☆52(end)

555 20 1
                                    

Eza sudah siap siang ini. Dia berencana akan ke makan Zie hari ini.
Dia juga akan bertemu Dewa hari ini. Di taman yang biasa di kunjungi Dewa dan Zie.

"Gue berangkat ya bang!" Izin Eza lalu pergi.

Tak perlu waktu lama, Eza sudah sampai di makan Zie. Eza meletak kan bunga yang dia bawa tadi. Dia menatap nanar gundukan tanah itu. Air matanya kembali jatuh.

"Hai Zie, gue udah pulang. Tapi sayangnya, lo udah gak ada." Ucap Eza lirih.

"Pasti lo udah tenang di sanakan?" Tanya Eza.

"Gue titip salam sama kake nenek." Ucapnya lagi.

"Gue pikir kita bisa tumbuh dewasa sama-sama. Ternyata enggak. Sebenarnya gue kecewa, tapi gue gak bisa apa-apa. Gue mau marah, tapi lo tau kan, gue gak bisa marah sama lo. Semua beda Zie, rumah gak se seru dulu lagi. Lo yang bahagia ya, hari ini gue bakal menuhin permintaan lo yang lo pesan ke Mahen. Gue bakal nemuin pacar lo. Tenang aja, gak bakal gue rebut." Ucap Eza lalu bangkit.

"Gue pergi dulu Zie. Gue bakal datang lagi nanti," ucap Eza lalu keluar dari area pemakaman.

Eza sudah sampai di taman. Dia melihat seorang pria yang duduk dengan tatapan kosong. Dia melihat foto yang di kirim Mahen padanya tadi. Supaya dia tidak salah orang. Setelah sudah di pastikan, ternyata yang duduk itu adalah Dewa. Eza melangkah mendekat.

"Hai," sapa Eza.

Dewa mendongak melihat siapa yang menyapanya. Melihat Eza, Dewa langsung bangkit dan memeluk Eza dengan erat.

"Aku tau kamu gak bakal ninggalin aku." Ucap Dewa dalam pelukannya.

"Kamu ngerjain aku kan?" Tanya Dewa dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.

Eza melepas pelan pelukan Dewa.

"Maaf, tapi gue bukan Zie." Ucap Eza pelan.

"Plis. Aku udah sangat hancur setelah kepergian kamu, jangan gini lagi." Ucap Dewa lirih.

"Gue, Brieza pri Winata. Saudara kembar Brizieta pri Winata." Ucap Eza memberi tahukan.

Raut Dewa berubah menjadi bingung.

"Maksudnya?" Tanya Dewa heran.

Eza duduk di bangku yang di duduki Dewa tadi.

"Duduk dulu." Ucap Eza menepuk sampingnya.

Dewa menurut. Pandangannya belum lepas dari wajah Eza.

"Zie gak ngasih tau sama lo kalau dia punya twins. Iyakan?" Tanya Eza.

Dewa mengangguk lemah.

"Dia sengaja. Biar setela dia pergi, ada kejutan buat lo." Ucap Eza tersenyum.

Sekarang Dewa sadar, wanita yang dihadapannya ini bukan kekasihnya. Terlihat dari senyumnya.

"Lo pasti sayang banget sama Zie." Ucap Eza menepuk bahu Dewa pelan.

"Gue juga." Lanjutnya.

"Kita sama-sama doain dia ya? Gue harap lo bisa ngiklasin dia. Biar dia bisa tenang di sana. Lo gak mau kan, dia sedih?" Ucap Zie lembut.

"Gue bisa meluk lo?" Tanya Dewa.

Eza mengangguk. Lalu merentangkan kedua tangannya.
Dewa memeluk tubuh Eza erat. Sama seperti saat dia memeluk tubuh Zie.

"Selama ini lo dimana?" Tanya Dewa melepas pelukannya.

"Gue sekolah di belanda." Jawab Eza.

"Kok bisa pisah sama Zie?" Tanya Dewa heran.

"Itu lah, hebatnya Zie. Dari kecil dia udah mengidap kanker otak. Sampe-sampe dia berhenti sekolah suapaya bisa di rawat di belanda. Gue ngikut kesana, dan sekolah disana. Sampai pada akhirnya, orang tua gue pinda ke jakarta dan bawa Zie, dan gue tinggal buat ngelanjut sekolah gue. Dan lo harus tau, Zie itu harusnya kelas dua belas sekarang." Ujar Eza menjelaskan pada Dewa.

"Dan lo tau gak? Setiap isi dari doa Zie adalah kebahagiaan semua orang. Dia gak pernah minta kebahagiaan dirinya sendiri. Hebatkan?" Ucap Eza mulai terisak mengingat betapa mulianya hati kebarannya itu.

Dewa diam mencerna ucapan Eza. Sekarang dia tau, mengapa saat Zie meminta kedua permintaannya kemarin, Dia hanya meminta kebahagian Dewa dan orang lain. Mulia sekali hatinya.

"Kalau lo kangen sama Zie, lo bisa liat gue." Ucap Eza mengusap pundak Dewa.

Dewa mengeluarkan cincin yang pernah dia beri pada Zie.

"Lo mau make ini?" Tanya Dewa.

Eza menautkan kedua alisnya bingung.

"Dewa. Gue udah punya pacar," ucap Eza hati-hati.

Dewa terkekeh. "Gue gak minta lo jadi pacar gue. Gue cuma mau lo make ini. Setidaknya gue bisa ngerasa lebih tenang." Ucap Dewa menjelaskan maksudnya.

"Gak ada yang bisa gantiin Zie di hati gue." Ujar Dewa lirih.

Eza tersenyum lalu menganbil cincin yang di pegang Dewa.

"Yaudah, gue pake." Ucap Eza mengambil cincin itu lalu memasangkannya ke jarinya.

"Makasih." Ujar Dewa.

Berakhir sudah kisah kita. Bahkan, sedetik pun aku tidak pernah bisa menghilangkan bayang-banyang mu dari dalam kepala ku. Semua tergambar jelas dan sempurna.
Kepergian mu mengajarkan arti cinta yang sesungguhnya. Aku akan selalu mengenang cinta kita. Aku harap kamu bahagia disana. Meski sejujurnya, ini terlalu menyakitkan untu aku. Semoga bahagia dan tenang di sana gadis ku. Aku akan selalu mencintai mu.
~Dewa Aditama.

Selesai:)

Ini Ig baru! Ayo kenal lebih dekat di sana! Nanti akan di follow back! Jangan lupa mampir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini Ig baru! Ayo kenal lebih dekat di sana! Nanti akan di follow back! Jangan lupa mampir. Bias gak ketinggalan cerita cerita baru juga!

Semoga kalian suka dan puas.
Terimakasih sudah mengikuti cerita ini sampai akhir. Aku senang jika jalian senang juga. Jika ada saran, usul untuk cerita ini silahkan dm aku dari ig: melly.malau

Jangan lupa baca cerita aku yang lain. Dan dukung juga.

Terimakasih:)❤

BRIZIETA (Selesai✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang