•04• Another Feelings

124 85 59
                                    

Aku menatap butiran-butiran air hujan yang tersisa dikaca mobil Vernon. Saat ini, Vernon mengantarku pulang kerumah. Berhubung besok hari Senin dan mau bagaimanapun aku tetap harus pulang.

"Eum, terimkasih ya," ujarku pada Vernon ketika sampai diambang pintu rumah.

"Tak masalah. Datang saja padaku tiap kali kau membutuhkan seseorang," sahutnya.

Kata-kata yang diucapkan Vernon berhasil membuat senyuman kecil lolos begitu saja dari bibirku. Aku merasa sedikit lebih tenang.

Setidaknya, aku tahu bahwa ada seseorang yang masih bisa kudatangi selain Chanyeol. Ternyata Vernon tak selalu menyebalkan seperti yang kukira. Dibalik sifat dinginnya, dia sangat baik dan perhatian, manis.

Ceklek.

Aku dan Vernon menoleh serentak kearah pintu rumahku yang terbuka secara tiba-tiba, menampakkan sosok yang saat ini sangat aku hindariㅡChanyeol.

Greb!

"Chanyeol!"

"Katakan padaku kemana kau membawa (y/n) pergi selama semalaman, sialan?!" bentak Chanyeol sambil mengcengkram kuat kerah hoodie yang dikenakan Vernon.

Vernon menatap Chanyeol sekilas dan menampik kedua tangan Chanyeol dengan mudahnya. "Bukan urusanmu," sahutnya datar sembari membenarkan hoodie-nya yang kusut karena Chanyeol.

Bughh!

Chanyeol melayangkan tinjunya kearah Vernon. "Jangan berani-beraninya kau sentuh (Y/n) lagi!"

"Chanyeol!" seruku sambil menarik baju belakangnya.

"Ap-"

Plak!

"Sekarang juga kembali kerumahmu!" bentakku padanya setelah menampar pipi kirinya.

Chanyeol memegangi pipi kirinya yang mulai memerah. "Ke-kenapa kau menamparku? Apa salahku?"

"Kalau kau masih mempunyai otak untuk berpikir, silahkan cari tau sendiri!"

Aku menarik Vernon masuk kedalam rumahku dan membanting pintu begitu saja. Tak mempedulikan Chanyeol diluar sana.

"Duduk," titahku pada Vernon sambil menunjuk sofa.

Aku segera pergi untuk mengambil kotak P3K dan air minum untuk Vernon.

Saat kembali, aku terhenti sejenak ketika melihat Vernon melepas hoodie-nya, dan hanya mengenakan t-shirt ketat berwarna putih polos yang lumayan mengekspos lekuk tubuhnya.

Vernon memandangiku dengan heran, "Kenapa?"

Dengan cepat aku menggelengkan kepala dan kembali berjalan, lalu duduk disampingnya, "Tidak ada apa-apa," sangkalku.

Rasanya sangat tidak lumrah jika mengatakan padanya bahwa aku terpesona dengan- sudahlah lupakan.

Aku segera membuka kotak P3K dan menuangkan obat merah diatas kapas, lalu menghadap kearahnya.

Everything Has Changed Where stories live. Discover now