01. Penjelajah Muka Bumi

154 25 2
                                    

Hari ini si anak emas pulang ke rumah.

Sudah tradisinya laki-laki itu akan pulang ke rumah ketika sudah menyelesaikan sebuah project atau menerima sesuatu dari pekerjaannya. Entah itu uang atau penghargaan seperti yang baru saja ia dapatkan. Aktor terbaik tahun ini, katanya.

Padahal aku sendiri tidak pernah sekali pun menonton film atau drama yang ia mainkan.

Silau. Aku bisa-bisa buta dibuatnya.

Kami berempat duduk di meja makan. Menikmati hidangan yang dimasak sendiri oleh Ibuku. Padahal biasanya aku akan memesan sendiri makan malamku karena ketika tiba di rumah, belum ada satupun manusia yang pulang.

Aku kadang berpikir, apa aku ini benar-benar anak hasil penyatuan sel mereka berdua? Atau hanya sebuah kesalahan?

"Selamat atas penghargaanmu, Seojun-a. Ayah dan Ibu benar-benar bangga padamu." Ayahku akhirnya bersuara setelah ia menyelesaikan makanannya. Ibu yang baru saja meletakan pisau dan garpu juga mengangguk setuju, "Ibu harap kau akan terus mendapatkan banyak berkat supaya lebih sering pulang ke rumah."

Senyum sinisku sedikit terbentuk.

Sangat lucu rasanya ketika Ibuku berkata begitu. Seakan-akan rumah ini adalah tempat yang hangat dimana kakakku akan mendapatkan kenyamanan jika tinggal disini setiap harinya.

Jangankan hangat. Kehadiran mereka berdua saja nol besar. Hangat apanya?

"Ada yang lucu, Ha Seojung?" Tanya Ayah padaku. Membuatku menutup kembali mulutku, 'Tidak ada." Jawabku singkat sebelum memasukan kembali daging ke dalam mulut.

"Aku akan lebih sering pulang ke rumah, Bu." Ucap Kakakku tibat-tiba, mengalihkan kembali perhatian Ayah padanya.

Mereka kembali tersenyum pada Kakakku. Kadang aku berharap mereka menujukan senyum seperti itu sekali saja padaku. Sumpah, aku hanya berharap sekali saja. Aku tidak akan meminta lebih jika mereka sudah melakukannya sekali untukku.

"Ngomong-ngomong, Seojung," Ayahku bersuara lagi kali ini, "Ayah sudah dengar apa yang terjadi di kampus pagi ini. Ada yang ingin kau jelaskan pada Ayah?"

Awalnya aku terdiam karena ingin menyelesaikan makananku. Tapi sepertinya Ayah butuh jawaban dengan cepat.

"Dosen itu mesum," ucapku setelah meneguk sedikit wine, "Setiap kelasnya berlangsung, banyak mahasiswi yang digodanya. Bahkan ada yang bilang padaku bahwa mereka diminta untuk melayani dosen itu dengan imbalan nilai yang tinggi. Apa menurut Ayah aku harus diam saja melihat binatang seperti itu?"

"Jaga kata-katamu, Seojung." Ujar Ibu mengingatkan.

"Lagipula manusia mana yang bisa berpikir sekotor itu? Apa namanya kalau bukan-"

"Kau kira hidupmu film superhero, ya?"

Aku tertegun ketika mendengar kata-kata Ayahku, "A-apa?"

"Iya. Film superhero. Apa kau pikir hidupmu sedang berlangsung seperti itu? Melakukan sendiri penegakan keadilan, membalas oknum jahat sendirian dan setelah itu akan mendapat pujian. Apa kehidupanmu sedang berlangsung seperti itu sekarang ini?" Ujar Ayah panjang lebar.

"Ayah." Panggil Kakak laki-lakiku untuk mengingatkan.

"Tidak, Seojun. Ini sudah kesekian kalinya adikmu berperilaku seperti ini di kampus. Jabatan Ayah sebagai pemilik tempat itu bukanlah alasan untuk adikmu bisa bertingkah sesukanya. Memalukan." Ayah meneguk anggurnya setelah melancarkan protes padaku.

Kuputuskan untuk menarik napasku panjang untuk menjernihkan pikiran. Perdebatan ini sudah sering terjadi. Kembali melawan kata-kata Ayahku dengan keras bukanlah solusi.

"Dari awal semester aku sudah memita Ayah untuk kembali meninjau dosen itu, kan? Aku sudah pernah mengatakannya kan? Tapi sepertinya Ayah tidak melakukan apapun. Jadi kuputuskan untuk melakukannya dengan caraku sendiri."

"Aku minta maaf kalau Ayah tidak suka caraku," Aku beranjak dari tempat dudukku, "Aku sudah selesai makan. Terima kasih untuk makanannya, Bu. Sudah lama rasanya aku tidak menikmati makan seperti ini di rumah," Pandanganku teralih pada Kak Seojun, "Dan selamat untuk penghargaanmu, oppa. Aku duluan ke kamar."

Sampai aku menaiki anak tangga terakhir, tidak terdengar lagi suara apapun dari meja makan. Tidak ada yang menahanku, tidak ada juga yang meneriaki keangkuhanku di meja makan tadi.

Aku benar-benar berharap mereka bisa membuka mata terhadap kehadiranku kali ini.

Tok Tok!

"Masuk!" seruku yang sedang fokus bermain PUBG mobile dengan teman-teman kampusku. Sekilas aku menatap siapa yang masuk dan seketika aku memutuskan untuk tidak peduli dan lanjut bermain, "Ya! Ya! Gongsu! Cepat revive aku sialan!"

Aku spontan melempar ponselku ketika musuh terus-terusan menembakku dengan kondisi darah yang terus berkurang. Dan tentu saja Gongsu yang menjadi pelampiasan kemarahanku, "AH GONGSU TIDAK BERGUNA! DASAR NOOB! BODOH! AKU MENYESAL BERMAIN DENGANMU! Selesaikan sendiri gamenya! Aku keluar!"

Pria yang baru saja memasuki kamarku pada akhirnya duduk di atas tempat tidur. Tersenyum tipis sambil menatapku, "Rasanya itu bukan kemarahan yang timbul hanya karena mati dalam permainan," Kak Seojun sempat berhenti lalu melanjutkan, "Mau cerita apa masalahmu, Little Seo?"

"Aish, berhenti memanggilku seperti itu, Oppa. Aku sudah 21 tahun sekarang ini. Apanya yang little ... " gumamku sambil berharap ia mau berhenti memanggilku dengan bodoh seperti itu.

Dulu aku memang memanggilnya Big Seo sedangkan dia memanggilku Little Seo. Tapi ayolah, itu ketika aku masih berumur 10 tahun! Apa manusia ini tidak malu dengan badan proporsionalnya itu ketika memanggilku Little Seo?

"Karena memang sampai kapan pun aku akan memanggilmu nona Seo kecil, Seojung-a." ucapnya sambil menatapku lembut. Membuat suasana ruangan ini menjadi sedikit berbeda, "Sampai kapan pun." Lanjutnya lagi yang telah berhasil membuat bulu-bulu ditubuhku berdiri.

"O-oppa? Kenapa kau tiba-tiba seperti ini? Kau ada masalah?"

Ia menggeleng, "Kalau pertanyaan itu ditujukan padaku secara pribadi, tentu saja tidak ada. Semuanya baik-baik saja."

"Uhm, terus?" Tanyaku ragu.

Kali ini ia menarik napasnya panjang lalu membuangnya dengan cepat. Seperti ada hal penting yang ingin ia katakan karena ia sampai harus melakukan persiapan seperti itu.

Tidak biasanya dia seperti ini.

"Tinggalah bersamaku mulai minggu depan. Kita tinggalkan rumah yang dingin ini."

Kata-kata Kak Seojun terdengar tidak ada keraguan sama sekali. Sampai rasanya ia adalah orang yang telah menjelajahi seluruh bumi lalu dengan yakin mengatakan kepada para penganur bumi datar bahwa sebenarnya bumi itu bulat.

Aku ingin meninggalkan tempat ini sejak dulu.

Tetapi ketika aku diberikan pilihan seperti ini, kenapa diriku justru ragu?

- 01. Penjelajah Muka Bumi end -

belum seru, ya?
hehehe aku tau kok, sabar ya.
ayuk ganti lagi chapternya ><

follow on instagram
@chasingthesunproject

사랑해!

Chasing the SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang