Anugerah atau Musibah?

321 79 2
                                    

Rara melangkah di tepi jalan berumput yang basah. Tapak demi tapak ia lalui dengan hati-hati. Semalah telah terjadi hujan. Jalanan menjadi becek. Ia tak mau sepatunya terkena lumpur. Tangannya dimasukkan ke saku celana. Matanya lurus memandang bangunan besar yang akan dituju. Sesekali ia menunduk, melompati genangan air di jalan. Seragam biru yang belum dicuci masih menyimpan sedikit bau asin laut. Meski sudah disemprot minyak wangi, nyatanya tak mampu menghilangkan bau rumput laut yang terlanjur melekat. Panas merayap, menjalar dari ufuk timur. Sudah pukul tujuh lebih empat puluh lima menit. Sebentar lagi, jam masuk bekerja di mulai.

Dalam pikirannya, ia tak memikirkan apa pun. Kosong. Ia hanya berusaha pasrah. Ia sudah berusaha keras selama sebulan untuk mencapai posisi lebih tinggi. Sebentar lagi, dia akan melihat hasilnya. Ia yakin akan pepatah yang mengatakan bahwa hasil tak akan menghianati usaha.

Seorang laki-laki tinggi menjajari langkahnya, "Lo yakin kita akan berhasil?"

Rara menoleh, menatap kawan sekamarnya, Jodi. Tanpa memperlambat langkahnya, gadis itu mengedikkan bahu. Ia kembali menatap bangunan di depannya.

"Pasti berhasil. Yakin, aja!" sahut suara di belakangnya. Tanpa menoleh, Rara yakin bahwa si pemilik suara adalah Rion.

Mereka sampai ke gerbang berteralis hijau yang menjulang tinggi. Pengamanan tak seketat saat pertama mereka datang. Tak ada lagi antrian yang panjang. Penjaga juga tak sebanyak dulu. Yang paling melegakan ialah tak ada penjaga yang meraba setiap inci tubuh-tubuh orang yang masuk ke area pabrik. Cukup dengan memperlihatkan kartu yang tertempel di saku kemeja, mereka bebas memasuki area tersebut.

Kurang sepuluh menit lagi bel untuk para pekerja berbunyi, menandakan dimulainya aktivitas. Rara dan Jodi segera memasuki lobi, bergabung dengan karyawan baru untuk melihat hasil evaluasi kerja selama sebulan. Sebagian karyawan baru tampak lesu, hanya segelintir yang semangat dengan senyum mengembang di wajah, sisanya acuh tak acuh.

Begitu Rara dan Jodi bergabung dengan barisan belakang, seorang wanita cantik datang membawa sebuah map berwarna merah muda. Mereka sedikit keget menatap Mbak Bella yang akan mengumumkan hasil evaluasi. Tak seperti biasanya.

Kemana Ian? batin Rara bertanya. Ia berharap laki-laki itu dipecat. Namun, ia tak yakin. Pasalnya, menurutnya, Ian seorang penjilat yang ulung. Kemampuan istimewa yang membuatnya tak mungkin dikeluarkan dari pabrik.

"Selamat pagi," sapa Mbak Bella malu-malu. Ia membetulkan kaca mata bundar beningnya yang melorot.

Kenapa Mbak Bella pakai kacamata? Rara membantin lagi. Ia menduga kacamata itu hanya untuk bergaya saja. Lagi pula, dilihat sekilas pun lensanya hanya berupa kaca biasa.

"Pagi ini saya yang akan mengumumkan hasil evaluasi. Terus terang, saya sangat puas akan hasilnya. Kalian telah bekerja dengan baik. Berikut saya bacakan di mana Anda akan ditempatkan. Yang pertama, Beni Setyoko, Anda akan membantu tim pemasaran. Kemudian Rusdy Hendrawan, ...." Mbak Bella menyebutkan beberapa nama beserta posisi yang telah ditentukan. Kemudian sampai ke nama-nama terakhir, "Satria Raharjo dan Jodi Indrawan, kalian diterima di posisi staf kantor. Setelah ini, ikuti saya. Saya akan menunjukkan kantor bagian apa yang memerlukan kemampuan Anda."

Rara dan Jodi saling berpandangan. Mereka tersenyum senang. Mereka telah berhasil. Meski jika diingat-ingat, sebenarnya Jodi hanya ikut-ikutan saja. Ia tak menyumbang apa pun atas keberhasilan mereka. Namun, Rara tak keberatan. Entah sejak kapan, ia percaya kepada Jodi. Ia lupa bahwa Jodi akan membunuh kekasihnya jika bertemu nanti. Ia lupa bahwa mereka adalah musuh.

"Sekian pengumuman hasil evaluasi kali ini. Selamat bekerja, semuanya. Semangat!" Mbak Bella mengakhiri pertemuan singkat itu. Para karyawan bertepuk tangan kemudian meninggalkan barisan tepat saat bel masuk berbunyi. Kecuali Rara dan Jodi, mereka pergi ke pos masing-masing.

"Mari!" Mbak Bella berjalan ke luar lobi pabrik. Rara dan Jodi mengikutinya. Mereka masih menyingsingkan senyum. Mereka selangkah lebih maju mencapai targetnya.

Mbak Bella menuntun mereka melewati jalan setapak yang indah. Bunga-bunga warna-warni berjajar di tepi jalan. Sebuah jembatan dengan lengkungan besi yang ditumbuhi tanaman merambat menyambut mereka. Jodi sempat mengeluarkan ponsel, menyerahkan ke Rara untuk memotretnya bergaya di jembatan indah itu. Setelah menjepretkan satu bidikan, mereka segera berlari menyusul Mbak Bella sebelum menyadari jika pengikutnya tertahan di jembatan.

Rara dan Jodi terpesona saat di bawa ke bagian pabrik lain. Setelah memasuki pintunya, mereka ternganga dengan pemandangan kantor dari pabrik tersebut. Banyak meja-meja yang tersusun rapi berbaris di kanan ruangan, sedang di kirinya terdapat ruangan-ruangan lagi yang tertutup. Di ujung barisan meja berjajar lemari es berisi minuman dan makanan ringan. Di sampingnya terdapat meja dengan gelas-gelas dan sendok serta bungkus-bungkus minuman instant. Di samping meja itu ada dispenser dan galon-galon yang penuh.

Mbak Bella menuntun mereka melewati meja-meja para staf yang berjejer dengan dipisahkan dinding kayu setinggi kepala. Komputer dan telepon terlihat melengkapi meja-meja itu. Ketras-kertas memo tertempel di dinding-dinding kayu penyekat meja. Dering telepon yang saling bersahutan menandakan betapa sibuknya karyawan-karyawan di sana. Tak ada celotehan, umpatan, maupun suara mesin pembersih yang berisik. Namun, ucapan-ucapan sopan dari para staf yang sedang bekerja nyatanya juga tak kalah berisik.

Saking asiknya memperhatikan para staf bekerja, Rara dan Jodi tak sadar jika mereka sudah sampai ke tempat tujuan. Mbak Bella tengah membukakan mereka sebuah pintu. Dengan kedikkan kepala, Mbak Bella mengisyaratkan mereka untuk masuk ke sebuah kantor yang luas. Meja berbentuk L dan kursi besar yang kosong menyambut. Terdapat komputer dan telepon di meja itu. Beberapa buku dan notes serta alat tulis tertata rapi di meja. Di sudut depan ruangan, dekat dengan pintu, terdapat sofa sudut yang empuk, lengkap dengan meja minimalisnya. Di sampingnya terdapat meja dengan mesin kopi dan dispenser yang menyala.

"Silakan duduk," Mbak Bella menyilakan Rara dan Jodi duduk di sofa.

Setelah menurut, mereka saling bertatapan bingung karena melihat Mbak Bella ikut duduk di sofa bukannya duduk di belakang meja kantor tersebut.

"Lho, kok Mbak Bella duduk di sini? Nggak di sana?" tanya Rara penasaran. "Bukannya ini kantor Mbak Bella?"

"Bukan," jawab Mbak Bella, "Ini bukan kantor saya. Ini kantor atasan kalian."

"Mbak Bella bukan atasan kita?" tanya Jodi.

"Kalian akan ditempatkan di posisi admin. Nah, semua admin memiliki atasan. Dan beliau inilah atasan kalian," kata Mbak Bella menunjuk kursi kosong di balik meja.

Rara dan Jodi kembali berpandangan. "Oh, begitu?" kata mereka kompak.

"Mungkin beliau belum hadir. Tunggu sebentar, ya," kata Mbak Bella melihat jam tangannya yang elegan. Rara iri menatap jam itu yang begitu pas di tangan kecil wanita cantik itu.

Seseorang membuka pintu kantor itu setengah. Ia berhenti sebelum masuk. Suaranya terdengar saat ia bicara dengan orang di luar kantor itu, "Nanti kirim laporannya, segera!"

"Wokey, Boss!" jawab suara yang tak asing di telinga Rara. Ia yakin pemilik suara itu adalah teman sekamarnya yang berambut acak-acakkan. Ia mengembuskan napas panjangnya.

Nggak di mana-mana, ternyata Rion sama kurang ajarnya. Untung bosnya sabar, coba kalau nggak. Udah mampus tuh anak, batin Rara. Ia diam-diam bersyukur mendapat bos yang mampu bertahan dengan sikap Rion, yang artinya, bosnya baik hati.

Kelegaannya segera terganti saat laki-laki yang akan menjadi atasannya masuk ke kantor. Rara membelalakkan mata menatap seorang berjas dengan badan yang gagah, bahu yang kokoh dan dagu yang tegas berjalan menuju meja. Ia lantas duduk di kursi kebesarannya. Tatapannya yang hangat menyapu orang-orang yang duduk di sofa kantornya.

"Jadi mereka pilihanmu, Bel?" tanyanya menautkan tangan, menyangga dagunya, menatap Bella dengan mata coklatnya yang berkilat.

Bella tersenyum. Ia mengangguk lantas berpaling ke Rara dan Jodi yang syok. "Perkenalkan, mulai saat ini kalian akan bekerja di bawah arahan Pak Dhimas Adi Prayoga."

***

He is Beautifull (Tamat)Where stories live. Discover now