Chapter XVIII

1.2K 86 57
                                    

" Kak Gempa! Kak Hali! Kak Ufan! Kak Blaze! Kak Ice! Kak Solar!" Ucap Thorn gembira melihat keenam kakaknya di hadapannya. Ups, harusnya aku tidak memanggil mereka dengan sebutan kakak di depan kak Gempa dan kak Hali! Batin Thorn, rasa senangnya berubah menjadi gelisah. Namun, berbeda dengan perkiraan Thorn, mereka berdua tidak mempermasalahkan hal itu. " Thorn!" Gempa langsung menghampiri Thorn. Ia terkejut dengan kondisi Thorn yang sudah babak belur, apalagi dengan anak panah yang menancap di kedua bahunya. Halilintar, Taufan, Blaze, Ice, dan Solar yang ikut menghampiri Thorn, juga terkejut melihat kondisinya. " Sebentar, biar kucabut itu, ok?" ucap Gempa lembut. Thorn mengangguk-angguk, masih bingung atas reaksi Gempa dan Hali. Kak Hali tidak marah?

" Ukkhh!!" ringis Thorn ketika Gempa mencabut anak panah. " Eh, sakit kah? Maaf, aku akan lebih pelan" ucap Gempa merasa bersalah. Kali ini, Gempa melakukannya dengan pelan supaya Thorn tidak kesakitan.

" Apa kau bisa menyembuhkan dirimu?" tanya Gempa membantu Thorn duduk dengan lebih baik. " Aku sudah menggunakan kekuatan itu terlalu banyak, jadi aku tidak bisa menggunakan kekuatan penyembuh untuk waktu yang cukup lama" ucap Thorn, membuat Gempa, Halilintar, Taufan, Blaze, Ice, dan Solar semakin bersalah. " Apakah ini.....perbuatan mereka?" Thorn sedikit tersentak ketika Halilintar membuka suara. Ada aura hitam yang mengelilingi tubuhnya. " I-iya" kak Hali kalau sudah marah menyeramkan, batin Thorn.

" Begitu...... Kak Gempa, aku duluan. Ada sampah yang harus dibasmi. Kakak jaga baik-baik Thorn." ucap Hali sambil mengambil ancang-ancang. Eh? Kak Hali manggil Kak Gempa dengan sebutan.....kakak? " Eh, Hali! Tunggu dulu!" Sebelum Gempa mencegahnya, Halilintar sudah pergi dan menyerang musuh. " Aduh, nih anak. Bahas strategi dulu napa, main nyerang aja" gumam Gempa. " Kak Hali! Aku juga ikut!" seru Blaze menyusul Halilintar. Dan lagi-lagi Blaze sudah pergi duluan sebelum Gempa mencegahnya. " Ini juga ikut-ikutan" Gempa menepuk dahinya. " Aku juga, kak Gempa" Ice melangkah maju. " Tunggu Ice! Kita bahas strategi dulu dan...."

" Itu tidak perlu kakak" potong Ice. " Aku yakin kak Hali dan kak Blaze tahu apa yang harus mereka lakukan. Begitu juga aku. Jadi, biarkan aku pergi" Gempa menghela napas, " Baiklah" ucap Gempa pasrah. " Dan lagi....." Gempa tersentak ketika Ice bersuara kembali. " Baru pertama kalinya aku bersemangat seperti ini" untuk menghajar- tidak, membunuh mereka semua, batin Ice. Aura hitam mulai muncul di sekitar tubuhnya. Wuaahhh, baru kali ini aku melihat kak Ice marah besar, batin Thorn.

"  Gelongsor Ice!" Ice pun menyusul Halilintar dan Blaze. " Aku juga ikut mereka. Kak Gempa dan Solar jaga Thorn" Taufan menaiki SkateBoardnya, menyusul Halilintar, Blaze, dan Ice. Thorn ternganga melihat apa yang terjadi. Mereka semua.....terlihat dekat sekali. Seperti..... " Thorn? Thorn!" Thorn tersadar dari lamunannya ketika Gempa kembali memanggilnya. "Kau baik-baik saja? Apa bahumu masih terasa sakit?" Tanya Gempa khawatir.

" A-ah, t-tidak kok kak" Gempa terdiam. Ia menatap bahu Thorn yang berdarah. " Sebentar, aku obati bahumu" Thorn mengangguk pelan dan sesaat kemudian ia terkejut dengan tindakan Gempa yang menyobek jubahnya. " K-kak Gempa!?? Apa yang kakak lakukan???" Itu jubah Putra Mahkota! " Mengobatimu lah, apa lagi?" Ucap Gempa masih sibuk menyobek jubahnya. " T-tapi itu jubah Putra Mahkota! Itu tidak boleh rusak apalagi...."

" Siapa yang peduli!?" Thorn tersentak mendengar bentakan Gempa. " Siapa yang peduli jika jubah ini rusak!!?? Keselamatanmu lah yang paling penting buatku!" Thorn tidak percaya apa yang barusan ia dengar. Ia menatap Gempa yang menunduk. " Maafkan aku" lirih Gempa. " Selama ini, kau pasti kesusahan. Kau pasti sangat kesepian. Maafkan aku yang tidak bisa mengingat hal itu pada waktu pertemuan pertama kita. Maafkan aku membuatmu menjalani penderitaan itu sendirian. Aku.... benar-benar minta maaf"

Thorn menatap Gempa dengan tatapan bingung. Apa maksud.... Thorn terdiam setelah menyadari apa yang dimaksud Gempa. " Jangan-jangan..... Kak Gempa....!" Gempa menatap Thorn dengan senyum tulus. " Iya, aku dan yang lain sudah mengingat semuanya" saat itu juga, Thorn langsung memeluk Gempa dengan erat. " Syukurlah, syukurlah" ucap Thorn terisak-isak. Rasa bahagianya sudah mencapai puncaknya. Gempa tersenyum sambil mengelus lembut kepala Thorn.

Aku Menjadi Pangeran???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang