Sakti 04

448 50 10
                                    

Aletta dan Lana berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. Sejak bel pulang berbunyi, cewek bernama lengkap Lana Sahilia Atmaja itu terus menyebut nama Sakti, Sakti dan Sakti. Bahkan sekarang pun masih.

"Ih, sumpah, gue masih nggak nyangka tau!" Lana berseru untuk kesekian kalinya.

Aletta mendengkus, jengah. "Lan, udah berapa kali coba lo ngomong gitu?" tanyanya dengan kesal.

Lana menghentikan langkahnya lalu mengerjap. "Kan, gue shock denger Sakti ngomong gitu," belanya. Masih mengungkit kejadian di kantin tadi. Aletta sampai memejamkan matanya sejenak, kemudian membukanya kembali.

"Oke, nggak usah dibahas lagi, ya. Gue muak. Apalagi liat tatapan mereka," desis Aletta. Mengalihkan wajahnya ke arah lain. Pun secara otomatis, Lana mengedarkan pandangannya. Dia baru sadar kalau anak-anak SMARPATI melihat Aletta dengan tatapan yang berbeda-beda. Lana jadi ngeri sendiri.

"Ya udin, kita jalan lagi," ajak Lana, menggaet tangan Aletta dengan pelan. Keduanya pun sampai di depan gerbang sekolah. Ramai. Banyak anak-anak lain yang sedang menunggu jemputan seperti mereka berdua.

"Mood lo jelek banget kayaknya?" Lana bertanya dan langsung dibalas anggukan kepala oleh Aletta.

"Banget."

"Pulang ini, langsung buka kulkas. Gue yakin, stok es krim lo masih banyak. Lumayan, buat ngembaliin mood," ujar Lana, terkekeh. Dia sangat tahu betul isi kulkas di rumah Aletta, karena cewek itu sering bermain atau menginap di akhir pekan.

"Boleh juga," sahut Aletta. Matanya melihat ke kanan dan kiri, memastikan kalau mobil ayahnya ada. Namun, dia belum menemukannya.

"Eh, Al, kayaknya gue nggak bisa nungguin deh. Nyokap udah jemput," ucap Lana, menunjuk mobil ayla berwana putih milik mamanya yang berhenti di seberang jalan. Dekat halte.

"Nggak apa-apa, ayah gue bentar lagi sampe," balas Aletta, tersenyum tipis.

"Yakin, nih? Kalo lama, mending ikut gue aja, gimana?" ajak Lana, namun Aletta menggelengkan kepala. Pertanda dia menolak.

"Oke, kalau gitu ge duluan, ya. Hati-hati!" Pesan Lana sebelum cewek itu meninggalkan Aletta menunggu sendirian di depan gerbang. Sebenarnya ada banyak siswi perempuan yang juga menunggu seperti Aletta, tetapi dia tidak banyak tahu. Orang yang Aletta sangat kenal cuma Lana, sisanya dia banyak lupa.

Gelisah. Aletta melihat arlojinya. Sepuluh menit berlalu, tapi belum ada tanda-tanda ayahnya akan menjemput. Padahal tadi sudah bilang lagi di jalan, tapi kenapa belum sampai?

"Letta!" cewek itu mengeluh seketika. Disaat seperti ini, kenapa Dito Sanjaya harus datang menghampirinya. Aletta menoleh ogah-ogahan.

"Belum dijemput?" cewek itu menggeleng.

"Ya udah, gue temenin, ya?" ucap Dito, berdiri di sebelah Aletta dengan seragam sekolah yang kusut. Entah apa yang dilakukan cowok itu selama di sekolah. Kalau Bu Anya tahu, bisa kena marah dia.

"Pulang aja, To," ujar Aletta, pelan.

Dito menoleh, memberi Aletta tatapan tak suka.''Kenapa, sih, Ta? Nggak suka kalo gue temenin?"

Aletta jadi bingung sendiri. Kalau boleh, dia ingin mengatakan jika dirinya tidak suka Dito ada di sini. Bukannya sok jual mahal, namun Aletta tidak terbiasa. Jangan tanya apa alasannya, karena dia tidak akan mau menjelaskan.

Dito tersenyum kecut. Mengalihkan pandangannya ke jalan, melihat beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Mengabaikan setiap pasang mata yang melihat ke arah dirinya ataupun Aletta. Dia tidak peduli.

"Sebegitu bencinya, ya, lo sama gue?" ucapnya terdengar lirih. Namun Aletta mendengar dengan jelas apa yang Dito katakan.

"Ngapain lo?" keduanya sontak menoleh. Mendapati Sakti berdiri beberapa langkah dari mereka dengan tatapan tak suka yang menjurus pada Dito.

SAKTIWhere stories live. Discover now