14 - Pengakuan Dijawab Penolakan

144 29 28
                                    

Happy Reading♥️

Ayo Turn On dulu mood happy-nya✨ Jangan lupa senyum, ya, karena senyum kalian itu manis✨

▪️▪️▪️▪️▪️

Kita memang harus merasakan sakit hati dulu agar tau bagaimana caranya bangkit.
- Patricia Calista.

▪️▪️▪️▪️▪️

Dengan seluruh tubuh yang basah kuyup karena terkena hujan Malfi melangkahkan kakinya untuk memasuki rumah setelah memarkirkan motor yang biasa ia pakai di halaman. Malfi membuka pintu yang tak terkunci lalu langsung masuk tak peduli dengan air yang akan menetes dari tubuhnya.

Langkah Malfi terlihat sangat lemas, pandangannya tertunduk dengan topi hoodie yang menutupinya. Dia berniat untuk langsung ke kamar, lagipula tak akan ada yang menyadari kepergian Malfi ketika Galang ada di rumah. Kalaupun orang tuanya sadar, nantinya mereka tak akan peduli juga.

"Malfi!" panggil seseorang yang membuat langkah Malfi berhenti. Malfi mengenali suara itu, suara yang selalu Malfi dengar ketika usianya menginjak 7 tahun. "Inget pulang kamu?"

Malfi tersenyum miring di balik topi hoodie-nya. Malfi tahu perkataan ini akan keluar. Bahkan orang itu tak bertanya dulu kenapa tubuh Malfi basah dan ada apa dengan kepergian Malfi selama beberapa hari. Tak ada yang peduli dengan kondisi Malfi. Lagipula dia hanya anak angkat.

Ya, Malfi adalah anak angkat di keluarga ini, sejak 7 tahun dia di adopsi dari panti asuhan. Tidak ada yang tahu fakta itu, hanya Malfi yang mengetahuinya. Bahkan Galang tidak mengetahui hal tersebut. Itu alasan kenapa mereka tidak memperhatikan Malfi dan memperhatikan Galang dengan sangat baik, karena Galang adalah anak kandung mereka. Lantas kenapa mereka mengangkat Malfi menjadi anaknya jika mereka tidak bisa adil? Entahlah, Malfi juga masih mencari alasan itu sampai sekarang.

"Kemana aja kamu? Udah berani pergi lama kayak gitu? Emang kamu pikir kamu punya keluarga lain selain kami?" tanya perempuan yang bernampilan bagus itu.

Dia adalah Devi, Mamah angkat Malfi. Sebenarnya Devi awalnya tidak mau meberitahu bahwa Malfi anak angkat. Tapi saat itu, Devi marah besar pada Malfi karena Malfi tidak mau memberikan mobil yang di berikan oleh kakeknya pada Galang. Jadi tanpa sengaja, Devi mengatakan hal itu. Sejak saat itu, sikap Devi dan Mario, ayahnya lebih cuek dan tidak memperhatikan Malfi.

"Kamu harusnya tahu diri, Malfi. Kamu tahu 'kan harusnya kamu ngalah sama Kakak kamu?"

"Jadi Mamah udah tahu masalah Malfi sama Galang?" tanya Malfi sambil berbalik menatap Devi.

Devi tersenyum lalu mengangguk. "Emang kamu pikir kalau kamu pergi dari rumah, Mamah sama Ayah bakal cari kamu, mohon-mohon sama kamu supaya kamu balik? Nggak, Sayang. Semua terserah kamu."

"Apa serendah itu Malfi di mata Mamah? Kenapa Mamah nggak bisa adil?"

"Sayang, kamu itu jauh sama Galang. Galang pinter, jagoan, bisa dan hebat segala hal. Kamu ada di kampus aja karena bantuan Galang, kan? Kamu ada di tim basket karena Galang, kan? Kamu bisa ini, bisa itu semua karena Galang, Malfi. Kamu nggak boleh lupa itu semua."

Mata Malfi memanas mendengar perkataan Devi, rasanya air mata yang terbendung sudah memaksa untuk keluar sekarang. "Malfi udah sering ngalah sama Galang, dalam hal apapun. Malfi emang nggak bisa apa-apa, tapi Malfi berusaha lakuin semua yang Malfi bisa buat orang terdekat Malfi. Kali ini masalah asmara, Mah, apa Malfi harus ngalah lagi setelah semua yang Malfi lakuin?"

[✓] - Querencia [COMPLETED]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt