#80

49 9 0
                                    

"Jadi, siang ini ia akan menjemputmu?" tanya Edvard, yang berjalan di sebelahnya Venka.


"Iya benar, tadi malam ia berkata seperti itu" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu, aku akan menemuinya, untuk meminta maaf padanya. Karena aku tidak ingin, jadi merasa bersalah" ujar Edvard, sambil terus berjalan.

Namun hanya dengan sebuah anggukkan, Venka menjawabnya.

"Hey"

Mereka pun langsung berhenti, ketika mendengar suara seseorang.

"Draz" ucap Venka, saat melihat seseorang itu, yang memanglah Draz.

"Hai Draz" sapa Edvard, sambil tersenyum tipis.

"Hai juga Ed" jawab Draz.

"Eum Draz. . ." ucap Edvard, sehingga membuat Draz, langsung mengerutkan dahinya, "Aku ingin meminta maaf padamu, karena sudah dua kali, aku menjelek-jelekan mu" sambungnya.

"Iya Edvard, tidak apa-apa. Aku sudah memaafkanmu" jawab Draz, sambil mengganggukkan kepalanya, dan menyunggingkan senyuman.

Edvard langsung mengangkat kepalanya, dan menatap Draz, "Benarkah, kau sudah memaafkanku?" tanyanya.

"Iya, aku sudah memaafkan mu" jawab Draz, dengan senyuman yang masih mengembang di wajahnya.

Sebuah senyuman pun mulai terukir di wajahnya Edvard, lalu ia berkata, "Kalau begitu, aku ucapkan terima kasih, karena kau sudah mau memaafkanku".

Namun Draz hanya mengganggukkan kepalanya, dan kembali mengukirkan senyuman.

Melihat pemandangan tersebut, membuat Venka tersenyum senang. Lalu ia berkata, "Kalau begitu, ayo sekarang kita pulang".

"Ayo" jawab Draz, sambil mengganggukkan kepalanya, lalu ia beralih menatap Edvard, dan berkata, "Kami pulang dulu ya, Ed".

"Iya, kalian hati-hati di jalan" ucap Edvard, sambil mengganggukkan kepalanya, dan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

Namun Draz dan Venka, hanya mengganggukkan kepala saja, dan menyunggingkan senyuman.

"Ini helm untukmu" ujar Draz, sambil memberikan sebuah helm pada Venka.

"Terima kasih, Draz" jawab Venka, sambil menyunggingkan senyuman, dan menerima helm tersebut.

"Venka?"

Mereka bertiga pun langsung menoleh, saat mendengar suara tersebut, dan dapat mereka lihat, seorang mahasiswi yang sedang berdiri di sebelah kirinya Edvard.

"Iya, ada apa?" tanya Venka.

"Aku hanya ingin bertanya saja, apakah kau dan Draz berpacaran?" tanya mahasiswi itu.

Kedua matanya Venka pun langsung membulat, usai mendengar apa yang baru saja mahasiswi itu katakan. Lalu ia menggelengkan kepalanya, dan menyunggingkan senyuman, "Tidak, kami hanya berteman saja, bukan berpacaran" jawabnya.

"Benarkah?" tanya mahasiswi itu kembali, yang terlihat tidak percaya.

"Benar, kami berdua hanya berteman saja" jawab Draz, sambil mengganggukkan kepalanya.

"Ah, kalau begitu maaf, karena aku sudah salah menduga. Sebab, aku mengira kalau kalian berdua berpacaran, apalagi jika melihat kedekatan kalian" ujar mahasiswi itu, sambil menundukkan kepalanya, dan tersenyum kikuk.

Raut wajahnya Edvard pun langsung berubah dalam seketika, setelah mendengar apa yang baru saja gadis itu katakan. Namun ia hanya diam saja, tanpa mengatakan apa-apa.

"Kau ini bisa saja, kami memang hanya berteman, tidak lebih dari itu" ujar Venka, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

"Tapi, kenapa kalian berdua tidak berpacaran saja?" tanya mahasiswi itu, sambil menatap Draz dan Venka secara bergantian, sehingga membuat mereka berdua, saling menatap satu sama lain.

Edvard pun langsung menghela nafasnya dengan kasar, dan berkata, "Maaf, aku pulang duluan". Dan kemudian, ia segera berjalan, menuju tempat parkir kampus.

Melihat hal tersebut membuat mereka bertiga menjadi bingung. Lalu mahasiswi itu berkata, "Edvard kenapa? Apakah ia cemburu?".

"Eum. . . Maaf ya, sepertinya kami juga harus pulang, karena ada sesuatu, yang harus kami kerjakan" ujar Venka, sehingga membuat gadis itu, beralih menatapnya.

"Ya sudah tidak apa-apa, dan terima kasih, sudah meluangkan waktu kalian, untuk menjawab pertanyaan dariku" ucap mahasiswi itu, sambil menyunggingkan senyuman, "Tapi, jika aku boleh memberikan saran, sebaiknya kalian berdua berpacaran saja, karena kalian sangatlah cocok" sambungnya, yang kemudian segera beranjak pergi.

Mendengar apa yang baru saja mahasiswi itu katakan, membuat Draz dan Venka, kembali menatap satu sama lain.

30 menit kemudian. . .

Saat ini, Draz dan Venka masih dalam perjalanan menuju rumahnya Venka.

"Draz" ujar Venka, yang duduk di belakangnya Draz, sambil memeluk pinggang hantu itu.

"Iya, ada apa Venka?" tanya Draz, sambil berfokus menyetir.

"Aku ingin memberitahumu, kalau besok ada penayangan perdana film mu" jawab Venka.

"Oh ya? Akhirnya, filmnya akan tayang juga" ujar Draz, sambil menyunggingkan senyuman, dan terlihat begitu senang.

"Iya, tapi kau harus datang. Sebab, pak sutradara dan produser mengatakan, kalau semua pemain harus datang, saat acara tersebut" ucap Venka, sambil menatap Draz dari belakang.

Mendengar apa yang baru saja gadis itu katakan, membuat raut wajahnya Draz, langsung berubah menjadi murung, namun ia tidak mengatakan apa-apa.

Karena melihat Draz yang hanya diam saja, Venka pun berkata, "Kenapa kau diam saja? Apakah, kau tidak mau datang, ke acara tersebut?".

"Nanti aku akan memikirkannya" ujar Draz dengan datar.

"Baiklah" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya. Namun di dalam hatinya, ia merasa bingung, sebab Draz seakan tak berminat, untuk datang ke acara tersebut. Padahal, acara itu adalah acara yang begitu penting baginya.














To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now