Chapter VII

814 87 3
                                    

" Ayo kita menggabungkan kekuatan"

" Tidak!" tolak Blaze tegas. Seketika otak Thorn nge blank sesaat. " Aku juga tidak setuju" sahut Taufan.
" Kenapa?" tanya Thorn bingung. " Pokoknya tidak boleh! Tidak boleh, tidak boleh, tidak boleh!" ucap Blaze mengulang kata tidak boleh. " Tapi...." belum selesai Thorn bicara, Blaze menutup mulut Thorn.

" Pokoknya aku tidak mau!" ucap Blaze tegas. " Oy, itu jangan tutupin mulut Thorn lah" protes Taufan sambil memukul lengan Blaze. " Aduhhhh!! Iya iya, gk usah pukul juga kali" Blaze mengelus tangannya yang dipukul Taufan. " Tapi, aku setuju dengan Blaze. Aku tidak memperbolehkanmu menggabungkan kekuatan dengan Blaze!" tegas Taufan.

Thorn ingin kembali membantah, namun tatapan Taufan dan Blaze yang tegas membuatnya menganggukkan kepala meski terpaksa. Taufan tersenyum lalu mengelus-ngelus kepala Thorn. " Baiklah, karena kita masih punya waktu? Bagaimana kalau kita minum teh dulu? Sekalian aku ingin tahu tentang adikku ini" Thorn sangat terkejut, lalu ia tersenyum bahagia. Kak Ufan mulai panggil aku adik!

Setelah Taufan menyuruh pelayan untuk menyiapkan teh, mereka bertiga mengobrol bersama. Membahas apa saja yang ada di pikiran mereka. Kadang tertawa, kadang sedih, bahkan juga ribut sendiri. Pemandangan mereka sama seperti yang biasa mereka lakukan di bumi. Thorn yang menyadari hal itu, merasa sangat senang karena rencananya berhasil selangkah.

" Ngomong-ngomong, Thorn...." ucap Blaze tiba-tiba, mengingat sesuatu yang sangat penting. " Waktu pertama kali kita bertemu....kau kata kita sudah mati......maksudmu apa?" Pertanyaan Blaze membuat Thorn membeku. Ia baru ingat hal yang sangat penting. Aku melakukan kesalahan besar! Thorn diam membeku. Ia tak bisa menjawab pertanyaan Blaze. Karena jika sampai Thorn salah ngomong, hubungan mereka akan hancur berantakan!

Taufan menyadari bahwa Thorn tidak ingin menjawab, akhirnya tersenyum lalu menepuk pundak Thorn. Thorn tersadar lalu menoleh ke Taufan yang menatapnya dengan tulus. " Kalau tak ingin bercerita, tidak apa-apa kok" Taufan tersenyum lebar. " Makasih kak. Suatu saat, aku akan menceritakannya" ucap Thorn. " Iya, kamu tidak cerita pun tidak apa-apa" Taufan mengelus rambut Thorn. Tapi, mau gak mau, aku harus menceritakannya. Kehidupan pertama kita di bumi dan kematian kita....

" Woy, woy, woy, jangan kacangin aku lah, gimana seh" ucap Blaze tiba-tiba. Raut muka Blaze cemberut, membuat Taufan dan Thorn tertawa melihatnya. Keakraban mereka bertiga terlihat seperti julukan mereka sewaktu di bumi, yaitu trio troublemaker....

Malam harinya....

" Semoga malam ada menyenangkan, pangeran" Cecil menutup pintu kamar Thorn. Huffttt....capeknya, Thorn langsung melempar tubuhnya ke ranjang. Thorn menatap langit-langit kamarnya. Kupikir, kak Blaze bakal langsung menerima tawaranku. Tak kusangka kakak langsung menolaknya. Tapi gapapa, rencanaku mendekati kak Ufan dan kak Blaze sukses besar. Sekarang, aku hanya menunggu waktu untuk menceritakan semuanya. Thorn terdiam sesaat, memandang kosong langit-langis kamar. Jika aku menceritakan semuanya, apakah mereka akan percaya padaku?

Thorn menggeleng-geleng kepala. Tidak, tidak! Masalah itu bisa diurus nanti. Dan sekarang, aku harus tidur karena aku besok akan menjalankan rencana selanjutnya. Berbeda dengan rencana lain, rencana ini harus tepat waktu dan tempas yang pas. Thorn menutupi dirinya dengan selimut dan tertidur dengan senyum di wajahnya.

Di tempat Taufan dan Blaze....

" Taufan, kenapa kau ngelarang aku bertarung dengan Thorn?" ucap Blaze sambil mengambil biskuit di piring. " Kalau kau menanyakan itu, sejujurnya aku juga gak tahu" sahut Taufan. " Hah?" Blaze menatap Taufan dengan kebingungan. " Thorn itu terlihat rapuh jika diserang dengan kuat, makanya aku melarangmu tadi" Taufan menatap ke depan dengan tatapan kosong. Ia mengeluarkan isi pikirannya. " Apa sih?" tanya Blaze kebingungan. " Sudahlah, aku malas bahasnya" ujar Taufan dengan nada jengkel.

" Lalu, bagaimana denganmu? Kenapa kau tidak mau menggabungkan kekuatan dengan Thorn? Padahal biasanya kau langsung setuju jika mengenai hal pertarungan" tanya Taufan serius. Yah, meskipun kamu setuju, aku juga tidak akan membiarkannya, batin Taufan. " Alasannya sama sepertimu" Blaze mengunyah biskuit yang kelima. " Kudengar, menggabungkan kekuatan itu bisa berbahaya bagi pengguna elemen, apalagi jika kekuatan itu adalah rival kekuatannya" sambung Blaze. Dan entah kenapa, aku tidak ingin itu terjadi.

" Hmm....." Taufan kebingungan dengan kata-kata Blaze. " Sudahlah, tidak usah kau pikirkan" Blaze mengakhiri pembicaraan mereka. Ia memasuki dunianya sendiri. Taufan dan Blaze sebenarnya tahu kenapa mereka seperti itu.

Mereka berdua khawatir dengan Thorn.

Tapi mereka tak mau mengakuinya. Mengkhawatirkan pangeran lain adalah hal tabu di kerajaan. Karena itu, sebisa mungkin mereka akan menutupi perasaan itu dari orang lain khususnya raja dan pangeran lain. Tapi meskipun begitu.....

Perasaan ini tidak asing......

Bersambung....

Aku Menjadi Pangeran???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang