Part 5 - Kepolosannya

2.5K 338 12
                                    

Hai! Dimas datang lagi di malam minggu.
Enggak yakin ada yang nunggu, tapi aku tetep update part baru 😉

Cuss langsung aja baca!
Eitss! Cuma mau mengingatkan!
Jangan sungkan buat tinggalin jejak.
Vote ☆ dan komentarnya di tunggu! 😚

***

Happy reading!

"Lapang dada adalah kunci untuk menerima."

*

Waktu demi waktu Luna lalui dengan penuh kesabaran, dan tenaga ekstra tentu saja. Menemani Dimsa dalam setiap aktivitasnya, mulai dari belajar, bermain, bahkan untuk makan pun terkadang Dimas minta disuapi jika sifat manjanya muncul. Awalnya memang sulit menghadapi Dimas, apa lagi jika mood Dimas sedang buruk, dia bisa marah hanya karena hal kecil. Tapi, untunglah Dimas gampang dibujuk.

Sejak hari itu di taman, Luna meyakinkan diri untuk mulai berdamai dengan keadaan. Ia mulai membiasakan diri, dan mengimbangi karakter Dimas. Bahkan sesekali ia akan larut dengan dunianya Dimas yang penuh dengan keceriaan. Luna tidak mau, rasa tertekan akan mempengaruhi kondisi kandungannya. Jadilah ia membebaskan diri, pikiran buruk pun ia singkirkan jauh-jauh.

 Seperti saat ini, di mana Luna tengah menemani Dimas belajar menulis, dan merangkai kata. Setelah sebelumnya mereka menghabiskan waktu di taman belakang rumah menananm dan manyiram bunga kesukaan Luna.

“Luna, tulisan Dimas udah bener ‘kan?”

Mendengar itu membuat Luna langsung memusatkan perhatiannya pada buku yang disodorkan oleh Dimas. Luna tersenyum kecil melihat tulisan Dimas yang menuliskan namanya. Tulisan Dimas cukup bagus untuk dikatakan masih dalam tahap belajar. Luna hanya ingin Dimas kembali bisa membaca dan menulis seperti sedia kala.

“Iya udah bener. Tapi kok, cuma nama Dimas sama Luna yang ditulis? Mama Mayang enggak?”

Dimas menggeleng. “Enggak ah. Mama Mayang galak. Dimas takut mama enggak suka sama tulisan Dimas terus marah-marah.”

Luna terkekeh melihat ekspresi Dimas yang lucu menurutnya. Lalu sedetik kemudian, senyum Luna surut. Tatkala rasa pusing tiba-tiba saja menyerangnya, pandangannya mengabur, perutnya bergejolak mual. Luna menunduk, menggelengkan kepalanya guna menghilangkan rasa pusingnya. Bukan hanya sekali ini, terhitung hari ini beberapa kali Luna sudah merasakannya.

“Luna kenapa?” tanya Dimas melihat tingkah Luna yang aneh di matanya.

Luna menghela napas sesaat, pandangannya sudah kembali normal. Ia mendongak menatap Dimas. “Luna enggak apa-apa. Dimas di sini dulu ya, Luna mau ambil minum di dapur.”

Dimas mengangguk, Luna pun bangkit dari duduknya. Baru selangkah Luna mengayunkan kakinya, perutnya terasa melilit, sakit. Pandangannya seperti berputar. Hingga lambat laun semuanya gelap. Tubuh Luna pun limbung, tak sadarkan diri.

“Luna!”

Melihat itu membuat Dimas segera beranjak dari duduknya. Menghapiri Luna, dan menepuk pipinya dengan panik. “Luna! Luna kenapa? Luna bangun, jangan tidur di sini!” serunya begitu kalut.

Dimas bangkit, dan segera berlari ke lantai bawah meminta bantuan. Ia menuju dapur, berharap mbak Ratih ada di sana, tapi nihil dapur terlihat sepi.

“Mbak! Mbak Ratih di mana? Tolongin Luna!” teriaknya.

“Kamu kenapa sih berisik banget!”

Langkah Dimas terhenti mendengar suara seseorang. Ia pun berbalik menemukan mama Mayang yang ternyata ada di rumah ini. Dimas segera menghampiri Mayang dengan terburu-buru.

Cinta Untuk DimasWo Geschichten leben. Entdecke jetzt