ANTARA MARAH DAN BERSALAH

5.1K 529 32
                                    

Barra,

Aku mengamuk, tanganku bahkan terluka. Aku meninju dinding kamar ku berkali – kali. Marah sama siapa? Sama diriku sendiri tentunya.

Sejak awal mengenal Kanaya, tidak pernah dia bersikap melawan sekalipun. Dia istri yang sangat penurut. Bahkan dia selalu diam, setiap bertanya padaku, apa aku bisa pulang cepat? Dan aku menjawab 'belum tahu'.

Tapi hari ini? dia menumpahkan kekecewaannya padaku. Kali ini masalahnya berbeda, aku bukan lagi tertahan pekerjaan saja, tapi juga selingkuhanku. Ya, aku mengakui, aku berselingkuh. Harus ku sebut apa lagi?

Aku bergegas mandi, berganti pakaian, bahkan tidak sarapan. Aku meraih kunci mobilku, mengemudi seperti orang kesetanan. Aku mengemudikan mobil ke kantor Naya.

Aku menaiki lift menuju lantai 5, lantai yang biasa digunakan untuk menerima tamu. Aku menelpon Naya tidak diangkat, sepertinya dia mengabaikan teleponku.

"bisa minta tolong disambungkan ke ibu Kanaya Zetira?"

Aku menghampiri seorang receptionist

"dengan siapa pak?"

"saya suaminya" jawabku, lalu dia memintaku menunggu sambil dia menyambungkan telepon ke meja Naya.

Aku duduk disebuah sofa, sebuah pesan masuk dari Callista.

"Callista : mas dimana?"

Aku memilih tidak membalas pesan Callista, aku harus menghentikan Callista mengendalikan ku seperti ini. tapi bisakah aku? Nyatanya aku selalu terbius oleh tatapan dan rayuannya.

*****

Kanaya,

Mas Barra sedari tadi menelponku, ku biarkan saja. Aku tidak ingin menjawab, aku tidak ingin bicara dengannya. Aku kecewa, emosi.

Telepon mejaku berdering, panggilan telepon dari receptionist.

"hallo Kanaya region 1 disini"

"mbak Naya ada tamu, suami mbak Naya katanya"

Aku terpaku sesaat, mas Barra? Seumur pernikahan kami, tidak pernah sekalipun mas Barra menginjakan kaki di kantorku ini.

"oke suruh tunggu sebentar"

Aku bergegas menghabiskan roti yang tadi ku beli, aku meninggalkan rumah tanpa sarapan terlebih dahulu.

Bagaimana kalau mas Barra kesini, hanya untuk membahas masalah tadi pagi? Seorang Barra Ziyaad Rinaldi, adalah manusia yang pantang di bantah. Sikap ku tadi pagi, tentu mengejutkan untukknya. Sejak jaman pacaran, aku adalah pasangan yang manis. Iya mas.. gak apa –apa.. yaudah mau gimana lagi.. yaudah gak apa – apa... itu yang selalu keluar dari mulutku.

Mengalah, apalagi pesan dari mama ku, agar menjadi istri yang pengalah. Kunci dari rumah tangga yang adem ayem, harus ada salah satu yang bisa mengalah. Menurut mama, jelas bukan mas Barra orangnya, dia terlalu keras kepala, dan aku? Aku memang dari dulu pribadi penurut, bahkan kepada orang tua dan kakak laki –laki ku.

Pintu lift terbuka di lantai 5, aku menghampiri meja receptionist, dia menunjuk ke arah sofa yang sedang di duduki seorang pria, berkemeja biru muda dan celana hitam.

Aku menghampiri pria itu, bersiap – siap menghadapi apa yang akan dia lakukan. Aku tahu aku keterlaluan tadi pagi, aku berbalik meninggalkan nya begitu saja. Sungguh, tadi pagi aku tidak mungkin sanggup berada satu mobil dengannya.

"kenapa?" tanyaku, tanpa menyapanya apalagi menyalami tangannya seperti biasanya. Aku berdiri dihadapannya, dia yang tadinya membungkuk dengan kedua siku tangan bertopang di lututnya, mendongak ke atas menatapku.

Satu Bulan Untuk SelamanyaWhere stories live. Discover now