Chapter III

977 81 3
                                    

" Yang mulia Raja memasuki ruangan!"
" Yang mulia Putra Mahkota Gempa memasuki ruangan!"
" Yang mulia pangeran ke-2 Halilintar memasuki ruangan!"
" Yang mulia pangeran ke-3 Taufan memasuki ruangan!"
" Yang mulia pangeran ke-4 Blaze memasuki ruangan!"
" Yang mulia pangeran ke-5 Ice memasuki ruangan!"
" Yang mulia pangeran ke-6 Solar memasuki ruangan!"
" Yang mulia pangeran ke-7 Thorn memasuki ruangan!"

Apa tadi? Apa aku salah dengar? Thorn terdiam sesaat, shock akan sesuatu. Saat ia memasuki ruangan, saat itu juga Thorn tahu bahwa ia tak salah dengar.

Itu kakak! Thorn menatap keenam kakaknya dengan penuh rindu. Pangeran pangeran yang lain adalah keenam kakaknya, Gempa, Halilintar, Taufan, Blaze, Ice, dan Solar. Meski ia baru pertama kali bertemu, tapi ia sadar bahwa itu adalah keenam kakaknya.

Mata hijau muda mulai kembali nyala setelah sekian lama meredup. Kebahagiaan Thorn sangat besar hingga ia hampir tak sanggup berdiri. Rasanya ia ingin memeluk keenam saudaranya itu, tapi ia tahan karena saat ini masih banyak orang. Tapi, bagaimana jika aku tak bisa bertemu mereka lagi? Bagaimana jika aku tak diizinkan lagi bertemu mereka?

" Yang mulia pangeran, karena pangeran sudah bertemu dengan pangeran lain, mulai besok pangeran akan tinggal di istana baru bersama saudara-saudara pangeran" seolah-olah menjawab kecemasan Thorn, penasihat di samping Thorn tersenyum.

" Benarkah? Apa aku bisa tinggal bersama mereka?" tanya Thorn dengan mata berbinar-binar. Penasihat itu terbengong melihat antusias Thorn. Baru pertama kali ini ia melihat mata hijau muda itu penuh bercahaya. Padahal selama ini hanya ada tatapan kosong dan dingin dari mata itu.

" B-benar, pangeran" seketika itu juga, senyum yang telah lama hilang kembali menghiasi wajah Thorn. Ia hampir saja berteriak senang dan meloncat kegirangan jika saja tidak ada yang melihat. Thorn tersenyum senang, tanpa menyadari penasihatnya yang kebingungan karena sikapnya.

" Yang mulia pangeran, tolong ikut saya karena anda akan bertemu dengan pangeran lain" Tanpa basa-basi, Thorn langsung bangkit dan mengangguk kepala. " ayo"

Setiap langkah yang ditempuh, rasa bahagia Thorn semakin besar. Membayangkan ia bertemu dengan kakaknya membuatnya merasa sangat bahagia. Detak jantungnya semakin cepat, kebahagian begitu besar hingga rasanya ia ingin berteriak kencang.

" Silahkan masuk, yang mulia pangeran" Thorn menatap pintu yang dibuka perlahan. Napasnya tercekat melihat keenam saudaranya sedang berdiri menatapnya. Thorn tidak kuat lagi. Selepas pintu tertutup, Thorn langsung berlari dan memeluk Gempa dan Halilintar.

" Kakak! Aku kangen kalian! Kupikir...kupikir... kakak sudah mati....hiks...hiks...aku kangen kalian..aku sayang kalian....."
" Oy, apaan nih? Lepasin!"

DEG

Thorn terkejut dan secara tak sadar melepas pelukannya. Ia menatap Halilintar, yang membentaknya tadi. " Kau nih kenapa? Main peluk-peluk saja. Terus apa maksudmu kau kira aku mati, hah!!??"

" Ka...kak Hali?" Thorn menatapnya penuh keheranan. " Sudahlah, Halilintar, dia kan adik kita, yah meskipun aku juga sedikit bingung. Oh ya Thorn, lain kali jangan peluk seperti itu, kita ini pangeran dan rasanya tidak sopan bila pelukan seperti saat pertama kali bertemu"

A-apa maksudnya ini? Thorn ternganga. Ia menatap kakaknya, memastikan ia berbohong atau jujur. Meski Thorn tak mau mempercayainya, tapi Gempa mengatakan hal sejujurnya. " Kakak....kakak tak ingat aku, tok Aba, atau apapun itu?" tanya Thorn sekali lagi.

BRRAAKKK

Thorn terkejut ketika Halilintar memukul meja dengan sangat keras. Mata merah itu menatap Thorn tajam. " Hey, aku dari awal sudah tidak suka padamu, apalagi saat kau memelukku. Dan sekarang, apa yang kau bicarakan, brengsek?" Thorn tertegun ketika Halilintar menyebutnya brengsek. Ia tak pernah berpikir bahwa kakaknya akan menyebut hal seperti itu ke dia.

" Halilintar, sudahlah, jangan terlalu kasar" Gempa menepuk pundak Halilintar, yang langsung ditepis olehnya. " Hey, aku tak tahu kenapa kau mengatakan hal itu, tapi jangan pernah memancing emosi Halilintar jika kau ingin hidup" bisik Blaze ke Thorn. Thorn melirik Blaze yang sedang menatap Halilintar dengan raut ketakutan.

" Maaf, ka...G-gempa, H-halilintar, lain kali saya tidak melakukan itu" Thorn meminta maaf dengan posisi bangsawan. " Maaf, saya izin undur diri" Thorn membalik dan segera pergi. Ia berlari di lorong, tak peduli dengan orang lain.

Kenapa? Kenapa kakak tak mengenalku? Apa mereka bukan kakak? Apa hanya namanya saja yang sama?

Tidak, aku yakin mereka adalah kakak. Meski tampilannya berbeda, tapi dari dalam lubuk hatiku, aku tahu kalau mereka adalah kakakku.

Tapi, kenapa mereka tak mengenalku? Kenapa mereka mengatakan hal seperti itu?

Apakah kakak tidak ingat? Apakah kakak tidak ingat apapun sebelumnya? Tapi kenapa cuma aku yang ingat? Kenapa cuma aku yang mengingatnya? Apakah karena aku dilahirkan kembali terakhir?

BRUKKK

Thorn terjatuh, tersandung oleh batu. Ia berusaha bangkit. Tapi, tanpa ia sadari, mata hijau mudanya mengeluarkan air mata. Kenapa? Kenapa kakak mengatakan hal seperti itu? Apakah kakak benar-benar tak ingat? Tapi....mengapa.....kakak mengatakan hal sekejam itu.

Setitik air turun dari langit, disusul setitik air lainnya hingga membentuk hujan. Dalam hujan tersebut, Thorn menangis tanpa suara.

Bersambung.....

Aku Menjadi Pangeran???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang