17. Pelukan Menenangkan

4.5K 416 68
                                    

Aku tidak akan lelah untuk memberitahumu bahwa aku di sini, di sampingmu, mencintaimu dengan penuh sungguh.

《¤》

"Rambut kamu?" Tanpa sadar, Bima sudah mengangkat tangannya, menunjuk rambut Haya yang sangat berbeda dari kemarin malam. "Kenapa dipotong?"

"Biar dibilang cantik sama Kak Bima. Gimana? Udah mirip mama Kak Bima belum?"

Bukan hanya rambut yang berbeda dari Haya saat ini. Rambut panjang yang dulu sepinggang kini hanya sebatas leher. Tertata dengan rapi dengan segala bantuan hair blower.

Tidak ada lagi make up heboh yang membuat wajahnya terlihat lebih tua. Eye shadow yang digunakan berwarna peach, alis yang menggunakan pensil berwarna cokelat, juga bibir yang menggunakan lipstik soft pink. Dan malam ini, Haya menggunakan dress putih selutut, membuatnya terlihat begitu anggun.

Bima tidak menanggapi. Dia memalingkan wajah dan segera menjalankan mobilnya. Perasaan aneh mulai menyeruak memenuhi rongga dadanya. Antara terenyuh dan kesal, Bima tidak mengerti dengan campuran perasaan itu. Terenyuh karena Haya mau berkorban sejauh ini. Kesal karena dia melakukan semua ini untuk menyenangkan Bima.

Mobil Bima sudah berhenti di basement ITC Cempaka Mas. Hanya membutuhkan waktu lima menit untuk mereka sampai di sini. Namun, tidak ada tanda-tanda bahwa Bima akan turun. Dia malah melirik Haya yang sedari menatapnya.

"Kamu tidak perlu bertindak seperti ini, Haya."

Kedua alis Haya lantas terangkat. Kalau Bima sudah menyebut namanya seperti itu, berarti dia sedang bicara serius.

"Saya tahu betul kalau kamu sangat menyukai rambut panjang kamu. Kamu tidak perlu memotong rambut kamu untuk sekedar menyenangkan saya."

"Nggak apa-apa, kok, Kak. Aku emang udah lama pengen potong rambut. Cuma ... setelah lihat foto mama Kak Bima kemarin, makin kuat aja kemauannya." Haya tersenyum. Wajah cantik almarhumah mama Bima selalu terbayang-bayang di kepala Haya. Begitu membekas dan sangat berkesan. "Lagian, kalau Kak Bima suka, aku juga jadi seneng."

"Untuk ke depannya, bisa kamu melakukan hal semacam ini untuk diri kamu sendiri? Karena jujur, saya merasa terbebani. Antara kesal, atau bersyukur saya mendapatkan pengorbanan kamu, saya terbebani saat memikirkannya." Bima terlihat frustrasi. Dan bukannya prihatin, Haya malah terkekeh sendiri. "Saya bicara serius, Haya!"

Perempuan itu mengangguk. "Iya, Kak. Iya. Lagian, tinggal bilang makasih aja, apa susahnya, sih? Makasih, Haya, udah mau melakukan hal romantis ini buat saya. Saya jadi makin cinta sama kamu. Gampang, 'kan?" Lagi, Haya terkekeh saat Bima mendelik tak suka. Baiklah, saatnya dia berhenti. "Udah clear, 'kan? Kita turun sekarang, yuk."

"Kamu memang tidak pernah menganggap serius ucapan saya!" dengkus Bima sambil melepas seat belt.

Begitu turun, Haya langsung memutari mobil. Berjalan beriringan dengan Bima, lalu, perlahan menyelipkan jemarinya di sela-sela jemari Bima. Laki-laki itu terkejut, seperti biasa. Hanya saja, Haya juga tidak akan pernah peduli. Dia tidak sungkan untuk terus menempel dengan Bima. Apalagi saat mereka berdua sudah masuk lift dan ada beberapa perempuan yang sempat melirik Bima dengan tatapan terpesona. Haya tidak akan membiarkan mereka semua berpikir bisa merebut Bima darinya.

Jujur saja, Haya juga kaget sendiri saat melihat pantulan dirinya di cermin tadi. Ternyata, cukup dengan riasan sederhana, Haya bisa tampil dengan begitu memesona. Tidak perlu menggunakan eye shadow warna-warni, lipstik dengan heavy colour, juga warna alis pelangi. Dengan tutorial make up sederhana yang dilihat di Youtube, Haya berhasil menemukan sisi dirinya yang lain.

Teka-Teki Saling [Tamat]Where stories live. Discover now