Diner

501 18 1
                                    

Semua makanan sudah siap tersedia di meja makan. Tinggal menunggu tamu kebesaran saja. Entah kenapa hatiku tiba-tiba gelisah. Ada sesuatu yang membuatku merasa tak tenang kali ini. Irama detak jarum jam bagai siksaan saja rasanya, jantungku berdetak cepat. Seperti sebuah isyarat,tapi entah apa, apa ini tentang calon mamaku? Apa hubungan ini nanti akan berakhir buruk? Kini pertanyaan-pertanyaan ini mirip dengungan lebah dikepalaku.

"Bulan... kenapa melamun, Sayang? Kamu sakit?" suara lembut papa menyadarkanku dari lamunan.

"Tidak apa-apa Pa... tamunya belum datang Pa?" aku memperhatikan Papa yang mulai gelisah meski berusaha tenang.

"Sebentar lagi sayang... nah itu mereka," wajah Papa terlihat bebinar ketika tamu istimewanya datang.

Aku mengikuti papa, mataku menatap penasaran seorang yang keluar dengan anggunnya dari dalam mobil. Sungguh ini diluar pikiranku selama ini, wanita itu tampaknya berumur hampir sama dengan papa, tampak anggun dan tenang, jauh dari kata sexy, wajahnya terlihat tenang dan kecantikannya tak bisa dikalahkan oleh usianya. Serasi dengan Papa.

"Cantik...." gumanku tampa sadar.

Kulihat sekilas senyum tersunghing di bibir papa. Tampaknya dia puas melihat wanitanya malam ini, pandanganku kini beralih pada sosok lelaki yang berdiri di sisi perempuan itu. apa aku tak salah lihat, pemuda itu menggunakan baju batik berwarna merah maroon yang lembut, tampak pas ditubuhnya.

Sosoknya yang tampan kini terlihat makin menawan.  Terselip tanda tanya besar dalam benaku, apa hubungan mereka? Apa lelaki itu anaknya? Benarkah? Berarti dia akan jadi kakakku? Guru songong ini akan jadi keluargaku? Membayangkannya saja aku tak pernah?

Sosok itu perlahan mendekat, dan kurasakan kebekuan dimatanya saat kami berpandang, sepertinya dia sama terkejutnya dengan ku saat ini. Sejenak kami hanya saling pandang dan diam tanpa ada yang berani membuka suara untuk memperkenalkan diri.

Sepanjang perkenalan keluarga ini aku lebih banyak diam tanpa kata. Entah kenapa suasana menjadi canggung, sosoknya yang terkenal dingin di sekolah dan selelu jadi bahan gosip ternyata sama juga di luar. Tetap saja dingin dan jarang bicara.

"Wah masakannya enak... lihat andrey sampai nambah berapa kali..." kata tante mitha sambil senyum penuh arti dan matanya melirik andrey.

Aku hanya tersenyum saja melihat nafsu makan pak andrey yang sudah mirip kuli bangunan. Ternyata di balik tubuhnya yang ramping itu terselip nafsu makan yang menggila. Beruntung sekali tubuhnya tidak melar seperti karung. Mungkin karena sering olah raga kali ya.

"Bulan... liat andrey kok sampai kayak gitu..." ucapan Tante  Mitha membuatku gelagaphan.

"Eh... ndak kok tante... cuma ngrasa aneh aja ternyata nafsu makannya Pak Andrey kayak kuli bangunan...."

Kataku seenaknya sambil menyomot potongan kentang goreng. Kulihat dia agak bersemu merah wajahnya.

"Kok manggil Pak?"

"Dia kan guru Yuan Tante...."

"Benarkah, wah kebetulan donk, jadi Papa bisa tenang karena ada yang mengawasi kamu selama di sekolah,"

"Ih.... Papa... Bulan kan bukan anak kecil lagi Pa,...ndak perlu pake penjaga kali...."

"Yakin bukan anak kecil? Trus yang kemarin lari ketakutan pas kena hukuman bersihin toilet belakang siapa ya?"

