BAGIAN 11

27.3K 2.7K 678
                                    

Rasanya begitu sakit melihat ia menangis. Mengapa aku seperti ini? Mengapa aku tidak pernah mampu menahan emosi?
.


.

Mark mendekati Haechan, ia pun segera mencari kotak obat. Mark nampak begitu panik, apa yang harus ia lakukan. Haechan tak boleh terluka, jika Haechan terluka, anak-anaknya pun pasti terluka, begitulah yang Mark ingat akan ucapan dokter.

Haechan menggapai tangan Mark. Kepalanya terasa pusing bercampur rasa sakit akibat lukanya. Mark melirik Haechan. Ia takut Haechan marah akan ulahnya.

"Ma-maaf. A-akan Markie carikan obat." Ujar Mark cemas. Haechan mendekat bahkan ia pun memeluk tubuh Mark yang bergetar. Haechan tahu Mark sedang ketakutan saat ini, Mark pun dalam kondisi emosi yang sangat tak terkontrol sebelumnya.

"Hae-Haechanie bi-biar Markie carikan obat." Gagapnya, Haechan semakin mengeratkan pelukannya terhadap Mark. Perlahan tubuh Mark tak gemetar, Haechan menjatuhkan air matanya. Jeno benar-benar keterlaluan, ia mengakali Mark menjauhi Haechan dengan cara kotor seperti ini.

Setelah Mark lebih tenang, Haechan melepaskan pelukan tersebut, ia menatap Mark dalam, jujur saja sakit ketika Mark termakan omongan Jeno.

"Chanie sayang Markie." Ujar Haechan. Mark terdiam. Benarkah? Batin Mark.

"Tetapi Jeno-ssi mengatakan, Haechanie mencintai Jeno-ssi." Sakit. Ya, bagaimana Mark mempercayai dirinya?

"Markie percaya hn?" Tanya Haechan. Sekali lagi Mark terdiam. Haechan hanya tersenyum kecut melihatnya. Haechan meraih tangan Mark dan meletakan tangan tersebut pada perut ratanya.

"Di dalam sini bukti bahwa Chanie mencintai Markie. Jeno hanya masa lalu Chanie. Markie ingin melihat anak-anak bersedih karena ini?" Tanya Haechan. Mark pun menggelengkan kepalanya, Haechan tersenyum simpul. Tangannya masih menuntun Mark untuk membelai perutnya.

"Chanie tahu, Chanie pernah jahat pada Markie, tapi asal Markie tahu, saat ini Chanie sangat sayang Markie. Chanie pun tahu, Chanie jahat karena semua kesulitan Markie karena Chanie. Chanie memang jahat-.. hiks-.. tetapi saat ini percayalah, Chanie tulus mencintai Markie. Chanie tidak ingin kehilangan Markie." Mark hendak menyela ucapan Haechan, tetapi Haechan menahannya.

"Markie tahu? Bagaimana perasaan Chanie saat tahu Chanie dapat hamil? Dan ini anak Markie? Chanie sangat senang, rasanya semua rasa lelah dan sakit Chanie hilang saat tahu di dalam sini ada anak kita. Anak-anak Markie dan Chanie. Percayalah, Jeno hanya masa lalu." Haechan mengalirkan air matanya. Jujur saja ia sakit ketika Mark tak mempercayai dirinya. Mark mengusap air mata Haechan, rasanya semakin sakit melihat Haechan menangis seperti ini.

Mark mencium bibir Haechan dengan lembut, Mark ingat dengan cara ini Haechan dapat menghentikan tangisannya. Haechan mencengkeram kuat kemeja Mark, ia membalas ciuman Mark, Haechan tak pedulikan kembali air matanya yang terjatuh. Untuk saat ini Haechan hanya ingin Mark mempercayai dirinya.

.

.

Jaehyun perlahan membuka matanya, tubuhnya terasa kaku, kepalanya pun terasa begitu berat.

Jaehyun menatap sekitar. Putih, aroma obat-obatan pun tercium jelas. Sudah berapa lama ia disini? Ia pastikan cukup lama, karena selama ini ia mendengar suara orang-orang yang selalu menemaninya.

Jaehyun menghela nafasnya. Sudah dua kali ia lepas dari maut.

.

.

Mark memasangkan plester pada luka di pelipis Haechan. Untunglah hanya luka ringan.

"Terima kasih Markie." Ujar Haechan. Mark pun menunduk. Ia meremas tangannya sendiri.

Mianhae, Because I'm Idiot [Markhyuck]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang