chapter 38

5.3K 497 28
                                    

"HORE BESOK LIBURR HUHU," teriak heboh dari Reyhan.

"Rey kenapa teriak Nak, berisik kamu itu," omel Raya yanh sedang menyiram tanaman. Langsung disodori Reyhan yang baru pulang sekolah.

"Rey lagi bahagia Mah, besok libur," katanya. Reyhan menyalimi Mamahnya itu.

"Libur seminggu doang paling," acuh Raya.

"Bodo ah yang pasti Rey bisa rebahan manja."

"Yaudah-yaudah, kenapa jam segini udah pulang?" tanya Raya. Takutnya Reyhan bolos, anak itu udah beberapa kali terciduk bolos.

"Dibubarin Mamah Rey tercinta, senin kan kelas 3 UN."

"Mamah pikir kamu bolos lagi," ketus Raya. Reyhan menggelengkan kepalanya.

"Ya enggak atuh Mah, Rey anti bolos-bolos klub." Sembari nyelonong.

"KAMU GAK SOPAN MAIN TINGGALIN ORANG TUA REYHAN ZAIDAN."

"MAAFIN GAK?" teriak Reyhan dari dalam.

"Berisik banget si lo?" kesal Bryan yang ternyata ada diruang tv dengan membawa ditemani beberapa buku tebal.

"Ya maaf, katanya. Reyhan langsung duduk disamping Bryan.

"Jangan rusuh, gua lagi belajar," ucap Bryan pada adiknya yang kini membawa buku paket yang nganggur.

"Enggak, cuma mau nemenin. Boleh?" tanya Reyhan dengan polos. Bryan mengangguk.

"Jangan rusuh tapi, kakak lagi belajar." Reyhan mengangguk dengan semangat.

Benar saja, Reyhan tidak menganggu Bryan yang sedang membaca buku. Malahan Reyhan ikut membaca buku paket yang tadi ia ambil dari meja.

"Kakak."

"Hem." Bryan hanya berdehem sambil membenarkan letak kacamatanya.

"Kakak kelas IPA kan?" Bryan mengangguk kecil.

"Susah gak sih?"

"Gak bakal susah kalau dijalani dan iklhas tanpa mengeluh," ujar Bryan.

"Ouhh. Nanti kalau udah SMA aku bawa jurusan apa ya."

Bryan menyimpan buku yang ia pegang, membuka kacamatanya dan menyimpannya.

"Rey mau jadi apa emang?" tanya Bryan. Reyhan menggelengkan kepalanya.

"Katanya mau kuliah hukum? Yaudah masuk IPS aja."

"Rey juga mau jadi dokter, ngikutin kakak."

"Kenapa mau jadi dokter juga?"

"Gak tau, denger kak Bryan jadi dokter, Rey juga mau."

"Ikuti apa yang kamu mau.jangan ikut-ikutan takutnya gak srek sama kamunya."

Tiba-tiba Gibran datang dengan membawa kantong yang berisikan sepatu dan kaos bolanya.

"Lagi ngomingin apa?" tanya Gibran.kedua nya mendongak.

"Sini duduk A." Gibran mengangguk.

"Ini Gi, Rey bingung katanya harus masuk apa nanti diSMA."

"Masuk bahasa aja," acuh Gibran.

"Ih tau ah, disekolah Kakak sama Aa kan gak ada kelas bahasa."

"Yaudah maaf.emang kalau masuk IPA kamu sanggup sama Fisika dan kawan-kawannya?" tanya Gibran.

Gibran tau betul kelemahan adik bungsunya, tak jauh dari anggka dan segala rumusnya.

"Tapi kan IPS sama aja ada itung menghitungnya," potong Bryan. Yang percaya bahwa sebenarnya adik bungsunya pintar hanya saja pemalas dan mengandalkan orang lain.

"Rey kamu itu pinter tapi pemalas.sama kayak gua,gua juga gitu," ujar Gibran.

"Iya sama kayak A Gibran kamu mah. Pemalas, tapi mending sekarang udah bagus-bagus lagi nilainya. kamu juga harus bisa, oke?" Reyhan mengangguk.