Aku melotot kearah Pak Andrey, sepertinya dia memang sengaja mau balas dendam karena tadi aku sudah ngatain dia kayak kuli.

"Bulan?  Apa benar kamu kena hukuman, bagaimana bisa....?" kini gentian papa yang menatapku horor

"Sebenarnya gini, Mas.... hhhbbbbt,"

Aku membekap mulut Pak Andrey biar dia tak membocorkan apa-apa sama papa. Aku melotot kearahnya dia mencekal tanganku dan tertawa geli melihatku yang mulai panik.

"Bulan...biar Andrey cerita, kenapa kamu sampai dihukum"

Suara papa otomatis menghentikan aksiku. Dengan sebal aku kembali membenahi dudukku, andrey hanya terkekeh melihaku menekuk muka dan cemberut, mau tak mau sekarang aku harus rela di permalukan.

Ih.... andrey masih mencekal tanganku tapi kini cekalan itu berubah menjadi gemgaman tangan yang lembut, dia menyembunyikan gemgaman tanganku di bawah meja sambil sesekali jempol tangannya mengusap punggung tanganku. Seakan ingin memberikan kenyamanan bagiku.

Pipiku terasa memanas sekarang dan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Dengan santai dia menceritakan awal aku berjalan sambil setengah sadar sampai ke taman belakang hingga tertidur di bawah pohon sampai akhirnya dapat hukuman bersihin toilet belakang, sampai akhirnya lari ketakutan hanya karena ada suara orang berjalan.

Papa dan tante mitha malah tertawa, aku makin dongkol saja, gimana ndak dongkol kalau dikerjain kayak gitu, kupikir ada hantu beneran ternyata itu andrey. Mana aku dah hampir mati ketakutan gara-gara dia. Kusepak kakinya dengan keras hingga membuatnya meringis dan sebagai balasannya dia menggenggap tanganku dengan lebih erat.

"Puas...!"

 Akupun menghadiahi cubitan di pinggangnya membuatnya meliuk menahan geli, dia malah terbahak sekarang. Aku makin sewot saat dia mengacak rambutku, serasa jadi anak kecil aku. Sepanjang malam perkenalan senyum manisnya terlihat begitu menawan hingga akhirnya meraka pamit undur diri. Aku masih bisa melihat kerlingan matanya yang nakal sebelum dia pamit.

 Aku merasakan hal baru sekarang. Entah kenapa aku merasakan sesuatu yang aneh yang mulai merasuki hatiku, setiap kali mengingat hal tadi aku merasakan serbuan kupu-kupu di perutku..perasaan apa ini.

Apakah aku jatuh cinta pada adik calon Mamaku?...apa ini boleh?...tapi apa benar ini cinta?. Kurasa masih terlalu dini untuk menyimpulkan ini cinta karena belum tentu dia juga begitu, siapa tau dia cuma simpati padaku, cuma sayang seperti seorang saudara.

Drrrtttt....ddrrrttttt....handphoneku bergetar, bergegas  aku meraihnya.

"Aku ingin memeluk bulan yang tersembul malu malam ini, menenggelamkannya dalam pelukan cinta sang malam. Apakah bulan juga merasakan hal yang sama"

Aku beranjak dari tempat tidurku dan menoleh kearah jendela. Malam ini langit mendung tidak ada bulan. Sejenak aku menatap kembali layar handphoneku, nomor asing. Siapa dia...kata-katanya membuat perasaanku melambung...bulan...sejenak aku memikirkan sesuatu dan...tampa sadar aku memukul kepalaku sendiri...bodohnya aku...bulan...adalah namaku..Yuana bulan maharani. Tapi siapa pengirimnya. Apa benar untukku..

Selama ini aku tak pernah memberikan nomerku pada siapapun. Mungkin sms nyasar, Ah...alangkah senangnya gadis itu mendapatkan pesan seperti ini.

Aku merebahkan tubuhku di tempat tidur dan mulai memejamkan mataku berharap malam ini aku akan bertemu dengan pengirim sms itu.

sorryWhere stories live. Discover now