Bab 25

348 32 0
                                    

Saat kau bersama orang yang kau cintai, suasana akan terasa bebeda dan objek yang paling menarik adalah Dia.

_______________________________________

Setahun kemudian.

"Kamu kenapa sih ka, sekali aja gak mau di ajak jalan?" tanya Rara sambil mengomel kepada Atika yang sedang sibuk dengan laptopnya. Maya mendengus kesal karena lagi-lagi dia dicuekin oleh sahabatnya itu.

"Ka, kamu dengerin aku gak sih? sesibuk apasih sampai cuekin aku!" kesal Maya lalu ikut duduk di samping Atika. Rara mencoba melihat apa yang sedang di lakukan oleh sahabatnya itu. "Cara mendiamkan orang yang suka sekali berbicara" ucap Maya mengeja kata-kata yang ada di laptop Atika.
"tutup aja mulutnya pake cabe kali ka, gak usah pake cari di google segala" usul Maya. Atika mengangguk setuju dengan apa yang di bilang Maya. Pada detik selanjutnya, Maya menoleh dan menatap Atika dengan mata melotot "kamu nyindir aku ya ka? kamu bilang aku banyak bicara?", Atika tertawa kecil mendengar Maya. "yaa habisan dari tadi kamu ngomel terus, ya aku cari cara di google dulu gimana cara buat kamu diam" ujar Atika. "ya lagian dari tadi aku di cuekin terus" balas Maya sewot. "udah yuk pulang, kak Arif udah mau sampe." ucap Atika meninggalkan Maya yang masih duduk terdiam. Atika menoleh ke belakang karena Maya tak kunjung berdiri "May, ayoo" ajak Atika. "iya-iya ustadzah" ucap Maya.

"Ka, ngomong-ngomong semenjak kamu tinggal di rumah kak Arif, dia baik gak?" tanya Maya penasaran. Atika mengangguk sambil tersenyum. "baik banget" jawab Atika. Maya ikut tersenyum mendengarnya. "oh iya, hubungan kamu sama Kak Yusuf sekarang gimana?" Atika mengangkat alisnya bingung "hubungan maksudnya?" tanya Atika bingung.
"maksudnya hubungan kamu sama keluarganya gitu, sama Pak Abdul, Kak Yusuf dan... Rahman?". Atika sedikit berpikir "baik, aku masih ketemu sama mereka, kecuali Rahman. Dia lagi di luar negri" jawab Atika. "eh.. itu kak Arif, aku duluan ya May. Assalamualaikum" pamit Atika. "Waalaikumussalam, cepet banget kalo udah liat kakaknya" ucap Maya bersungut-sungut, lalu berjalan ke arah mobilnya.

Arif tersenyum melihat Atika di sampingnya "Assalamulaikum kak" ucap Atika sambil menyalimi tangan Arif "waalaikumussalam, udah lama nunggu?" tanya Arif, Atika menggeleng sebagai respon. "yaudah, kita ke bandara dulu ya" ucap Arif membelokkan mobilnya. Atika menatap Arif bertanya "mau ngapain?" tanya Atika."jemput teman" jawab Arif yang dibalas anggukan oleh Atika.

Sesampainya di bandara Arif meminta Atika untuk menunggu di dalam mobil saja. Tidak sampai sepuluh menit, akhirnya Arif kembali bersama seseorang yang membuat Atika terpaku. "Hh..hai" sapa Rahman tersenyum kaku ke arah Atika. "eh, hai" balas Atika. Arif tersenyum melihat suasana di antara mereka yang terlihat canggung. Terakhir Atika dan Rahman bertemu adalah setahun yang lalu saat di pemakaman Hani. Setelah itu mereka tidak pernah bertemu lagi karena Rahman kembali ke luar negri untuk kuliah.

"nama kalian berdua itu lucu lho, Rahman dan Atika. Kayak nama pasangan zaman nabi dulu. Kebetulan apa takdir ya?" ujar Arif membuat Atika menatapnya sinis, Arif membalas tatapan Atika dengan menaik turunkan kedua alisnya menggoda. Rahman yang duduk di belakang hanya tersenyum melihat kedua kakak beradik itu. "Man, lo gak nyadar gitu?" tanya Arif. "nyadar sih.., tapi gimana lagi" jawab Rahman, Atika hanya diam tidak ikut menanggapi. "gimana apanya? jangan-jangan lo suk.. aduh" rintih Arif saat mendapat cubitan dari Atika. Rahman tertawa kecil melihatnya, Atika yang dulu sangat berbeda dari yang sekarang. Jika dulu Atika hidup dengan banyak penderitaan, sekarang malah sebaliknya. Itu membuat Rahman sedikit lega. walaupun dulu dia sedikit marah saat tau bahwa Atika tinggal bersama ayahnya. Tapi Rahman yang sudah berfikir dewasa sadar, bahwa Atika juga butuh kasih sayang dari sosok keluarga yang sebenarnya.

"Man, siap kuliah lo mau kerja?" tanya Arif mengisi suasana yang tadi hampir kembali hening. Rahman mengangguk "kayaknya iya, gue mau kerja di perusahaan papa sih, tapi kata papa semua itu terserah keputusan gue", Arif mengangguk mengerti. "papa lo aneh ya, dia punya perusahaan tapi kok malah jadi kepala sekolah?" Rahman tertawa kecil mendengarnya. "yaa mungkin papa gue gak mau kerja yang berat-berat banget, makanya tu perusahaan dia kasih kepercayaan sama om gue, adiknya papa" ujar Rahman yang lagi-lagi di balas anggukan oleh Arif. "daripada bahas pekerjaan, lebih baik kita ngebahas kapan lo lamar adik gue" ucap Arif membuat Atika melongo dan mencubit lengan Arif kembali.

~~~~

Atika menyalimi tangan Astrid sesampainya di rumah. "ma, lihat nih lengan Arif udah merah di cubitin Atika" rengek Arif mengadu kepada Astrid. "kak Arif kan nakal" balas Atika. "emang kamu apain Atika?" tanya Astrid. "Cuma tadi ngobrol sama Rahman, ngebahas tentang__" kata-kata Arif terjeda saat mendapat lemparan bantal sofa dari Atika. "tentang apa?" tanya Astrid. Arif menatap Atika yang juga sedang menatapnya sinis. "gak kok ma, tadi iseng jailin Atika" jawab Arif dengan cengirannya. Astrid hanya menggelengkan kepala mendengarnya. "kamu udah gede masih aja jailin Atika, lebih baik kamu cari calon mantu buat mama sana!" perintah Astrid yang membuat Atika mengangguk setuju, Arif hanya menanggapi dengan malas.

Malam ini terasa begitu damai, bintang terlihat bersinar lebih terang dari sebelumnya. Begitulah perasaan yang akan di rasakan oleh seseorang yang bahagia. Dunia akan terasa berbeda jika dilihat. Pertemuan singkat tadi sore masih teringat di kepalanya. Walaupun tidak saling berbicara, tapi itu membuat ia bisa melepas sesuatu yang sudah lama terpendam. "Ya Allah, bagaimana mungkin aku merelakannya jika setiap harinya aku selalu melihat bayangannya. Bagaimana mungkin aku bisa menjaga hatiku, jika hatiku sendiri ada padanya" ujar Rahman menatap langit.

tok..tok.. Suara ketukan pintu membuat Rahman menoleh dan melihat Yusuf berdiri di daun pintu dengan senyuman yang selalu menenangkan jika dilihat, "masuk aja bang". Sahut Rahman dari balkon.
Yusuf kembali menutup pintu, lalu menghampiri Rahman. "gimana kuliah di sana?" tanya Yusuf. "bagus, aku jadi semakin bersyukur karena di beri kesempatan dapat menuntut ilmu di negri orang" jawab Rahman. "kamu ingat gak waktu dulu papa mau ajak kamu ke luar negri dan kamu nolak" Rahman sedikit tertawa mendengarnya"ingat, waktu itu aku gak mau dan selalu menolak jika papa mau ajak kita ke luar negri" jawab Rahman. "karena alasannya kamu gak mau ninggalin rumah karena disini banyak kenangan mama", ucap Yusuf. "Karena hanya rumah ini satu-satunya yang bisa membuat aku merasakan kehadiran mama. Walaupun aku gak melihatnya secara langsung" lanjut Rahman.

Yusuf menepuk bahu Rahman sebagai tanda semangat. "sekarang udah beda bang, aku gak mau berdiri di satu tempat, karena ada mimpi yang harus aku capai dan itu juga untuk mama yang sudah mau berjuang melahirkan aku di sini". Yusuf tersenyum mendengarnya. Dia merasa bangga melihat Rahman yang sekarang, Rahman yang begitu jauh berbeda dari yang dulu. Dan awal perbedaan itu tumbuh ketika hadirnya sosok wanita. Wanita yang sama-sama mereka sukai.

🌻سَهَّلَ اللهُ لَنَا خَيْرًا حَيْثُمَا كُنَّا-

Rahman Atika||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang