BAGIAN 4

26.3K 3.1K 632
                                    

Entah pilihan ini tepat atau tidak untuk Wendy. Malam ini ia membiarkan Mark sendiri berada di tempat Haechan, entahlah ia hanya takut jika mereka menolak dan perlakukan Mark buruk.

"Sayang, apa benar tak apa meninggalkan Mark sendirian di sana?" Tanya Wendy kembali, entahlah ini sudah berapa kian kalinya ia bertanya.

"Wendy-ah percayalah. Mark mampu menjaga dirinya. Jika kau tidak yakin, besok pagi kau dapat menjemputnya." Wendy pun terdiam dan mengangguk paham. Wendy hanya mencemaskan Mark, itu saja. Tidak lebih.

.

.

Mark saat ini berada di kamar Haechan. Ia menolak untuk makan bersama, bukan menolak melainkan tidak mampu untuk bersama sehingga Haechan kini harus membawakan makanan dan minuman untuk Mark.

"Makanlah." Ujar Haechan menyerahkan sepiring nasi dan beragam lauk disana. Mark menerimanya. Setelah itu Haechan meletakan segelas air pada meja nakas dekat tempat tidur.

"Te-terima kasih Haechanie." Ujar Mark dan segera melahap makanan tersebut. Haechan hanya diam dan menghela kan nafas beratnya. Namun, setelah itu Haechan duduk di samping Mark.

"Mengapa tidak ikut makan bersama saja? Appa dan Eomma sempat menyalahkan ku karena kau tak ada tadi." Ujar Haechan. Mark hanya tetap melanjutkan makannya, Haechan melirik Mark, ia pun melihat wajah polos Mark yang tengah begitu tenang memakan makanan yang ia berikan. Tanpa Haechan sadari ia telah lama menatap Mark, wajahnya begitu membuatnya tenang. Entahlah, ia pun sempat berpikir Mark pun tak sepenuhnya salah akan pernikahan ini.

Mark meletakan piringnya dengan nasi yang tersisa di meja nakas dan mengambil air pada gelas yang telah Haechan siapkan.

"Sudah?" Tanya Haechan. Mark pun mengangguk. Haechan beranjak dan mengambil piring serta gelas kotor tersebut.

"Haechanie mau kemana? Haechanie tidak akan pergi lagi kan?" Tanya Mark dengan wajah penuh kecemasan. Haechan pun menoleh.

"Aku hanya meletakkan ini ke dapur, kau tak usah cemas." Mark menunduk dan tersenyum mengerti. Ia sangat takut Haechan kembali pergi darinya, Bagi Mark, Haechan adalah segalanya saat ini.

.

.

Seoul, Agustus 1999

Ten menatap beberapa dokter yang tengah sibuk akan aktivitasnya. Bahkan ia sempat mendengar operasi telah dilangsungkan untuk Jung Jaehyun dan sang Istri, tetapi na'as nyawa wanita muda itu menghilang sebelum menatap bayinya.

Tangisan keluarga terdengar begitu memilukan, bahkan Ten tak kuat untuk melihatnya. Bayi yang baru saja di selamatkan para dokter sangat lemah, bahkan bayi tersebut harus menerima beberapa alat bantu medis untuk dirinya bertahan. la harus bagaimana? Ten kembali ke kamar rawat anaknya. Ia meraba suhu tubuh sang bayi yang berusia sekitar sebulan tersebut. Syukurlah suhu tubuh bayinya sudah kembali normal.

"Sembuhlah Haechanie. Eomma sudah tidak kuat untuk melihat ini semua." Ten hanya menahan rasa takut pada dirinya. Ia takut apabila polisi tahu dan menangkap sang Suami, ia pun takut karena ia baru saja membuat sebuah keluarga celaka.

.

.

Johnny menghampiri sang istri yang masih saja terdiam. la tahu, saat ini ia pasti memikirkan Haechan, Mark, dan kejadian 27 tahun silam.

"Masih memikirkan kecelakaan itu hm?" Tanya Johnny. Ten pun melirik sekilas sang suami.

"Aku takut jika Jaehyun tahu. Aku takut ia kembali mempermasalahkan hal ini. Bagaimana pun kecelakaan itu telah menghilangkan nyawa istrinya dan membuat Mark seperti ini." Ya, Ten sangat takut akan semua hal itu. Johnny hanya menghela nafasnya. Ia pun membelai rambut sang istri dan mengecup kening sang istri agar ia bersikap tenang.

Mianhae, Because I'm Idiot [Markhyuck]✔Where stories live. Discover now