Lima

68 20 1
                                    

Mark dan Tzuyu duduk saling berhadap-hadapan di sebuah kafe yang terlihat sepi. Hanya ada mereka dan tiga orang lainnya. Sangat sepi dan kafe ini pun tidak luas. Hanya terdapat lima meja makan. Mungkin bagi Tzuyu ini adahal hal yang tidak biasa. Tapi bagi Mark ini adalah hal yang biasa semenjak Johnny mengajarkannya untuk hidup lebih dewasa.

"Kamu ingin pesan apa?" Tawar Mark.

Tzuyu mengangkat kedua bahunya. "Terserahlah. Aku ikut aja," jawab Tzuyu acuh.

Mark mengangguk, kemudian berdiri dari duduknya. Memesankan dua gelas minuman kepada pelayan kafe. Sementara Tzuyu hanya melirik gerak-gerik yang dilakukan oleh Mark.

Tzuyu mengerutkan keningnya. Terlihat pelayan kafe senyum-senyum sendiri saat mengobrol dengan Mark. Itulah yang paling dibenci oleh Tzuyu. Memang Mark itu bisa dikatakan sebagai lelaki tampan, tapi seharusnya perempuan tidak boleh melihat Mark seperti itu, menurut Tzuyu.

Mark kembali duduk dihadapan Tzuyu. "Aku sudah memesan dua susu kopi kocok dengan es batu yang banyak. Kamu suka itu, kan?"

Tzuyu menghela napas, kemudian mengangguk. "Tapi kenapa kamu dekat dengan pelayan kafe tadi?"

"Aku nggak pernah bertemu dengannya. Pelayan kafe harus ramah dan pelanggan juga jangan berbuat seenaknya. Sebagai pelanggan kita harus hormati pelayan kafe."

"Bukankah sebaliknya? Seharusnya pelayan kafe yang hormat kepada pelanggan."

"Ah, kamu ini apa-apaan? Jadi maksud kamu pelanggan boleh berbuat seenaknya? Kita juga harus sopan kepada pelayan kafe."

Tzuyu mengangkat kedua bahunya. Dia melirik sekelilingnya. "Kafe macam apa ini? Sempit dan kurang mewah."

Mark membelalakkan matanya. "Menurut aku kafe ini sangat nyaman. Sepi dan tidak berisik. Makanan dan minuman di sini pun tidak kalah enak dengan kafe-kafe mahal pada umumnya. Jaga ucapan kamu, Tzuyu."

Tzuyu memutar bola matanya. "Tapi bagi aku, ini nggak biasa."

Mark memejamkan matanya, pasrah. "Terserahlah," katanya.

Tzuyu memutar bola matanya, kemudian mencolek bahu Mark. "Aku ingin bertanya."

"Ya silahkan," jawab Mark.

"Apa kamu nggak menyesal dengan hal-hal yang kamu lakukan dulu?"

Mark menatap Tzuyu dengan tatapan yang sulit diartikan. Tampak terkejut, tapi dia berusaha menormalkan raut wajahnya. "Apa yang kamu bicarakan?" Mark memejamkan matanya, kemudian menghela napas.

"Aku hanya menanyakan itu. Itu sederhana untuk dijawab. Apa kamu tersinggung dengan pertanyaannya?"

"Tzuyu..." Mark menelan ludahnya, kesal, "berhenti."

Tzuyu tersenyum miring. "Aku nggak akan berhenti sebelum kamu menjawabnya dengan jujur."

Mark terdiam. Dia melirik sekitarnya. Mendadak dia sangat gugup.

Mark terbatuk, akting. Dia hanya pura-pura batuk untuk mengalihkan suasana yang tadi terasa begitu canggung. Mark mengalihkan pandangannya pada pelayan kafe yang membawa dua cangkir susu kocok ke arah meja Mark. Mark melemparkan senyumnya yang kemudian dibalas oleh sang pelayan kafe.

Tzuyu berdecih, tak suka melihatnya.

"Terima kasih," kata Mark.

"Iya." Perempuan itu sedikit membungkukkan tubuhnya, kemudian pergi dari sana.

"Ini punya kamu." Mark mendorong cangkir kepada Tzuyu.

Tzuyu berdecak. Dia memukul pelan tangan Mark yang menyodorkan minuman kepadanya. "Kenapa kamu genit pada semua perempuan?" Tzuyu mengerutkan keningnya.

Fantasy Kingdom (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang