Lelaki Tua dari Pantai Selatan

1.1K 213 20
                                    

Ada seorang lelaki tua mengaku diri putra ratu dari masa lampau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada seorang lelaki tua mengaku diri putra ratu dari masa lampau. Pakaiannya compang-camping, rambutya semrawut kelabu, persis kumis-jenggotnya yang melebat laksana belukar liar. Tumenggung Namanya.

Ketimbang pangeran, lelaki itu lebih mirip pengemis. Bedanya, ia pengemis yang menggamit buku tebal nan tak kalah tua dari dirinya sendiri.

Kami bertemu di pesisir Pantai Selatan. Sungguh janggal, sebab kedatangan Tumenggung nyaris melayang dan membelakangi ombak. Ia seolah habis berjalan menembus karang dari dasar lautan.

Aku tahu soal sebuah legenda yang beredar di kota. Kisah yang dilayangkan turun temurun, dari mulut ke mulut. Tentang seorang bangsawan yang tak hilang-hilang dari peradaban, demi menjemput istrinya yang raib tanpa bilang-bilang. Konon bangsawan itu mengembara bersama segenap catatan yang ia dekap di depan dada. Semua orang tahu tentang kitab ajaib yang bercerita, yang senantiasa menggantung pada akhir baitnya, meninggalkan kisah terpenggal tanpa penghujung dan membuat orang-orang bingung.

Seorang cenayang lalu mengatakan: pada si bangsawan balu-lah kitab bercerita 'kan menemui akhirnya. Pada baris-baris yang tersusun oleh pena di tangan sang bangsawan.

Orang-orang mulai gila mencari akhir kisah, dan memaksa sang bangsawan membuka lembar kehidupannya.

Tak ada yang sembuh dari kegilaan mereka sampai sang bangsawan berhenti mengembara dan membuka lembar hidupnya pada sang istri tercinta.

Kemudian di sanalah ia. Lelaki tua yang menyuguhkan buku tua.

"Kaukah Maharani?" tanya Tumenggung.

Aku mengangguk.

"Akhirnya, mereka tak lagi gila. Ini untukmu. Selesaikanlah sebagaimana Adinda memandangku petang ini."

Aku tercenung. Siapakah gerangan yang datang di tepian pesisir dan berbicara seakan ia telah mengenalku lebih dari ibuku?

"Akan kusampaikan pada Nyi Ratu bahwa Adinda telah menjaga bumi teluk ini dari kelancangan penduduk semenanjung yang luasnya sepanjang abad pertemuan kita."

Di luar kesadaranku, buku itu telah berada dalam genggaman. Tumenggung kemudian pergi tanpa pamit. Kusaksikan ia menghampiri lautan. Ombak menggulung, air membuka, memberi celah bagi sepasang tapak kaki yang berjalan ke tengah samudra yang mendangkal sakti. Lalu helaian kelabu hilang ditelan gelombang.

Kutatap buku tua bersama penanya. Kubuka lembar terakhir dan kutulis kata-kata sebagaimana kumemandang Tumenggung petang ini;

Maharani jatuh cinta.

Pada seorang lelaki tua. Langit berubah kelam pertanda malam. Orang-orang berkemas tandang meninggalkan Pantai Selatan, tak lupa tanda mata untuk para kerang; bungkus makanan dan sedotan plastik.

Kecuali Maharani, yang tak pernah berbagi tanda mata, yang baru saja menerima cinta tanpa kata cinta.

***

Edisi eksklusif tersedia di Storial! (akun: kiranada)

Kepada BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang