Chapter 45 : I See The Light

2.7K 101 20
                                    

Ara menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Alif.
"Jangan kau umbar leher jenjangmu kepada orang lain, lihatlah bagaimana pengunjung lain, para pedagang, tukang becak, dan tukang ojek itu menatap lapar ke arahmu",

"Jangan biarkan mereka melihat ini secara cuma-cuma, bahkan saya harus berhadapan langsung dengan papa dan melalui akad untuk dapat melihat ini". Ujar Alif sambil merapihkan selendang tersebut dan menyampaikan sisi-sisinya pada pundak Ara.

"Ini tidak akan membuatmu gerah", Alif mengusap dahi Ara yang sudah berkeringat, ia tahu alasan Ara menggulung rambutnya karena Ara merasakan gerah setelah jogging pagi tadi dan berkerumun di pasar tersebut.

"Kita langsung kembali ke hotel aja mas". Ujar Ara berjalan mendahului Alif dan berusaha menutupi wajahnya dari Alif, ia tidak ingin Alif melihat wajahnya yang ia yakini kini telah seperti kepiting rebus, Ara bisa merasakan itu.

***
Ara menggerakkan kepalanya mencari posisi yang nyaman baginya dengan mata yang masih terpejam, Alif menoleh memerhatikan kepala yang bergerak-gerak pada bahunya. Sebenarnya ia merasa cukup pegal karena harus sedikit memiringkan badan sebelah kirinya untuk menopang kepala Ara, tapi ia juga tidak mau Ara terusik dalam tidurnya dan merasa tidak nyaman.

Setelah pulang membeli dari jogging dan membeli oleh-oleh pagi tadi mereka langsung berkemas karena harus chekout sore ini dari hotel. Ara memisahkan oleh-oleh yang akan dibawa oleh Fian dan Mona ke Jakarta, ia juga menitipkan koper yang berisi pakaian kotor pada Fian agar diantar ke rumah Alif dan Ara, dan juga menitipkan oleh-oleh untuk Mbok Nem dan Fiki. Setelah pak Adi datang mereka langsung chekout, Alif dan Ara serta pak Adi melanjutkan perjalanan mereka ke kota-kota lain yang telah Alif rencanakan, sedangkan Fian dan Mona kembali ke Jakarta, Anton dan istri kembali ke Bogor.

Alif kembali berkonsentrasi pada layar laptop di pangkuannya karena Ara telah kembali tenang dalam tidurnya. Memang ini merupakan cutinya, dan seharusnya ia menikmati liburannya apalagi perusahaan tersebut adalah miliknya, tetapi ada hal penting yang harus ia kerjakan. Baru saja Fauzan mengirimkan dokumen dan bukti-bukti penyalahgunaan kekuasaan dan penggelapan dana perusahaan yang dilakukan oleh Albert, mantan Manajer di cabang perusahaan Bogor milik Alif yang kini dipegang oleh Anton. Padahal selama ini semua laporan yang diserahkan dan diterima oleh Alif adalah dari Albert sendiri dan ia tidak menemukan keganjalan di dalamnya, tidak kentara bahwa itu telah dimanipulasi. Tapi berkat kerja sama Fauzan dan Anton, mereka mampu melacak dan menghack semua data-data milik Albert, dan sedikit demi sedikit bukti itu mulai terkumpul dan dipegang oleh Alif. Alif tidak langsung memecat Albert karena itu akan menimbulkan kecurigaan, ia harus bermain secara perlahan dan rapi. Ia hanya menurunkan jabatan Albert dengan alasan ia akan mengurus kantor pusat secara penuh, maka Fauzan sang kepercayaan Alif lah yang akan memegang kantor cabang Bogor, dan keberadaan istri Anton di rumah orangtuanya di Bogor membuat semuanya semakin mudah walaupun Alif harus mengambil cuti dan tidak menimbulkan kecurigaan pada Albert.

Hari sudah semakin gelap, bahkan kini bulan purnama tengah bersinar terang tanpa aling-aling.

Jeduk

"Aw", Ara meringis kesakitan dan terkejut karena baru saja ada sesuatu yang mengganggu tidurnya.

"Pak Adi mengantuk? Kalau gitu biar saya saja pak yang mengemudi, bapak istirahat dulu, atau kita bisa cari penginapan di sekitar sini".

"Ah, engga kok mas Alif. Maaf mas tadi ada lubang di depan, bapak ndak lihat dari jauh baru sadar ketika sudah dekat jadi tadi kita melewati lubang itu dengan kecepatan yang cukup tinggi mas, maafin bapak ya mas dan mba Ara juga, gara-gara bapak jadi terbangun mba Ara".

Ara masih memegangi kepalanya, karena tadi kepalanya terbentuk dagu milik Alif, tapi laki-laki itu seperti tidak terjadi apa-apa, apa ia tidak merasakan sakit di dagunya.

My HubbyWhere stories live. Discover now