Swastamita

24 2 0
                                    

"Kepada setiap hal-hal yang beranjak dewasa, kita banyak sekali melakukan kesalahan. Bahkan sedari belia kita sudah sering dan membuat repot kerabat pun keluarga. Padahal, sudah senang dan bahagia kita diberi teman yang sedia tertawa bersama meski berlumur tanah dibadan tak terhindarkan.  Padahal, harusnya kita bersyukur saat belia, tidak pernah merasa sendiri karena teman kala itu belum mengenal tentang hati.

Aku akan menjelaskan padahal - padahal lain yang tak pernah tak terjelaskan.

Kesalahan kita saat kecil dulu, adalah ingin menjadi dewasa.
Kesalahan kita sekarang, mengais sesal tentang arti dewasa yang tak se menawan  tak sesuai harapan.
Kesalahan yang mungkin terjadi dimasa depan adalah kita terlambat belajar, dewasa tak sebecanda itu.

Aku akan menjelaskan tentang bagaimana ruang itu kembali tak terisi.

Kita terlambat menyadari seharusnya sedari awal kita sadar diri.
Atap mu dan atap ku pun yang tak sama, perihal tipe mu dan tipe ku pun jauh beda. Aku mendamba mu dan kamu menginginkannya.
Barangkali kita takut, tentang tak terterima nya kita sebagai orang dekat.
Mungkin kita harus banyak belajar, bagaimana cara agar kita menjadi tanpa cela.

Aku akan menjelaskan, perihal bagian mana saja yang harus kita perbaiki.

Aku tidak menggurui, mungkin yang salah dengan kita adalah tentang cara menerka pada suatu hal.
Mungkin kita tidak seharusnya berusaha membuat semua orang bahagia. Definisi bahagia kita dengan mereka jelas tak sama.
Kita punya banyak kerabat, tapi untuk orang yang dipercaya, sebagian dari kita bahkan tidak punya. Temukan seorang saja.

Aku akan menceritakan bagaimana sebagian dari kita, harusnya bisa lebih menghargai.

Tidak semua dari kita bisa jadi penerima yang baik, beberapa dari kita bahkan sanggup secara verbal menolak.
Pikirkan sejenak, mungkin dia rela tidak jajan sehari hanya demi untukmu dan seikat bunga. Yaa meskipun bunga itu bau, sebagian penjual itu kadang tukang dusta yang ulung.
Bisa saja, untuk bisa dekat denganmu ada usaha yang harus didorong dengan tenaga fisik dan mental yang lebih dari biasanya. Dia tau mendekatimu tak pernah sebercanda itu.
Mungkin dirinya rela mengorbankan satu hari tugas untuk skripsi demi menemani dirimu yang sedang sepi.

Aku akan menjelaskan, mungkin nanti kita akan menyesali.

Kita tidak pernah punya waktu dengan orang - orang berharga, padahal dengan dan ada mereka kita berharga.
Kita menyesal pernah tidak mengungkapkan, lalu akhirnya terlambat dirinya sudah halal dengan teman dekat.
Kita merasa bersalah, lebih banyak menolak dan mencoba tidak peduli.
Kita akhirnya seperti ini, menyalahkan betapa kita tidak berani mencoba.
Kita menyesali suatu hal yang kosong dan tidak ada.

Aku akan..., "

"Wan, bapak mau pulang. Udah nulisnya?" Tanya seorang pustakawan itu.

"Wah, iya pak udah. Bareng pak." Jawab lelaki itu lalu menutup buku catatannya

"Alhamdulillah tumpangan gratis," tandas Pak Retno sembari merapihkan meja kerja.

"Iya pak ayo lah gas, hehe."

Pembicaraan dan candaan dari keduanya saling sahut bersahutan dalam suara detik jam perpustakaan kala itu. Hanya mereka berdua.

"Pak mau ikut ke taman pak, biasanya Kamis sore selalu ada band musik jalanan yang sedang perform." Tanya nya saat sedang berjalan meninggalkan gedung perpustakaan.

"Wah, bapak udah gak muda lagi Wan. Sudah kurang tertarik sama begituan. Bapak hanya fokus dengan keluarga. Mungkin kamu juga bakal merasakan ketika sudah berkeluarga."
Ucap Pak Retno.

Pada 1/3 MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang