Tidak Mau

1K 140 7
                                    

Sakura tersenyum.

Matanya menelusuri ruangan bernuansa biru dan putih itu. Ada berbagai macam hiasan, furnitur, serta cat di dinding yang begitu menggemaskan. Gadis itu melangkah, menyentuh pelan ranjang bayi bewarna putih yang berada di tengah ruangan.

Menguasap pelan perutnya, lalu kembali mengulas senyum. Belum, ia memang belum melahirkan. Dokter bilang mungkin sekitar dua bulan lagi. Ah, Sakura begitu berdebar. Maaf, jika kalian lelah mendengarnya. Tapi benar, tak ada lagi hari-hari membosankan. Yang kini tergantikan oleh debar-debar, harap-harap cemas menanti kapan bayinya akan lahir.

Gadis itu menoleh, menatap mainan berbentuk burung bewarna biru yang digantung di atas ranjang bayi, berharap bayinya nanti akan tertawa saat burung-burung biru itu berkerincing ringan jika di ayunkan. Lalu tangannya menyentuh pelan guling kecil yang berada di dalam ranjang, begitu halus. Berharap bayinya kelak akan tidur dengan pulas. Gadis itu menarik napas.

Ah, Sakura semakin tidak sabar.

Tiba-tiba gadis itu tersentak.

Ia menggigit bibirnya begitu kuat. Tangannya kini mencengkram ranjang putih itu, amat kencang. Perutnya, perutnya sakit lagi! Sakura terduduk, bersandar. Y-ya Tuhan! Sakit! Sakit sekali! Sakura terengah, gadis itu menjerit tertahan. "S-sakit!" ucapnya terbata.

Bunga merah muda itu menangis. Sudah sejak pertama kali rasa sakit itu muncul, hingga saat ini. Ini sudah beberapa kali. Dan Sakura tak juga tahu apa masalahnya. Ia menggigit bibirnya, menahan agar suaranya tidak sekeras itu. Ia cengkram perut buncitnya, seraya bernapas dan berharap rasa sakit itu segera menghilang.

***

"Apa anda benar-benar tidak tahu sebelumnya?"

Sakura mengernyit dalam, memandang dokter bersurai pendek itu. Gadis itu benar-benar mencoba keras mengartikan segala penjelasan dokter wanita di hadapannya sejak tadi.

"Kandungan anda sangat berisiko."

Sakura terkejut. Ia menatap dokter itu masih tanpa suara. "Melihat hasil tes tadi, kita dapat melihat kenapa anda mengalami kesakitan pada waktu-waktu tertentu," ujar wanita bersurai gelap itu seraya menunjukkan hasil rontgen.

"Ada cedera yang pernah anda alami dan mengakibatkan hal ini bisa terjadi. Mungkin, kecelakaan. Atau hal lain yang berakibat buruk pada rahim anda. Disini terlihat, rahim anda tak lagi sekuat seperti semula. Ada beberapa bagian yang sudah tidak berjalan sesuai fungsinya."

Sakura membeku. Ada pisau yang terasa mengoyak jantungnya.

"Maaf, Nyonya. Saya tidak bermaksud apapun. Tapi, seiring pertumbuhan janin, rahim anda akan semakin keras bekerja. Dan berkaitan dengan beberapa fungsi yang sudah tidak lagi benar, bisa jadi hal itu adalah penyebab kenapa anda mengalami ketidaknormalan saat mengandung." tutur wanita itu. Ia menatap Sakura.

"T-tapi ... apakah bayi saya baik-baik saja?" tanyanya kemudian setelah mencerna baik-baik. Menguatkan dulu hatinya.

"Sampai sekarang mungkin memang tidak apa-apa. Tapi rasa sakit itu bukankah menjadi pertanda bahwa memang bayi itu tidak baik-baik saja. Sekali lagi maaf, Nyonya. Rahim anda memang sudah lemah sejak sebelum anda mengandung, dan memang tidak lagi bisa untuk menjadi tempat tumbuh kembang janin."

"Melihat kandungan anda bisa sejauh ini, saya juga turut terkejut. Ini hal yang baik, tapi bukan berarti untuk ke depannya ini adalah hal yang bagus untuk dilakukan." jelasnya. Ia menatap Sakura sendu. Turut merasakan hati seorang Ibu yang hancur ketika mengetahui keadaan anaknya.

Sakura menipiskan bibirnya. Memandang ka arah kosongnya udara. Mencoba merangkai satu demi satu kalimat-kalimat menakutkan dari bibir wanita di hadapannya ini. Ia takut, sungguh takut. Bukan, bukan tentang apa yang akan menimpa dirinya. Tapi tentang apa yang akan menimpa bayinya.

Blooming Up My FlowerDonde viven las historias. Descúbrelo ahora