29. Foto Polaroid F & S

21.5K 2K 145
                                    

Tolong kasih tau typonya ya!

•••

Malam ini, seperti biasa Bunda diam-diam ke kamar Felix. Sekadar duduk di kasur itu untuk melepas rindu sekaligus mengenang masa-masa anaknya itu masih melajang. Bukannya beliau tidak ikhlas, hanya saja semuanya terjadi begitu cepat dan semua orang pastinya tidak siap.

Dengan cepat Bunda menghapus air matanya saat Ayah menyalakan lampu di kamar itu. "Yah, Felix itu seharusnya diajarin dari dulu untuk ngurus usaha kita, apalagi sekarang kewajiban dia bukan belajar lagi tapi kerja." Jelas Bunda.

"Felix itu harus berubah. Pikirannya belum dewasa," Sahut Ayah setelah berpikir, "Biarkan dia usaha pake cara dia sendiri."

"Yah, dia itu gak lulus SMA, susah cari kerja. Ayah tau 'kan kalau dia sudah kemana-mana cari kerja. Bahkan banyak teman mu yang cerita ke kita kalau Felix lamar kerja di tempatnya." Beber Bunda lagi, kali ini kesabarannya mulai habis.

"Ck." Decak Ayah mulai jengah.

"Dia anak kita satu-satunya, kalau bukan dia siapa lagi. Terserah orang mau bilang apa, kaya duit orang tua, hidup enak karena orang tua, gak lulus SMA tapi jadi meneger general. Terserah pokoknya." Kesal Bunda meninggalkan Ayah begitu saja.

"Bun nurut aja kenapa?" Ayah ikut tersulut emosi.

"Kalau Ayah gak mau bantu terserah, asal jangan larang Bunda. Karena Bunda selama ini usaha untuk anak bukan untuk diri sendiri." Sindiran itu adalah akhir dari perdebatan mereka malam itu.

***

Saat ini Lira sedang berbaring di pangkuan ibu, tangannya terus mengelus perut yang semakin hari semakin membesar itu.

Ibu harus bekerja dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore, dan malamnya beliau habiskan untuk istirahat. Begitu juga dengan Lira yang selama menikah ini selalu menghabiskan waktunya di kamarnya bukan lagi di kamar Ibu.

Ibu dan anak itu sadar bahwa sudah lama rasanya tidak menghabiskan waktu berdua seperti itu.

"Nda terasa bentar lagi punya anak." Ujar Ibu mengelus rambut hitam Lira, dari matanya terlihat bahwa beliau sedang menahan kantuk.

"Kira-kira dia perempuan apa laki-laki?" Tanya Lira membagi rasa penasarannya.

"Perempuan atau laki-laki yang penting sehat." Sahut ibu lembut, "Kamu sama Felix bagaimana?"

Lira mengerutkan alis, "Gimana apanya Bu?" Tanyanya tidak mengerti. "Kami belum pernah bahas tentang jenis kelaminnya sih." Lanjut Lira.

Sebelum menjelaskan ibu menarik napasnya dalam dan menghebuskannya kasar, "Bukan itu, maksud ibu, suami istri itu harus saling menyayangi, mencintai, mengasihi." Ibu menghentikan ucapannya dan berpikir lagi, "Apa lagi ya? pokoknya cintanya itu lebih besar dari orang yang masih pacaran." Lanjutnya. Sebenarnya beliau juga merasa tidak enak kalau membahas tentang hati, apalagi sejak dulu Lira tidak pernah menceritakan tentang masalah percintaannya.

"Emm Lira gak tau." Singkat Lira, "Bu, kok pikiran Lira jadi kemana-mana." Lira mulai serius dan mengubah posisi berbaringnya menjadi duduk.

"Maksudnya?"

"Mungkin Felix punya pacar di luar sana." Ujarnya menatap lurus ke depan.

"Ih kamu ini!" protes Ibu memukul ringan pundak Lira, ayolah orangtua mana yang terima anaknya diselingkuhi "Pokoknya nanti sebelum kehamilanmu 9 bulan, kamu sama Felix harus sudah tau perasaan masing-masing. Sayang anak 'kan? Sayang diri sendiri 'kan? Kamu juga sayang ibu 'kan."

"I-iya Bu." Jawab Lira merasa tidak enak.

"Oh iya, tentang Sofiya, kata Ayah mertua mu dia kabur ke Singapur."

Teen Unplanned PregnancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang