"Eh, kamu suka molen nggak?" Belum sempat aku menyahuti ucapannya, dia kembali bertanya. Saat ini kami sedang berjalan menuju mobil, tapi pandangan matanya tertuju pada gerobak molen yang berada tidak jauh dari mobilnya.

"Biasa aja."

Kepalanya menggeleng-geleng. "Kenapa sih kamu tuh suka banget jawaban netral kayak gitu?"

"Jadi aku harus jawab gimana?"

"Pokoknya mulai sekarang, kamu cuman boleh jawab iya atau enggak." Tukasnya yang tidak kutanggapi lagi, karena kami sudah sampai di depan gerobak molen.

Setelah mendapatkan molen satu kantung plastik kecil, dia berjalan ke arahku dan mengajakku untuk duduk di sebuah bangku di pinggir lapangan.

"Ini molen favoritku juga. Tiap habis makan lontong opor, pasti beli molen buat di makan di rumah." Ujarnya sambil membuka plastik lebih lebar, dan meletakkan molennya di tengah-tengah kami berdua.

Aku mengikuti gerakan tangannya, mengambil sebuah molen mini tersebut dan memakannya. Ini adalah molen mini yang besarnya tidak lebih besar dari jempolku, dengan beraneka macam rasa, tidak hanya pisang. Aku memang sudah sering mengetahui soal molen mini begini, tapi aku hampir tidak pernah membelinya, karena keluargaku lebih suka molen sungguhan yang besar dan hanya berisi pisang dan coklat.

"Rasanya sama aja kayak molen biasa." Komentarku.

"Emang. Tapi molen ini bisa jadi permainan seru lho. Dulu aku suka tebak-tebakan isi molen sama Mama. Soalnya setiap aku ngajakin Abangku sama Masku buat main tebak-tebakan isi molen begini, mereka nggak pernah mau ladenin, dan malah ngata-ngatain aku. Terus akhirnya Mama mau diajakin main tebak-tebakan begini, seru banget! Tapi sekarang udah nggak bisa lagi sih." Pandangannya menerawang lurus ke depan, saat dia mengatakan itu. Dia terus mencerocos dengan tangan yang memegang molen, tapi tidak juga dimakan.

Thoughts Unsaid Where stories live. Discover now