10. Percobaan Menghabisi Nyawa

36.8K 2.7K 64
                                    

Felix's POV

Kemarin gue kecewa sama Ayah, tapi gue gak heran kenapa mereka sampai semengecewakan itu. Gue dapat karma entah yang keberapa, jadi impas kan? Seimbang? Sama-sama saling mengecewakan.

Gue maklum karena gue juga pernah egois, gue pernah mau menyelamatkan diri gue dari masalah ini dengan minta Lira aborsi. Tapi, akhirnya gue berubah pikiran kan? Gue juga sudah berencana mau ngomong jujur sama Ayah-Bunda. Tapi, ternyata mereka tau duluan.

Terus kenapa waktu itu gue berubah pikiran dan ngajak Lira untuk rawat janin itu sama-sama? Jawabannya gue sadar, gue gak tega darah daging gue jadi sampah juga. Rasanya aneh ngomongin tentang darah daging, tapi ya mau bagaimana lagi, emang darah daging gue and maybe will be my life.

Gue masih percaya kalau setiap kejadian di hidup ini pasti ada campur tangan Tuhan. Mungkin ini sudah takdir gue dan Lira untuk jadi orang tua janin itu, sebaliknya takdir janin itu punya orang tua kaya kami.

Untuk hubungan gue sama Lira, gue masih belum tau. Intinya saat ini gue harus jaga Lira karena gue gak mau anak gue akhirnya jadi piatu.

Kemarin gue marah sejadi-jadinya, gue ninju cermin dan setiap kaca di jendela kamar gue. Sampai akhirnya Ayah manggil temannya, dan temannya itu nyuntikkan gue Diazepam. Separah itu? sampai disuntik Diazepam?

Malamnya pas gue bangun, di sebelah gue tenyata ada Ayah sama Bunda, Bunda lagi ngelus kepala gue. Di saat itu juga gue bilang sama mereka biar gue yang nikah sama Lira. Gue ngomong berlagak dewasa. Gue bilang gue mau tanggung jawab dan gue bakal nerima anak itu.

Tapi, perkataan mereka saat itu bikin gue mikir dua kali untuk nikah sama Lira. Karena secara gak langsung mereka bilang kalau gue belum pantas jadi orangtua.

Kalau dipikir-pikir Om Bani adalah orang yang paling pantas, umurnya 25 tahun, sudah kerja, punya rumah, punya tabungan. Om Bani juga bilang kalau dia mau nikahi Lira dan bakal nerima anak itu. Sementara gue? Sekolah aja belum lulus.

Gue bingung, disatu sisi gue gak mau Lira dan anak itu menderita kalau hidup sama gue, dan di sisi lain gue juga gak rela anak gue diambil sama orang lain.

Bunda bilang gue harus ngasih tau Lira alasan kenapa beliau mau nikahkan dia dengan Om gue. Tapi gak tau kenapa gue berharap Lira milih gue untuk nikahin dia.

***

Author's POV

Sesuai dengan apa yang ibu Lira minta, hari ini Ayah, Bunda, Om Bani, dan Felix berkunjung ke rumah Lira. Padahal Ayahnya  melarang ikut tapi Felix memaksa, "Pengen lihat Lira." Katanya.

Di ruang tamu, para orang tua dan Om Bani sedang berdiskusi. Sementara Felix memilih mendatangi Lira ke kamarnya.

"LIRA!" Bentak Felix saat melihat gadis itu sedang menahan jeritannya dengan menggigit kuat bibir bawahnya hingga membiru, serta tangan kanan yang mengenggam erat tangan kirinya yang sudah mengeluarkan darah.

Felix langsung menghampirinya dan ikut mengenggam erat pergelangan tangannya agar darah berhenti keluar.

Orangtua yang tadinya di ruang tamu berbondong-bondong melihat apa yang terjadi. Dan tentunya mereka terkejut tidak menyangka hal ini terjadi di depan mereka.

Sementara Lira, tubuhnya mulai melemah dan akhirnya pingsan.

"Kita bawa ke rumah sakit." Ucap Om Bani dengan cepat menggendong Lira. Sementara Felix masih ngenggam tangan Lira. Semua orang panik.

Di rumah sakit Lira segera ditangani, untung saja pisau itu hanya menyayat kecil urat nadinya tidak sampai memutusnya dan kali ini juga jadi pertama kalinya Lira periksa kandungan.

Teen Unplanned PregnancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang