40 | Hukuman

2.6K 168 6
                                    

Retta sangat senang karena hari ini dia bisa berangkat kembali ke sekolah bersama Melvin. Heran ketika sudah berada dalam mobil, masih di halaman rumah, tak juga melesat dan bergabung dengan kendaraan lain di jalan. Sebab itu dia pun bertanya, "Kita gak jadi berangkat ke sekolah?"

Tidak menjawab, Melvin malah melipat kedua tangannya di setir. Kemudian kepalanya yang dimiringkan dia taruh di sana, menghadap ke arah wajah Retta. Memberikan sorot teduh ke gadisnya, juga menampakkan senyum manisnya, hanya untuk cewek yang telah memenuhi hatinya itu.

"Melvin, jawab gue!"

Menjadi basa-basi di tengah rasa salah tingkahnya Retta. Ditambah dengan suasana hening yang tak tertahankan, membuatnya sangat gugup. Melvin memang sangat pandai menempatkannya dalam hal-hal mendebarkan seperti itu, walaupun itu kadang hanyalah hal sederhana.

"Jangan diam aja kek gitu! Ngomong ah, Vin! Kita mau berangkat sekolah atau enggak? Kenapa malah diam kek gini?" omel Retta.

Melvin terkekeh. "Menggemaskan."

"Apanya?"

"Menurut lo?"

"Serius, ih! Ayo cepetan! Nanti telat."

Melvin tidak juga mengubah posisinya. Masih seperti semula, menatap Retta lekat-lekat. "Kalo di rumah gue gak bisa natap lo puas-puas kek gini. Bisa-bisa Ibu nutup mata gue."

Retta kebingungan untuk membalas apa. Jadi, dia hanya terdiam dengan wajah meronanya.

"Padahal, lo itu cewek gue. Tapi, masih aja keliatan gugup kek gitu. Jangan-jangan ...," tatapan Melvin berubah menjadi penuh selidik, "lo cinta banget ya, sama gue?"

"Keliatan ya?" Retta balik bertanya.

"Iya." Melvin masih mempertahankan senyumnya. "Gue juga, sih."

"Apanya?"

"Cinta. Sama sayang banget sama lo." Melvin mengacak-acak rambut Retta gemas.

"Melvin bisa bucin juga ternyata."

"Kenapa enggak? Gue, kan, manusia juga."

"Iya. Ya udah, ayo cepat ke sekolah! Nanti telat."

"Oke, Nona."

🌠🌠

Lima menit setelah bel istirahat berbunyi. Ketika siswa lain sedang mengantre di stand penjual makanan. Ketika siswa lain baru saja hendak makan makanannya. Melvin baru saja keluar dari kelasnya, sendiri, sedangkan Ziggy sudah duluan keluar. Berjalan di lorong-lorong yang tidak terlalu ramai.

Bagi Melvin itu adalah takdir, bertemu dengan seseorang yang hendak dia temui sepulang sekolah. Seseorang yang ingin dia beri sebuah hadiah. Leo. Siswa yang telah mendorong pacarnya dengan kasar—berjalan berlawanan arah dengannya. Wajah Melvin menjadi datar, namun matanya penuh api. Dia masih marah.

Saat jarak semakin dekat, Melvin yang tidak bisa menahan lagi, menyerang Leo duluan. Menarik kerah seragam Leo, kemudian memojokkan lawannya itu ke tembok.

Leo terkejut diperlakukan seperti itu tiba-tiba. Melihat siapa si pelaku, dia paham. Tak membiarkan itu, dia berusaha melepaskan dirinya. Berhasil. Mendorong Melvin agar menjauh darinya.

"Mau lo apa?!"

Bugh!

Malah dijawab Melvin dengan sebuah pukulan di wajah.

"KENAPA LO PUKUL GUE?! BRENGSEK!" teriak Leo hingga membuat dirinya menjadi pusat perhatian. Beberapa siswa-siswi mulai mendekat, penasaran.

"Karena lo bisa kasar ke cewek gue! Gue bisa juga ke lo!" bentak Melvin. Lalu memukul wajah Leo lagi. "Gue gak suka lo kasarin cewek gue! Dia itu punya gue! Dan gue gak suka lihat dia dilukai sama cowok kurang ajar kayak lo!"

Approccio [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang