Tidak main-main

1.3K 177 9
                                    

Hampir jam sebelas malam saat Sasuke baru pulang dari kantornya, ia berdiri dan menatap diam Sakura yang tertidur di sofa. Gadis itu menunggunya pulang. Sasuke tidak perlu terkejut, sudah berkali-kali ia meminta agar Sakura tidur terlebih dahulu tanpa perlu menunggunya pulang. Tapi gadis itu tetap pada pendiriannya. Sasuke mendekat, ia merendahkan tubuhnya untuk menatap wajah itu.

Satu hal yang mulai sering ia lakukan.

Memandang wajah manis itu, mengganti saat dimana siang hari ia hanya bisa saling pandang dengan tumpukan dokumen. Sasuke suka, saat menatap wajah Sakura yang tengah tertidur dengan pulas. Mungkin setara dengan rasa sukanya saat ia memandang wajah gadis itu jika sedang tertawa.

Begitu mendebarkan.

Sakura mengerjap pelan saat dirasanya sebuah usapan lembut di rambutnya. Gadis itu sedikit terkejut. Ternyata ia ketiduran. "Kau pulang jam berapa?" Sasuke tersenyum tipis mendengar suara bunganya yang sedikit serak. Pemuda itu menggeleng ringan, memosisikan tubuhnya dan menggendong gadis itu ke kamar.

"Lain kali tidurlah dulu. Aku tidak apa-apa." Pemuda itu membaringkan tubuh mungil Sakura di ranjang. Dan kembali menatapnya. Gadis itu pun sama, ia menatap pemuda itu dengan mata bangun tidurnya. Sakura menggeleng pelan. "Aku suka menunggumu." ujarnya masih dengan suara yang belum jernih.

Sasuke memandangnya.

Ia hampir saja tersenyum sebelum ia menyadari sesuatu. Sesuatu yang tampaknya tadi sempat membuat pipi ranum itu basah. Sasuke mengusapnya pelan. Membelai lembut sisa basah yang berasal dari sudut emerald indah itu.

Sakuranya tadi menangis.

***

Sasuke sudah selesai membersikan diri, dan kini tengah berada di dapur untuk mengambil segelas air. Mungkin. Atau mungkin lebih tepat ia ingin memeriksa sesuatu. Pemuda itu meletakkan gelas kaca itu di meja dan berjalan ke arah tempat sampah.

Itu, di sana. Di dalam tempat sampah, sebuah benda berukuran kecil teronggok begitu saja di dalamnya. Sasuke memandangnya. Sedetik kemudian ia sadar, sekarang ia tahu kenapa ada basah di sudut mata gadis itu. Sasuke kembali menatap benda kecil dengan satu garis merah itu.

Sebuah alat tes kehamilan.

Sesuatu dalam dirinya kian berdenyut perih. Membayangkan Sakura memikirkan hal ini sendiri. Gadis itu tahu, tapi Sasuke juga tahu. Bahwa mungkin memang Tuhan sedang membiarkan mereka untuk berdua dulu, lalu memberikan mereka keturunan jika memang kelak Tuhan rasa mereka sudah siap.

Soal hal ini, demi apapun yang bisa Sasuke pertaruhkan. Ia tidak menuntut lebih. Maksudnya, jika pada akhirnya Tuhan memberikan waktu untuk mereka tetap berdua dalam waktu yang cukup lama Sasuke akan menerima. Sasuke tidak apa-apa. Sasuke masih tetap bahagia.

Tapi yang tidak ingin Sasuke lihat adalah tentang gadis itu, yang mungkin akan berpikir buruk tentang dirinya sendiri. Sakura yang mungkin memilih untuk menyalahkan dirinya sendiri. Dan Sasuke tidak mau itu terjadi. Tidak lagi untuk bunganya yang baru kemarin bisa tertawa lagi.

***

Gadis itu membelakanginya seolah dia benar-benar terlelap. Yang pada kenyataannya tak ada lelap yang benar-benar pulas selain saat pemuda itu mendekap. Sasuke menatap punggung itu. Sesaat Sasuke ragu, apakah gadis merah muda itu benar-benar sudah tidur?

Tapi saat mendengar suara napasnya, Sasuke tahu, bahwa gadis itu masih terjaga. Sasuke mendekat, meraih tubuh mungil itu. Sakura hanya diam, membuka mata dari pura-pura terpejamnya saat pemuda itu memeluknya dari belakang. Hening, entahlah. Entah sejak kapan mereka menyukai keheningan, mungkin lebih beratensi untuk mendengarkan detak jantung yang berpacu milik masing-masing.

Cukup lama, tak ada yang berubah. Ada yang tetap memeluk. Ada yang tetap terjaga meski berusaha amat keras untuk terlelap. Ada juga, debar-debar yang membuat dekap itu kian hangat. Udara benar-benar dingin tanpa dekap pemuda itu. Pun hatinya, benar-benar menggigil tanpa cinta pemuda itu di dalamnya.

"Sudah larut. Kau harus tidur." Suara rendah pemuda itu berada amat dekat dengan telinganya. Saat ia rasa sudah tak ada lagi jarak antara mereka, Sakura merasakan tubuh besar di belakangnya kembali mendekat. Benar-benar menghapus sedikit pun sekat yang tersisa.

Mata Sasuke tetap terbuka. Tak sedikitpun terpejam. Bagaimana bisa ia tidur jika bunga dalam dekapannya saat ini tengah gundah? Sasuke sedikit mengernyit saat Sakura akhirnya bergerak. Perlahan berbalik dan kini menghadap ke arahnya. Menatap tepat ke arah matanya di dalam keremangan kamar itu.

Gadis itu menatapnya. Benar-benar menatapnya. Pemuda itu memejamkan mata, saat Sakura menyentuh pelan wajahnya. Sakura tetap diam dan membelai lembut sisi wajah rupawan itu. Alis tajamnya, kelopak serta bulu mata yang lentik itu. Lalu berhenti di rahangnya.

Sasuke kembali membuka matanya dan kembali menemukan pandangan Sakura yang masih tertuju pada matanya. Sasuke membalas tatapan itu. Merasakan tangan dingin Sakura di wajahnya, serta debaran hangat yang menggebu di dalam jantungnya.

Ruangan itu begitu gelap. Tapi mata mereka cukup jelas untuk melihat bahwa ada cinta di masing-masing pandangan. Sasuke tetap diam. Membiarkan saat-saat seperti ini berjalan dengan keheningan. Membiarkan Sakura juga tetap diam tanpa melepas tatapannya.

Sakura membasahi tenggorokannya.

Masih ia pandangi lamat-lamat wajah rupawan di hadapannya itu. Bersyukur dan ingin terus bersyukur untuk setiap detik yang pemuda itu berikan untuknya. Untuk berada di sampingnya, untuk mendekat dan memeluknya.

Sakura tahu bahwa Sasuke juga tahu. Tentang dirinya yang belum juga Tuhan berikan kesempatan. Kesempatan untuk mengandung darah daging pemuda itu. Sakura memikirkannya, terus memikirkannya. Tentang bagaimanakah pemuda itu akan memutuskan? Akankah pemuda itu menyesal karena memilih gadis yang salah? Atau pemuda itu terlanjur terikat oleh janjinya sendiri, bahwa ia akan terus berada di sisinya.

Awalnya Sakura ragu. Sangat ragu.

Masih pantaskah ia berada di sisi pemuda itu? Masih bisakah ia menggenggam tangan besar itu? Dan, masih bolehkan ia untuk pemuda itu dekap? Sakura ragu akan itu semua. Tapi pada akhirnya Sakura tahu. Jika benar, bahwa pemuda itu tak pernah main-main.

Sakura tak mendengar keputusan Sasuke, tapi ia melihatnya. Saat memandang jelaga pekat itu, di waktu yang sama pula Sakura juga melihat ada begitu banyak hal. Banyak sekali hingga Sakura akhirnya memahami sesuatu. Di dalam mata kelam itu Sakura dapat melihat tentang apa yang pemuda itu sebut sebagai keseriusan.

Bukan hanya itu.

Tatapan datar itu menyembunyikan begitu banyak hal. Sakura tak percaya, Sakura bertanya-tanya. Kenapa dari sekian banyak hal itu tak ada satu pun tatapan yang seolah menyuruhnya pergi? Di dalam mata itu Sakura melihat tentang sebuah kepercayaan, kasih sayang, dan sebuah penerimaan.

Hanya itu, tapi kenyataannya hal itu pun sudah lebih dari cukup untuk menghapus segala keraguan pada dirinya sendiri. Gadis itu menarik napas. Jika pemuda itu saja bisa memercayai dirinya yang penuh keraguan ini, maka dirinya sendiri harus bisa melakukannya juga. Setidaknya untuk pemuda itu. Untuk Sasuke yang sudah memilihnya. Untuk Sasuke yang mencintainya, dan juga yang sangat ia cintai.

Gadis itu mendekat. Menghapus jarak dan mengikis sekat. Dia memeluk Sasuke. Menikmati jantung yang berdentum dari balik dada bidang itu. Memejamkan mata saat pemuda itu turut membawanya lebih dekat lagi. Merasakan saat pemuda itu mengusap lembut punggungnya. Membiarkan saat napas hangat itu membelai nyaman surai indahnya yang sewarna gulali.

Hanya Tuhan yang tahu, jika malam itu masing-masing hati mereka berbisik dan berjanji untuk tak akan pernah pergi lagi. Untuk tak akan pernah meninggalkan. Untuk tetap berada di sisi masing-masing untuk waktu yang lama, mungkin selamanya.

"Terimakasih."

TBC

Dahlah ... adegan selanjutnya bayangin sendiri ya, gaes...😊

Love you..😘
Melodya27..😁

Blooming Up My FlowerWhere stories live. Discover now