Suasana di ruangan ini tiba-tiba menjadi sangat hening. Aku menatap heran kearah senyuman malaikat milik kakakku yang mulai luntur dan digantikan dengan muka datar sekaligus mengerikan. Padahal baru saja satu orang berwajah mengerikan keluar dari ruangan ini, lah sekarang malah nambah lagi satu. Maunya apa sih?
"Kau mengatakan kalau dirimu yang masih berusia sebelas tahun ini ingin kabur dari rumah? Apa kau sedang menguji kesabaran kakakmu saat ini, hm?" ucapnya sambil memasang senyum seramnya.
Ah, apa ucapanku tadi memancing emosinya? Tapi bukankah seharusnya kakakku ini selalu mendengarkan apa kata adiknya yang satu ini ya? Apa jangan-jangan permintaanku itu sangat keterlaluan sehingga dia tak dapat menurutinya?
Ukh, aku harus beralasan. "Jadi begini kak, aku merasa sifatku ini masih sangat kekanak-kanakan, dan aku tahu kalau seharusnya aku dapat berpikir lebih dewasa lagi dari sekarang. Karena itu, aku berniat untuk mencoba pengalaman berbaur dengan masyarakat, aku ingin menginap di rumah warga untuk dua tahun saja, kumohon," ucapku sok dramatis banget dah.
Ayolah, mengertilah wahai kakak baikku, jangan biarkan adikmu ini terkurung di rumahnya dan menempuh nasib seperti di cerita aslinya. Dia tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya kembali menatapku dengan tatapan serius.
"Apa kau yakin hanya itu tujuanmu?"
Dengan cepat aku langsung menganggukkan kepalaku. "Iya, hanya itu tujuanku. Aku ingin menjadi guru dan mengajarkan anak-anak seusiaku di sana, bagaimana kak? Bukankah itu sebuah keinginan mulia?" tanyaku.
Ya walau sebenarnya semua ini adalah kebohongan semata sih, yang aku inginkan adalah jaminan perlindungan dan kedamaian di masa depan yang akan datang dari si calon kaisar itu.
"Rupanya adik kecilku ini sudah ingin dewasa ya, baiklah akan kakak kabulkan keinginan muliamu itu. Semua akan kuatur sebaik mungkin agar kau dapat tumbuh menjadi gadis dengan pemikiran dewasa," ucapnya sambil mengelus kepalaku. "Jadi kapan kau ingin pergi?"
"Besok."
"Apa kau gila?"
"Gak, aku waras."
=====
Lima hari berlalu! Dan tak ada kabar apapun dari si kakak itu. Kenapa hiks? Kenapa sekarang dia malah mengurungku di kamar seperti ini? Padahal setiap detik berharga bagiku karena itu aku harus segera pergi menemui si calon kaisar.
Kak, kalau sampai aku meninggal nanti maka kujamin seratus persen kalau kau akan menyesali tindakanmu ini. Aku memainkan kakiku sendiri saking bosannya, bahkan terkadang aku membenturkan kepalaku sendiri ke tembok, tapi pelan kok, kalau banter mah sudah mati aku.
Tak lama kemudian, sebuah ketukan pintu terdengar. Aku sontak membetulkan posisi dudukku, dan bertingkah layaknya orang 'normal' kali ini. Kemudian, seorang pria bersurai merah muda timbul dari balik pintu dengan tangan yang membawakan makanan.
"Kau mengurungku sangat lama di dalam sini kak, aku tidak mau makan apapun yang kau berikan," kesalku.
Dia duduk di sampingku kemudian meletakkan nampan makanan tersebut di atas meja. Tangannya itu mengambil sebuah mangkok berisikan sup, dan mengaduk-aduk isi sup tersebut.
"Kau yakin bisa menolak makanan seperti ini yang terhidang di depan mata?" ucapnya.
Bisa-bisanya kau tersenyum seperti itu setelah memperlakukanku seperti ini. Kalau kau sampai tahu apa yang akan terjadi padaku di masa depan nanti maka akan kujamin senyuman itu berganti menjadi tangisan.
"Sudahlah kak, aku lelah memohon bantuan padamu. Kau makan saja sup itu sendiri, lalu segera tinggalkan kamar ini," sahutku malas.
Dia menghela nafas berat kemudian meletakkan mangkuk sup itu kembali ke nampannya. "Kenapa kau tiba-tiba menjadi seperti ini sih? Biasanya yang kau pedulikan hanyalah hidup nyaman, tapi kenapa sekarang kau malah ingin keluar dari kediaman ini dan mencoba berbaur dengan masyarakat?"
"Karena aku ingin tumbuh dewasa."
"Jangan bohong."
Aku menghela nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya kembali. Manikku menatap kearah pria itu yang sedang menuntut penjelasan dariku, dan berkata, "Satu bulan yang lalu saat sedang pergi berbelanja pakaian, aku bertemu dengan seorang pria tua."
"Dia menceritakan padaku tentang cucuknya di desa, katanya dia merasa iri melihat anak bangsawan sepertiku yang bisa menempuh pendidikan. Nah, karena itu semenjak satu bulan ini aku selalu belajar giat karena berharap agar dapat mengajari cucu kakek tersebut," ucapku dramatis.
Dan tentu saja semua ucapanku itu hanyalah sebuah kebohongan semata. Aduh kurasa aku telah banyak sekali melakukan dosa di kehidupan ini. Maafkan aku ya Tuhan, semua ini memang kesalahanku karena berbohong tapi aku tak memiliki cara lain.
"Kau benar-benar berpikiran seperti itu?" tanyanya yang langsung kujawab dengan anggukan kepala. Dia tampak berpikir sejenak. "Ya sebulan ini kau memang sering terlihat sibuk dengan bukumu sih, bahkan kau sampai sakit dibuatnya, kurasa kau memang serius ingin berbuat baik."
Iya betul, percayalah. Aku tak ingin berbuat dosa terus-menerus, jadi percayalah saja wahai kakakku yang baik hati.
"Baiklah kalau begitu, aku akan mengijinkan mu pergi lusa nanti."
Nah gitu dong dari dulu.
"Terima kasih kakak."
=====
ALOHA GAES~
Tenang saja, seperti leluhur-leluhurnya, cerita ini akan aku update setiap hari kok, kecuali jika aku minta ijin hiatus lagi seminggu awokwokwok.
Hm, mari kita lihat visualisasi abang Evan!
[E V A N]
Canteks ga sih? Atau ga ya 🤣
Yodah deng~
Terima kasih banyak buat kalian yang meluangkan waktu untuk membaca cerita ini, kalau ada salah kepenulisan mungkin boleh minta koreksinya, jangan lupa vote dan commentnya yaa...
Sampai jumpa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Romeo, Take Me! [END]
Romance[Réincarnation Series #6] Aku terbangun sebagai seorang gadis bangsawan yang memiliki kehidupan suram. Aku bukanlah tokoh antagonis dalam cerita, dan aku juga bukan pemeran utama. Aku adalah tokoh sampingan yang akan meninggal demi menggantikan peme...