Bab 28

398 28 0
                                    

Jika awalnya aku berubah demi Dia, Sekarang aku akan berubah demi Sang penguasa Alam.

---

Rahman menatap kafe yang beberapa langkah lagi akan ia masuki. Dia tersenyum saat melihat para sahabatnya duduk bercengkrama dari luar kaca kafe. Reza yang melihatnya dari dalam pun melambaikan tangan isyarat menyuruhnya untuk bergabung. Rahman menganggukkan kepalanya dan berjalan masuk.

"Ntu dia orang yang di tunggu-tunggu. Lo telat 5 menit dengan artian kalau lo bakal traktir kita-kita" ucap Refan tersenyum lebar. Reza refleks menoyor kepala Refan karena saking kesalnya dengan sahabatnya itu.

"Gak usah di dengerin ni anak curut man, lo duduk manis aja" timpal Reza. Rahman hanya tersenyum simpul dan duduk di samping Ravi yang sedang asik bermain game.
"Jadi kapan lo mau balik ke luar negeri?" Tanya Reza to the point.
"Semingguan lagi mungkin" jawab Rahman yang di balas anggukan kecil oleh Reza.
"Emangnya di sono temen lu lebih asik dari kita-kita?" Tanya Refan sambil menyeruput orange jus. Rahman menggelengkan kepalanya.
"Gua cuma..mau menyibukkan diri" ujar Rahman sambil menundukkan kepalanya.  Reza dan lainnya saling bertatapan, bingung melihat sikap Rahman yang tak biasa.
"Lo ada masalah? Kalo ya kita mungkin bisa bantu" ucap Refan. Rahman menatap ketiga sahabatnya lalu tersenyum samar.
"Bokap mau jodohin Yusuf sama Atika" ucapnya.  Hening..  Reza dan Refan menatap Rahman yang tertawa sumbang. Ravi yang tadinya asik dengan gadgetnya pun ikut menatap Rahman.
"Lo serius?" Tanya Refan dengan nada tidak percaya.
"Ngapain gue bohong".
"Sebenarnya mereka emang cocok, gak salah bokap gue jodohin mereka" lanjut Rahman.
Reza tau bagaimana perasaan Rahman. Kehilangan. Kehilangan sebelum sempat memiliki.
"Berarti Bokap lo gak tau kalo lo_" Rahman menggeleng cepat memotong pembicaraan Refan.
"Gue ga pernah kasih tau".

"Man.. harusnya lo kasih tau dari dulu, mungkin sekarang lo yang di jodohin sama Atika" ucap Refan.
"Kalo gue kasih tau pun jika kita emang gak jodoh gue bisa apa?".
" Lo bener, jodoh emang bukan kita yang ngatur. Gue yakin lo bakal dapat yang lebih baik. Gak cuma dia yang ada di dunia ini. Masih banyak kok cewek baik-baik." Ujar Reza menyemangati. Rahman tersenyum, rasa berat yang menindihnya kini terasa ringan saat sahabatnya menasehatinya.

"Sebaiknya lo pergi ke masjid, minta solusi sama Allah. Mungkin kita cuma bisa kasih lo suport doang. Tapi Allah punya keajaiban Man. Lo gak boleh patah semangat. Oke" lanjut Reza. Rahman tersenyum sambil mengangguk mantap
"Makasih Za, Ref, Vi. Kalian masih ada untuk gue".
Reza, Refan dan Ravi mengangguk.
"Kita bakal selalu ada buat lo, kapan lo butuh kita, tinggal call we" ucap Refan.
"Iya Man, gue juga siap bantuin lo" timpal Ravi.
"Yee.. sok sok bantu lo. Ngasih bunga ke cewek aja kaga bisa lo Vi ...Vi" seru Refan.
"Cewek itu gak perlu di kasih bunga, langsung di kasih Mahar aja" balas Ravi.
"Idihhh... Sok iyes Lo" ucap Refan.
Reza dan Rahman hanya tertawa melihat mereka. Entah kenapa Ravi meladeni ucapan Refan, biasanya dia selalu acuh tak acuh.

Refan memanggil pelayan untuk memesan orange jus satu lagi.
"Buat Rahman ya Fan?" Tanya Reza.
"Ya enggaklah, buat gue kali. Kan gue yang mesen" balas Refan dengan nada yang terdengar menyebalkan.
"Punya temen not have akhlak" ucap Reza.
Rahman tertawa melihatnya.
"Alahhhh baperan. Canda doang Za. Masa iya gue tega liat Abang ustad kehausan" ujar Refan yang di balas tatapan jijik oleh sahabatnya.

Setelah pelayan datang Refan tersenyum manis ke arahnya sehingga membuat pelayan itu tersipu malu.
"Dari dulu kaga berubah-ubah lo ya" ucap Reza.
"Gue heran ama ini anak, kerjanya cuma masalahin idup gua. Lo cemburu?"
"Eh curut ..gue masih normal" ketus Reza.
"Makanya shut up!".
Rahman geleng-geleng kepala melihat tingkah laku sahabatnya itu. Ravi juga mulai cuek dan kembali sibuk dengan gadgetnya.

~~~

"aku bantu masak ya" ucap Arif mengambil pisau dan bawang yang berada di samping Atika. Atika mengernyitkan dahi melihat Arif. Dia sedikit ragu jika nanti Arif akan terluka. Lagian kenapa dengannya tumben sekali bantu-bantu di dapur. Astrid yang sedang mencuci sayur memandang remeh putranya itu.
"Emang bisa kak?" Tanya Atika dengan nada tak yakin. Arif tersenyum bangga meladeni.
"Heh..Ini mah gampang, bawang doang"jawabnya meyakinkan. Arif mulai mengambil ancang-ancang untuk memotong bawang. Mengupas kulitnya saja Arif terlihat sulit apalagi memotongnya.
Lama-lama matanya mulai perih karena kelamaan memotong bawang merah. Arif bersungut-sungut menahan air matanya. Atika yang tidak tega pun mengambil alih pekerjaan itu.
"Biar aku aja yang motong kak, liat tuh mata Kaka udah merah gitu" ujar Atika. Arif menghapus air matanya yang malah jadi tambah perih.
"Aduh kak, tangannya kan kena bawang.. kenapa di usapin ke mata?" Seru Atika setengah berteriak. Arif menyadari kegoblokannya lalu berlari ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Astrid tertawa melihat putranya itu.
"Kakak mu itu sok sok-an bantu masak, motong bawang aja nggak beres. Bisa ancur ni dapur kalo dia yang masak" Atika hanya tertawa kecil.
"Dulu sering kayak gitu juga ya ma?" Tanya Atika penasaran.
"Enggak juga, soalnya waktu Hani masak dia bakal sok bantuin tapi Hani nolak. Dia gak mau masakannya hancur gara-gara Arif" terang Astrid sambil tertawa sumbang. Atika tersenyum mendengarnya. Jika sudah menyebut nama Hani, Astrid akan mati-matian menahan air matanya.
"Ma.. Hani pasti senenggg banget punya mama, kak Arif dan Ayah yang pengertian dan sayang banget sama dia." Ujar Atika.
"Maafin mama ya Ka, sebelumnya mama gak berusaha keras nyari kamu. Andai aja dari kecil mama ketemu kamu, pasti kamu gak akan kesepian" ujar Astrid sedih.
Atika tersenyum tulus "Allah punya rencana yang lebih baik ma, Buktinya sekarang Atika ada di sini masak sama Mama".
Astrid memandang haru Atika. Dia sangat menyayangi gadis itu. Seperti halnya ia menyayangi Hani.

"Oh iya, kamu tau gak Arif itu suka banget sama jengkol" ujar Astrid.
"Oh yaa? Kok Atika gak tau ya?" Herannya.
"lain kali kalo ngomong ama dia jangan deket-deket yaa.., bauk. Makanya dia gak dapet cewek, gak ada yang mau"canda Astrid sehingga membuat mereka berdua tertawa.

Arif mengusap handuk pada wajahnya lalu menatap Atika dan mamanya yang sedang sibuk memasak sambil tertawa. Arif tersenyum melihat suasana itu, semenjak kedatangan Atika di rumahnya, kesedihan akan kepergian Hani perlahan pudar.
"Terimakasih sudah hadir".

"Asik banget ngobrolnya, Arif juga mau kali di ajak becanda sambil masak" ucap Arif menghentikan percakapan Astrid dan Atika.
"Makanya cari istri biar gak kesepian." Ledek mamanya. Arif cemberut mendengar mamanya.
"Belum ada yang cocok" Jawab Arif berjalan mengambil air minum.
"Kalo kamu nyari yang cocok gak bakal ketemu Rif, Semua orang itu di pasang-pasangkan oleh Allah untuk saling melengkapi." Ujar Astrid yang di setujui oleh Atika.
"Maksudnya bukan gitu ma, Arif cuma mau nyari pekerjaan yang ngejamin hidup Arif ke depannya"
" Nah itu, waktu kamu sibuk nyari kerjaan. Harusnya ada orang yang mau nemenin kamu dari nol"
"Terserah mama deh" ucap Arif mengalah.
"Dari pada mama nyuruh Arif buat nyari istri. Sebaiknya Atika tuh yang mama jodohin sama Rah_" Tok Tok Tok..
Ucapan Arif terpotong karena suara pintu di ketuk.
"Siapa ya, Rif.. kamu buka pintunya sana!" Pinta mamanya. Arif beranjak dari kursinya dan berjalan ke ruang tengah.

"Maya?"
"Assalamualaikum kak, Atika nya ada?" Tanya Maya. Arif menjawab salam lalu menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan Maya masuk. Maya tersenyum lalu masuk menghampiri Atika yang sedang sibuk di dapur.
"Eh Maya" seru Astrid yang di balas anggukan oleh Maya.
" Halo Tante, Kak Arif bilang Atika dan  tante ada  disini tadi,jadi di suruh langsung ke sini aja" ujar Maya tersenyum.
"Iya Maya, Ini tante sama Atika lagi masak. Kamu duduk aja dulu ya"
"Iya may, kamu tunggu bentar ya" timpal Atika yang di balas anggukan oleh Maya.

Tidak lama setelah itu Atika menghampiri Maya yang sibuk mengutak-atik handphone-nya.
"Udah lama nunggu?"tanya Atika.
"Enggak kok, aku mau bicara sama kamu Ka"
"Tentang apa May?"
"Tentang Rahman".

***

  🌻سَهَّلَ اللهُ لَنَا خَيْرًا حَيْثُمَا كُنَّا-

Rahman Atika||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang