Want

1 0 0
                                    

"Heh, bangun." Sean mengacak rambut Reysha yang masih tidur.

Reysha menggeliat sebentar lalu menarik selimutnya. Padahal udara hangat begini tapi pakai selimut, aneh. "Rey."

"Berisik, apaan sih?!" Sambil menyingkirkan tangan Sean yang mulai menarik-narik kecil rambutnya.

Menghela napas sebentar, Sean memajukan tubuhnya. "Beneran nggak mau bangun?"

Reysha langsung membuka matanya lebar setelah mendengar suara Sean yang berat dan terasa dekat. Reysha langsung bangkit dari tidurnya dan mendorong wajah Sean. "Apa sih, jangan aneh-aneh ya!"

Sean menegakkan tubuhnya sambil tertawa. Reysha masih memegang jantungnya yang berdegup kencang. Bisa-bisanya wajah mereka tadi sangat dekat, hidung mereka hampir bersentuhan. Reysha beristighfar dalam hati. "Makanya jangan kebo!" Sean masih tertawa.

"Kamu ngapain di sini? Nana mana?"

"Bangunin kamu buat mandi, Nana lagi buat cemilan di dapur sama bibi." jawabnya cepat.

"Oh."

"Mandi sana, udah mau maghrib ini."

"Yaudah, makan dulu baru mandi."

"Sholatnya?"

Reysha berkedip dua kali sebelum menjawab, "Habis mandilah biar dalam keadaaan bersih."

"Kelamaan, nggak tepat waktu." Sean berdecak.

"Nggak, nanti cepat kok. Udah kan, sana pulang."

"Dih, ngusir?"

"Iya, kenapa nggak terima?"

"Terima aja kalau kamu yang ngusir." Sambil bangkit dari duduknya.

"Eh?"

"Aku ada urusan bentar. Nanti aku balik bawa cemilan buat kamu."

"Oh, aku kira kamu marah. Nggak usah, Nana kan buat cemilan."

"Oh, ok. Aku pergi dulu." Setelah mencium kening Reysha, barulah Sean melangkah keluar kamar dan pergi dengan motornya.

***

Setelah membuka semua kotak barang yang ia beli, Renata merebahkan diri diatas kasur. Barang-barang dan sampah dari bungkusnya masih berserakan, ia biarkan terlebih dahulu. Sebenarnya uang SPP dari bulan kemarin tidak ia bayarkan karena ia gunakan untuk membeli jaket dan helm baru. Makanya dia dipanggil oleh pihak tata keuangan sekolah. Jika orang tuanya dipanggil, habislah dia ketahuan mengambil uang bayaran.

Sambil menerawang langit, ia bergumam pelan. "Apa minta aja sama Aska ya? Tapi..." tentu saja aneh. Pasti Aska akan marah lagi padanya.

Ting tong

Renata bangkit dari rebahannya dan membukakan pintu. Oh, baru aja diomongin. "Masuk, Ka."

Seperti biasa, Aska langsung duduk diatas sofa berwarna abu-abu dan menyalakan televisi. Renata membuatkan minum lalu menemaninya. "Kamu kenapa cemberut?" Aska memulai pembicaraan, setelah melihat raut wajah gadisnya begitu suram.

"Uhm, gapapa."

"Kenapa, bilang aja. Butuh apaan?"

Renata membasahi bibirnya sebelum berkata, "Aku boleh minta duit nggak?"

"Berapa? Buat apa?"

"Setengah juta, buat perlu."

"Perlu apa?"

"Ya, biasa perempuan." Sambil tersenyum manis.

Melihat itu, Aska merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan dompet. Mengambil lima lembar uang seratus ribuan dan diletakkan diatas meja. "Udah, jangan cemberut gitu. Nih uangnya, ok?"

Better With SeanWhere stories live. Discover now