05.0 Suatu Hari di Bantaran Sungai

2.1K 591 9
                                    

Di dekat bantaran sungai yang hampir kering, tinggal seorang gelandangan tua. Tubuhnya sangat kurus sehingga tulang-tulangnya terlihat. Janggutnya panjang tidak terawat. Setiap hari, dia memarahi orang yang lewat di depan gubuknya. Dia sangatlah pemarah, sehingga orang-orang di kota itu tidak menyukainya.

***

"Sonya, akhir-akhir ini kamu tampak lebih lelah," ujar Ayu saat mereka berdiri di depan ruang kelas, hendak pulang.

"Masa', sih?" ucap Sonya sambil tersenyum. Ayu merasa khawatir melihat sahabatnya menjadi berbeda daripada yang biasanya, tapi kemudian Sonya meminta Ayu untuk tidak khawatir. "Aku benar-benar tidak apa-apa, kok."

"Sebaiknya, kalau sakit, istirahat saja, Sonya," ujar Pak Irawan tiba-tiba. Ternyata dia sejak tadi berdiri di belakang Sonya dan Ayu, hendak keluar dari kelas. "Nilai ulangan matematikamu yang terakhir tidak terlalu bagus, tidak seperti biasanya."

"Maaf, Pak," ucap Sonya. "Berikutnya saya akan lebih berusaha lagi."

Pak Irawan menghela nafas. "Bukan begitu maksudku," ujarnya. "Pokoknya, kalau ada apa-apa, kamu boleh bercerita pada saya."

Pria itu melirik Ayu, yang sedang diam dan menunjukkan wajah khawatirnya pada Sonya. Pak Irawan menepuk kepala Ayu.

"Kamu juga bisa bercerita pada Ayudhya."

"Betul, Sonya!" setuju Ayu. "Kalau ada apa-apa, cerita saja! Aku pasti akan membantu!"

Sonya menggeleng. "Terima kasih, ya."

Sonya pun berjalan cepat meninggalkan Ayu dan Pak Irawan. Dia tidak menoleh kembali sama sekali.

"Ayudhya, kamu yakin temanmu itu baik-baik saja?" tanya Irawan.

"Semoga saja," jawab Ayu. "Tapi saya yakin dia itu anak yang kuat."

"Semoga saja."

Saya yakin dia itu anak yang kuat.

Meski berkata demikian, Ayu tahu jika dirinya sendiri tidak benar-benar yakin.

#

Hari ini, Ayu mencoba berjalan-jalan di bantaran sungai kecil yang airnya sudah hampir kering dan hanya tersisa lumpur. Di sana, Ayu dapat melihat sebuah gubuk kecil yang tampak rapuh. Ayu sempat mendengar kalau di bantaran sungai tinggal seorang gelandangan, tapi dia tidak mendengar kalau gelandangan itu sangat kasar dan galak.

Saat berjalan, Ayu tidak sengaja melihat sesuatu yang berkilau di tengah rerumputan di sebelah sungai. Ayu berjongkok, lalu melihat celah rerumputan dengan cara memegang ujung rumput dengan jarinya lalu membukanya seperti tirai.

Sebuah liontin berwarna perak nampaknya terjatuh di sana. Liontin itu dapat dibuka, dan ketika dibuka, isinya adalah foto seorang wanita muda. Foto itu sudah lusuh dan usang, tetapi wajah perempuan yang nampak di situ masih terlihat jelas. Ayu bertanya-tanya, siapakah pemilik liontin ini? Liontin ini pastilah benda yang sangat berharga.

Ayu menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada seorang pun di sana. Ayu berjalan mendekati gubuk, melihat siapa tahu ada pemiliknya. Pintu gubuk terbuka, dan Ayu dapat melihat seorang kakek tua sedang mencari-cari sesuatu di dalam gubuknya. Ia melempar-lemparkan semua barang yang ada di dalam gubuk itu, mencari-cari barang secara acak dan berantakan. "Kenapa tidak ada? Barangku yang paling berharga..." gumam Kakek itu seraya terus mencari barang. "Kalau tidak ada itu, aku..."

"Kakek," panggil Ayu.

Kakek tua itu langsung menoleh, dan menunjukkan wajah kesal. Dahinya berkerut sangat banyak ketika dia merengut. "Apa maumu, anak kecil!?" bentaknya. Dia berdiri, lalu berjalan mendekati Ayu sambil mengibaskan tangannya, mengusir Ayu. "Pergi! Pergi!"

Blitheful BalloonsWhere stories live. Discover now