AkaKuro-4

789 131 23
                                    

Note:
Semua karakter KnB BUKAN milik Author. Typo akan bertebaran dan OOC kemungkinan besar akan terjadi.

Happy reading!
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Nyeri terasa di pipi Kuroko. Secara refleks, Kuroko menyentakkan tangan Furihata hingga terlepas dan mengusap pipinya yang pasti sudah memerah. Suasana hening.

Pintu berderit terbuka, disusul dengan munculnya sosok yang menjadi bahan ributan. Ketua OSIS bersurai merah itu mematung, tampak bingung dengan situasi semacam ini.

"Ada apa ini?"

Karena merasa tidak siap berhadapan dengan tunangannya itu, Kuroko mengatur nafas. Dia membereskan barang-barangnya.

Pemuda itu berhenti sebentar di dekat Akashi. "Maaf. Aku lupa kalau aku tidak punya hak untuk marah." bisiknya.

Tanpa menunggu balasan Akashi, Kuroko sudah berjalan pergi. Satu-satu perkataan yang dapat dia dengar sebelum pintu ruangan itu tertutup rapat adalah suara Akashi yang memanggil namanya.

***

Langit kembali menangis, seolah bersedih bersama pemuda yang kini sedang duduk di bawah pohon sakura yang mulai memamerkan mahkota indahnya. Pemuda itu menunduk, memandangi sepatunya. Dia tidak peduli basah kuyup akibat air mata langit yang tak kunjung berhenti.

Sudah 5 menit dia duduk di situ. Sudah 5 menit juga dia tidak beranjak pergi. Padahal tubuh kecilnya sudah gemetar kedinginan. Apalagi dia hanya memakai blazer sekolah yang bisa dibilang tipis.

Sebuah payung berwarna putih transparan memayunginya. "Jangan menangis seperti itu, Senpai. Seram tahu!"

Mendengar suara gadis, Kuroko mengusap kedua matanya dan mendongak. Ah! Si adik kelas cupid itu. "Bagaimana kamu bisa tahu aku di sini?"

"Di beri tahu seseorang," jawabnya singkat. "Dia bilang mungkin saat ini kamu benar-benar membutuhkan konsultasi."

Kuroko menggeleng. "Aku tidak apa-apa. Perasaanku sudah membaik."

"Jangan mengatakan itu dengan wajah sendu, Senpai!"

Hening. Hanya suara kecipak air yang terdengar. Gadis itu mengelap permukaan kursi agar tidak terlalu basah sebelum duduk. Membiarkan payung tersandar di antara mereka, melindungi bagian kepala mereka dari tetes air.

"Jadi, Senpai ada masalah apa dengan tunangan Senpai?" tanya gadis itu.

"Apa kamu pernah merasa jadi beban bagi semua orang?"

Gadis itu mengangguk. "Kebanyakan orang pernah merasakannya. Aku juga begitu! Dulu aku sakit asma, keluargaku benar-benar memperhatikanku. Tidak jarang Mama sampai harus menutup toko hanya untuk merawatku. Papa juga begitu, dia tidak jarang harus bolak-balik dari luar negeri."

Mendengar cerita itu, Kuroko mendesah. "Bagaimana perasaan dan perilaku dirimu saat itu?"

Hening. Gadis di sebelahnya memainkan jemarinya, memandang ke langit tanpa peduli walaupun wajahnya sudah basah. "Aku benar-benar merasa bersalah. Tapi, karena aku tidak mau menjadi beban lebih lama lagi aku mencoba agar aku bisa lebih berguna. Setidaknya aku tidak merepotkan mereka lagi."

5 menit sejak cerita itu berakhir. Kuroko masih tidak bisa mengeluarkan suaranya. Gadis itu berbeda dengannya. Gadis itu masih punya kelebihan yang membuatnya dapat berguna bagi orang lain. Tapi, dia tidak. Tidak ada satu pun hal yang bisa dia kembangkan agar dirinya dapat berguna dan membantu Akashi. Selama ini dia hanya merepotkan Akashi.

Karena dirinya, Akashi sampai sampai sakit.

Karena dia, Akashi tidak punya waktu libur.

Karena dia, Akashi tidak bisa mencari orang lain.

Karena dia, Akashi harus terpaksa selalu bersamanya setiap hari.

Karena dia juga, Akashi tidak bisa bersama cinta sejatinya.

"Aku tahu apa yang kamu pikirkan," kata gadis itu. "Biarkan aku beritahu pendapatku."

Kuroko menoleh. "Apa?"

"Kalau Akashi tidak bisa bersama cinta sejatinya karenamu," jelas gadis itu. "Maka cinta sejati Akashi adalah kamu."

***

Cinta sejati Akashi adalah dirinya?

Kuroko nyaris terbahak ketika kembali mengingat perkataan gadis itu. Apanya cinta sejati Akashi? Mana mungkin dirinya yang selalu menyusahkan ini bisa menjadi cinta sejati seorang Akashi Seijurou. Malang sekali nasib Akashi.

Saat ini Kuroko terngah duduk bersila di ranjang. Kembali memutar ulang kejadian di taman beberapa hari yang lalu. Aih... dia tahu ucapan gadis itu cuma omong kosong terutama bagian dirinya adalah cinta sejati Akashi. Tapi, kenapa dia tidak bisa menendangnya keluar dari pikirannya?

Dengan ragu-ragu, Kuroko mengeluarkan surat dari ibunya beserta foto keluarganya yang masih tersimpan rapi di balik kaca bingkai foto sederhana. Yah, walaupun ada retakan samar di kacanya.

"Nee... Okaa-san... apa aku boleh melawan keinginanmu? Untuk sekali ini saja?"

***

Kamar asrama Akashi dan Furihata benar-benar hening. Akashi tidak mau bersikap ramah tamah lagi pada teman sekamarnya itu. Tidak setelah dia tahu bahwa teman sekamarnya itu sudah menampar tunangannya.

Tapi, pikiran Akashi tidak dipenuhi soal teman sekamarnya itu. Dia jauh lebih memikirkan perkataan Kuroko sebelum pemuda manis pergi.

Tidak punya hak untuk marah? Setelah diperlakukan seperti itu? Akashi tidak mengerti lagi jalan pikiran tunangannya itu.

Sebenarnya, Akashi sudah merasa aneh semenjak ibu Kuroko meninggal. Sebelum beliau meninggal, Kuroko tampak bebas dan terbuka ketika bersamanya. Akashi juga masih ingat Kuroko tidak ragu-ragu mengutarakan keinginannya.

Namun semuanya berubah semenjak ibu Kuroko meninggal. Akashi ingat setelah acara pemakaman, Akashi tidak dapat menemui Kuroko selama satu minggu penuh dengan alasan kalau Kuroko masih berduka. Tapi di hari pertemuan mereka setelah seminggu tidak bertemu, Akashi tidak mengenali Kuroko lagi.

Semenjak hari itu, Kuroko menjadi pendiam dan tertutup. Akashi tidak dapat melihat senyum lebar yang selalu membuat dadanya hangat itu. Wajah Kuroko menjadi datar. Selain itu, Kuroko jadi aneh. Memang mereka masih dekat, tapi dibanding yang dulu Akashi lebih merasa kalau hubungan mereka seperti tuan dan pelayan. Kuroko tidak pernah membantah atau menolak dan dia tidak pernag mengutarakan keinginannya lagi.

Apa Kuroko membencinya?

Apa Kuroko tidak suka dengan pertunangan ini? Mengingat keluarga Akashi lah yang memulai pertunangan.

Apa... Kuroko akan pergi darinya?

to be continued

Terima kasih sudah membaca🙏 Jangan lupa tekan bintang dan berkomentar!

See you next chapter!

Spring Season [new version]Where stories live. Discover now