60. Epilog

63.6K 2.6K 213
                                    

"Anak siapa sih... Ganteng banget... nanti gede Atha jadi aktor hollywood yaa nak..." oceh Nabila sambil tersenyum menatap bayi berumur dua bulan yang aktiv meninju-ninju wajahnya pelan.

Memasuki musim dingin di Jerman, Nabila sudah seminggu lebih menghabiskan waktu didalam rumah. Rencananya ingin memulai kuliah S1 di Jerman hangus tanpa api seiring kehamilannya yang semakin membesar beberapa bulan lalu.

Untuk tak menyia-nyiakan waktu, Kholil lah yang akhirnya melanjutkan pendidikan S2-nya di Otto Weishem School of Management atau lebih sering dikenal dengan WHU, salah satu universitas bisnis dan manajemen yang diakui dunia.

Di Jerman, mereka tinggal di kota Munchen. Kota yang paling sering dikunjungi para turis dari negara lain. Sekarang kota yang indah ini mendadak menjadi kota tua tak berpenghuni, seperti habis kalah perang.

Ternyata winter yang dimimpi-mimpikan oleh orang-orang yang hidup dinegara tropis bisa menjadi hal yang menjengkelkan kalau sudah mengalaminya beberapa hari. Jika ingin keluar rumah, harus mengenakan pakaian super tebal berlapis-lapis, ditambah sepatu bot yang menenggelamkan kaki hingga batas lutut, untungnya dinegara ini tak mengenal namanya pupur dingin, kalau tidak hal itu akan sama persis seperti ibu-ibu yang menanam padi di sawah.

Seminggu ini, Nabila harus menyaksikan suaminya berangkat gelap dan pulang dalam keadaan hari sudah gelap juga. Musim dingin di Jerman membuat waktu siang menjadi sangat pendek. Bayangkan, pukul delapan pagi, matahari baru terbit, dan pukul empat sore nanti pusat tata surya itu akan tenggelam kembali.

"Uwek..." suara menggemaskan Atha membuat Nabila tak berhenti tersenyum. Pangeran kecil itu seolah menjadi penghilang sunyi setiap Kholil berangkat kuliah.

Dua bulan lalu, Nabila tak pernah membayangkan seorang manusia akan keluar dari celah yang begitu kecil. Bahkan Nabila sendiri tak pernah melihatnya.

Takut? Tentu saja. Sejak SMP dulu, saat guru biologi membahas soal sistem reproduksi pada wanita, Nabila tak pernah sungguh-sungguh mendengarkannya. Ada saja alasannya untuk keluar dari kelas, rasanya sedikit malu membahas organ intim sendiri di depan laki-laki. Belum lagi tawa cekikikan mereka yang seolah benar-benar menjelaskan kalau itu adalah hal yang lucu.

Bukan hanya itu, trauma tentang melahirkan setelah mamanya meninggal adalah momok paling mengesankan yang memberikan rating tertinggi dalam bingkai ketakutan seorang Nabila. Bagaimana jika ia meninggal juga? Begitupun bayi yang dikandungnya sembilan bulan sepuluh hari? Bagaimana kondisi kehidupan papa, dan Kholil khususnya. Waktu itu, detik-detik hari ia melahirkan, Nabila benar-benar hilang akal memikirkan semuanya.

Dokter bilang, jika Nabila memang ragu dan takut untuk melahirkan secara normal, maka jalan satu-satunya adalah operasi sesar. Namun hal ini akan berdampak pada Nabila sebagai perempuan yang mengandung dalam usia begitu muda. Bisa jadi ia tidak bisa hamil lagi dalam waktu yang cukup lama, dan yang paling menakutkan harus menukarkan nyawa demi calon putranya.

Di putaran waktu yang menakutkan itu, hanya Kholil yang bisa menenangkannya. Tatapan tulus mata hitam laki-laki itu selalu membuat Nabila ingin berjuang dan mempertahankan kebahagiaan yang ada.

"Untuk saya, untuk anak kita, kamu harus berani dan jangan ragu menjalaninya..." bisik Kholil disetiap ujung lelap Nabila. Sedikit demi sedikit, ketakutan terkikis. Nabila memutuskan untuk melahirkan normal seperti yang disarankan oleh keluarga dan dokter yang beberapa bulan sudah mengurusi kondisi kandungannya.

Saat proses melahirkan tiba, Nabila meminta Kholil agar tak kemana-mana. Bahkan, jika biasanya dua orang perawat yang menjaga untuk mengarahkan dan melapi keringat, itu semua Kholil yang melakukannya.

Hampir dua jam berjuang, hampir seratus kali rasanya Nabila mengikuti intruksi mengambil dan membuang nafas, akhirnya bayi laki-laki dengan berat hampir 3 kg itu lahir dengan selamat. Semua rasa sakit seolah lenyap dengan suara tangis manusia baru yang memenuhi ruangan serba putih itu. Oh ya, sampai sekarang Nabila masih tak mengerti kenapa hampir seluruh ruangan rumah sakit di dunia didominasi warna putih. Kenapa tak warna-warni saja supaya lebih indah?

Presiden Mahasiswa & Kupu-Kupu Kampus [✔]Where stories live. Discover now