[31] Setelah Itu Apa?

1.4K 122 2
                                    

Dengan sangat memaksa, akhirnya Wilona menyetujui pengobatan Alaska dilakukan rawat jalan. Masih ada banyak waktu sebelum  transplantasi sum-sum tulang Alaska dilakukan sambil menunggu sang pendonor. Wilona sudah memaksa Alaska untuk kemoterapi, namun katanya Alaska masih butuh waktu untuk berpikir. Ia ingin melakukan banyak hal dengan Senja.

Setelah tiga hari tidak ada kabar dan tidak masuk sekolah, Alaska akhirnya punya keberanian untuk menerima kenyataan. Ia sudah bersiap berangkat sekolah, tidak lupa Wilona menyiapkan obat jika nanti Alaska merasa sakit.

Pria itu sudah sampai di sekolah sejak setengah jam lalu, namun Senja belum juga nampak. Sepertinya gadis itu terlambat. Alaska memutuskan untuk mengambil tas dan keluar lewat pintu gerbang belakang. Ia duduk di warung tempat mereka bolos waktu itu, menunggu Senja.

Beberapa menit telah berlalu, akhirnya dari kejauhan ia melihat Senja berlari tergopoh-gopoh dengan baju seragam yang berantakan. Tanpa basa-basi, Alaska memanggilnya.

"Senja!"

Senja menoleh, menatap Alaska. Namun dengan cepat ia kembali melanjutkan jalannya.

Apakah Senja marah? Tentu saja. Siapa yang tidak kesal ditinggal pacar selama tiga hari tanpa kabar apapun?

Alaska mengikuti jalan Senja dari belakang, menuju gerbang sekolah yang sudah tertutup.
__________

Di sini lah mereka sekarang. Bersama dengan lima orang lain yang juga bernasib sama, terlambat.

Karena tidak disiplin, mereka harus menjalani hukuman membersihkan kamar mandi. Anehnya, gadis itu tidak mengucapkan satu kata pun pada Alaska. Ia seakan tidak melihat kehadiran Alaska.

"Lo marah sama gue?" Alaska bodoh, itu pertanyaan retoris.

"Maafin gue, Senja." tentu saja tidak semudah itu.

"Ja.. gue harus apa biar lo gak marah lagi?"

Tepat setelah pertanyaan terakhir, Senja membanting gagang pel yang sedang ia pegang. Membuat Alaska dan murid lain tersentak, "Lo bisa diem gak? Gue jadi gak fokus ngepel gara-gara lo." gadis itu melangkah pergi meninggalkan hukumannya.

"Ya karena lo terlalu fokus ngepel jadi mengabaikan gue di depan lo, gitu?"

Sebelum mengikuti langkah Senja, Alaska sempat menitip pesan pada murid lain yang sedang dihukum juga, "Bersihin dulu ya. Gue lagi ngurus bini gue marah." setelahnya, pria itu melesat pergi.

Langkah Senja membawa mereka ke kantin sekolah yang sedang sepi, Senja langsung memesan es teh dengan ekstra es, lalu duduk di meja paling pojok. Alaska mengikutinya, namun masih berjarak lima meter sudah di stop oleh Senja.

"Jangan deket-deket gue. Duduk disana, gue kasih waktu sepuluh menit buat lo jelasin semua." tangan Senja menunjuk bangku tepat di sebelah Alaska. Pria itu menurut.

Karena jaraknya dan Senja cukup jauh, Alaska harus sedikit mengeraskan volume suara.

"Sebenernya gue juga bingung harus ngejelasin darimana."
Gue belum siap kalo lo tau semuanya..

Suara hati Alaska berbicara tentang apa yang sebenarnya ingin pria itu katakan.

"Gue juga takut kalo apa yang bakal gue omongin bikin lo tambah marah."
Dan sudah gue pastiin lo bakal marah..

"Gue gak mau lo denger semua basa-basi gue yang udah terlanjur basi ini. Gue cuma bisa bilang, maafin gue Senja.."

Senja terenyuh mendengarnya. Alaska tidak malu lagi mengatakan maaf di depan para bude-bude kantin yang kini sedang menyaksikan mereka diam-diam. Alaska benar, ia tidak butuh penjelasan basi yang mungkin hanya sebuah pembelaan. Senja hanya butuh sebuah maaf.

Senja Di Teluk Alaska | ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora