In here

1 0 0
                                    

Sepulang sekolah, Reysha dan Nana mampir ke UKS untuk membantu Elta membawa barang-barangnya dan mengantar Elta sampai mobil jemputannya. Namun di tengah jalan, Elta menolak dan berkata, "Gue boleh ke rumah lo aja, Rey?"

"Uhm, boleh sih. Tapi gue nggak tau cara ngerawat orang sakit."

"Gue bisa kok, Rey, sama bibi juga." Nana menyahut. "Lo nggak pulang ke rumah aja kenapa?"

Elta tidak langsung menjawab. Dia terlihat berpikir lalu berkata, "nggak ada Mamah di rumah, Papah sibuk kerja juga jadi sama aja nggak ada yang ngerawat gue di rumah."

"Tapi... lo gimana tidurnya?"

"Gue... kasih gue obat tidur aja nggakpapa, pliis."

Melihat kondisi Elta yang sepertinya putus asa entah kenapa, akhirnya Reysha menyetujuinya. Elta satu mobil dengan Nana. Meski satu rumah sekarang, namun Nana memakai mobil antar-jemput milik orang tua Reysha, karena Reysha tetap membonceng Sean. Sean tidak mau sekolah jika Reysha tidak membonceng katanya. Kekanakan memang, tapi, siapa yang berani berkomentar kalau tidak mau di tonjok Sean.

Mobil mereka meninggalkan area sekolah saat suara motor Sean terdengar. Reysha menoleh, memakai jaket dan helm lalu menaiki motor Sean. Segera pergi dengan membawa tatapan iri kaum hawa. Salah satunya ada yang berkomentar, "Sok-sokan gamau pacaran tapi nempel mulu. Apa bedanya, dasar munafik!"

Yang lainnya diam mendengar suara gadis berkuncir tinggi itu. Mereka memang sependapat tapi, sekali lagi tidak ada yang berani berkomentar. Mereka tahu, telinga dan mata Sean seperti ada dimana-mana. Sean selalu tahu apa saja kejadian yang berhubungan dengan dirinya ataupun Reysha. Entah siapa yang mengabarinya.

"Jaga mulut lo!"

Gadis itu menoleh lalu tergelak melihat siapa yang menegurnya. Wow, dua orang lelaki bersamaan. Seperti direncanakan, padahal tidak, keduanya jarang berkomunikasi. Lantas gadis itu tersenyum miring, "Oh, karena dia mantan lo?" Lalu mengalihkan pandangan ke lelaki satunya, "juga... karena dia gebetan lo?" 

***

Elta nampak lebih pucat dari tadi, padahal suhu badannya sudah turun, seharusnya sudah sembuh dan baik-baik saja. "Udah dibuatin bubur?" Tanya Sean saat melihat Nana dan Reysha diam saja memandangi Elta.

Nana menoleh lalu mengangguk, "Baru dibuatin bibi, sebentar lagi selesai."

"Lo kenapa sih, El?" Gumam Reysha pelan namun masih dapat didengar Nana dan Sean.

Elta sedang tidur. Entah bagaimana bisa, karena dia belum meminum obat tidur. Biasanya hanya bisa memejamkan mata atau pura-pura tidur. Apa sekarang dia sedang berpura-pura?

Mungkin tidak. Aliran nafasnya begitu teratur.

Tok tok

Bibi masuk membawa bubur yang diinginkan, juga air putih dan obat. Selepas itu bibi keluar. "Tutup aja, biar awet panas. Yuk, kita keluar biarin dia istirahat." Kata Sean lalu menyentuh dahi Elta. Normal. Biasa. Sean tahu Elta hanya strees, namun membiarkannya sampai dia mau bercerita sendiri.

Mereka bertiga keluar dari kamar ini, meninggalkan Elta untuk beristirahat. Sesuai dugaan Reysha, Elta kini hanya berpura-pura tidur. Dia memang pada awalnya tidur, tapi dia sadar beberapa menit setelahnya dan memutuskan untuk berpura-pura tidur. "Kamu... nggak berubah." Gumam Elta.

Di ruang tamu, Sean berbaring disofa kesayangannya. Rebahan, menjadikan paha Reysha sebagai bantal. Sean memejamkan mata sejenak. Mereka berdua telah ganti baju. Sean selalu membawa baju ganti karena kebiasaan selalu mampir ke sini. Nana? Dia sedang memakai masker wajah dan bersantai di pinggir kolam renang, serasa di pantai. "Pegal nggak?" Tanya Sean, masih memejamkan matanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 27, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Better With SeanWhere stories live. Discover now