"Aku suka kebingungan kalau belajar kak, makanya bosan dan ya gitu."

"Nanti belajar sama A Gibran."

"Sama kakak juga tapi."

"Kakak mau UN." Reyhan menghela nafas.

Belajar dengan Gibran suka agak pusing karena Gibran kalau menjelaskan suka setengah-setengah dan memainkan logikanya.Berbeda dengan Bryan yang selalu menjelaskan dari awal sampai akhir dengan rinci.

"Yaudah lanjut belajarnya, kak. Rey jangan ganggu kakak, mending ikut sama gua yuk," ajak Gibran.

"Mau kemana?"

"Kemana A?"

"Futsal," balasnya.

"Udah izin sama Ayah sama Mamah?" tanya Bryan.

"Udah gua telpon Ayah, dibolehin sih. Ini mau izin sama Mamah," balas Gibran.

"Yaudah bagus deh."

"Rey ikut A, Rey ganti baju dulu." Gibran mengangguk.

"Gua nunggu diluar."

Gibranpun menghampiri Mamahnya yang sedang menyiram tanaman.

"Mamah?" panggil Gibran.Raya menoleh.

"Iya Nak? Ada apa?"

"Mau izin futsal, boleh? Aku udah dapat izin."

"Yasudah kalau udah izin sama Ayah, Maah terserah Ayah, apa kata Ayah?" Gibran mengangguk.

"Bolehin kok." Raya tersenyum.

"Tetap hati-hati ya. Jangan sampai kebentur lagi kepalanya. Bisa?" Gibran mengangguk.

"Aku hati-hati kok Mah." Gibran menoleh pada perut buncit Raya.

"Hari ini kamu belum nyapa adikmu loh A." Gibran terkekeh.

"Ini mau Mah, boleh pegang?" tanya Gibran yang selalu bertanya terlebih dahulu.

"Ya boleh dong." Gibran tersenyum.

"Hai calon adik, bosan ya didalem perut mamah terus? Sehat-sehat ya..." kata Gibran pada adik yang berada diperut sang Mamah.

"Mah adiknya cowok cewek?" tanya Gibran. Setau Gibran, Raya dan Rian baru saja kerumah sakit kemarin untuk mengecek perkembangan sekalian melihat jenis kelamin calon adiknya.

"Kalau cowok kenapa kalau cewek kenapa?"

"Ya gak papa, mau cowok ataupun cewek yanh pasti Gibran berharap adiknya sehat dan tumbuh bahagia." Raya tersenyum.

"Kalau cewek pasti cantik kayak Mamah."

"Kata dokter adiknya cowok." Gibran tercengang.

"Wow." Gibran kembali menatap perut mamahnya dan memgusap-ngusap pelan perut Raya.

"Jagoan Ayah sama Mamah bakal bertambah satu," ujar Raya.

"Heem. Dek nanti kita jagain Mamah bareng-bareng yak." Raya terkekeh. Tiba-tiba..

"A AYOK!" seru Reyhan.

"Reyhan mau kemana? Ikut?" tanya Raya, Reyhan mengangguk.

"Dari pada ganggu Kaka lagi belajar mending aku ajak aja mah"ujar Gibran.

"Padahal Rey gak ganggu,Rey ikut baca-baca kok," balas Reyhan tidak terima.

"Yaudah mau ikut gak?" Reyhan mengangguk.

"Boleh Mah?" Raya mengangguk.

"Boleh. Pulangnya jangan malam ya, jam 5 kalau bisa udah ada dirumah kalau gak mau ayah ngomel." Mereka mengangguk.

"Gak bakal lama, jam 4 mentok jam 5 udah selesai dan bakal langsung pulang."

"Yaudah.hati-hati ya. Gibran kamu bawa adik kamu loh, ingat. Awas aja sampe lupa jagain adiknya."

"Iya."

Setelah itu Gibran dan Reyhanpun menyalimi punggung tangan Raya.

****

Bersambung

Gibran Zaidan || ENDOù les histoires vivent. Découvrez maintenant