HOPE | 5

132 21 3
                                    

"Detik itu dia bersikap manis, masih detik itu juga dia menjatuhkannya dengan ucapan yang sadis."

"Selamat malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat malam. Selamat datang di Universe Cafe, ada yang bisa saya bantu?"

"Saya pesan sausage fried rice dan sour plum tea," ucap seorang wanita dengan gaya elegan khas orang kantoran.

Shagita tersenyum lebar, mengetikkan pesanan pelanggan tersebut lalu menyebutkan nominal uang harus dibayar. Wanita itu memberikan dua lembar uang seratus ribuan. 

Segera Shagita menerimanya lalu memberikan kembalian beserta struk.  Kemudian dia menjepit catatan kecil di tali yang menggantung aesthetic agar pesanan bisa diproses oleh barista.

Malam ini seperti malam-malam sebelumnya, kafe tampak ramai diisi oleh berbagai kalangan. Kebanyakan oleh anak muda yang senang nongkrong ditemani kafein favoritnya masing-masing. Namun tidak menyangkal adanya orang dewasa yang mampir sepulang kerja atau sekadar sengaja mampir ke sana mengingat letak kafe Universe yang sangat strategis. 

Kafe itu mengusung konsep industrial. Dindingnya berupa batu bata yang dibiarkan terekspos tanpa lapisan semen lagi, hanya dilapisi cat berwarna putih. Di beberapa sudut terdapat tanaman yang dirawat sedemikian rupa sehingga keberadaannya cukup menyegarkan mata. Plafon ditutup menggunakan kayu-kayu berwarna natural. Meja-meja disusun, ada yang panjang hingga bisa memuat sepuluh orang ada juga yang hanya memuat untuk empat orang dan juga dua orang, cocok untuk orang yang sedang berkencan. Kafe Universe ada dua lantai, di jalan menuju tangga terdapat sebuah jendela besar. Pencahayaannya cukup saat siang untuk sebagian orang yang datang untuk berfoto-foto ria. Kafe Universe sangat hangat dan nyaman.

Shagita bekerja di bagian depan, menerima pesanan. Tentu tidak mudah mendapat pekerjaan ini mengingat dia belum lulus SMA. Namun berkat kemurahan hati pemiliknya, Shagita diberi kesempatan untuk bekerja disana. Cewek itu belajar dan beradaptasi dengan cepat. Senyum lebar selalu tercetak jelas di wajahnya, melayani dan menyambut pelanggan dengan ramah hingga membuat mereka betah.

Karena masih SMA, pemilik kafe memberikan keringanan untuk Shagita. Dia bekerja dari pukul lima sore sampai sepuluh malam--meski kafe tutup pukul dua belas teng, kadang lebih jika sedang banyak pengunjung--berlaku dari hari Senin sampai Jumat. Saat weekend, Shagita bekerja dari pagi sampai pukul sepuluh malam, tentu saja. Pemiliknya mengerti kondisi Shagita, dia anak remaja jadi tidak boleh pulang terlalu malam.

Harusnya, saat ini dia sudah angkat kaki dari sini. Jam tangannya menunjukkan pukul sepuluh lebih lima belas menit tapi orang yang biasanya mengganti sif dengan Shagita tidak kunjung datang. Angga pun sama. Biasanya cowok itu sudah nangkring di parkiran, duduk menyandar di motor sport hitam kesayangannya sambil memutar kunci motor, sesekali mendelik sinis pada Shagita karena bosan menunggu terlalu lama. Sekarang, kemana dia?

Shagita menggigit bibir bawahnya gugup. Sebuah tepukan di pundaknya hampir membuatnya melayangkan bogeman pada siapapun yang mengagetkan jantungnya. Saat dia berbalik, Gio berdiri dengan tampang datar, lebih datar dari Angga. Tangannya membawa pesanan yang Shagita sebutkan tadi. Gio adalah salah satu barista kafe Universe.

HOPE [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang