Chapter 67

712 32 4
                                    

"Belajar mengikhlaskan kepergianmu karena sejatinya takdir Tuhan tidak bisa diganggu gugat dengan cara apapun."

Happy Reading❤❤

Keadaan ruangan rawat Diviana menjadi hening. Aldino, Erisa dan Adi masih saja berdebat demi apapun mereka tak memikirkan kondisi Diviana yang sedang koma.

Dokter Dhika dan suster langsung saja melerai perdebatan di antara mereka, ketiganya segera keluar dari dalam ruangan rawat Diviana.

Gibran masih berada didalam ruangan rawat Diviana. Ia lalu mencium kening dan punggung tangan Diviana, jujur hati dan logikanya masih berperang kenapa Diviana belum juga bangun dari komanya.

"Zetta!" lirih Gibran menggenggam erat jemari tangan Diviana.

"Gua baru ingat, tiga hari lagi tepat dimana usia gua bertambah jujur gua gak berharap dikasih kado sama lo tapi yang gua harap, semoga dihari spesial gua nanti lo bisa sadar dari masa koma lo gua mohon sama lo jangan bikin harapan semua orang yang berada disini jadi pupus, gua yakin lo pasti bisa lewatin semua ini!" lirih Gibran mulai mencium punggung tangan Diviana.

"Bran," panggil Dimas masuk kedalam ruangan bersama Aqeel.

"Hmm."

"Lo harus kuat, Vivi butuh lo," Dimas mengusap pelan bahu Gibran.

"Jujur Dim, gua gak tau harus gimana lagi supaya Zetta mau bangun dari komanya!" lirih Gibran kedua matanya tak lepas memandangi wajah pucat pasi milik Diviana.

"Mending lo ikut sama gua aja kita sholat berjamaah dimusholla, sebentar lagi kan mau masuk jamnya sholat tuh."

"Benar apa kata Dimas mending lo sholat aja biarin hati lo tenang ngehadapin semua ini."

"Terus gimana sama Zetta, siapa yang bakal jagain dia kalo gua pergi?" tanya Gibran lalu menatap kedua sahabatnya.

"Biarin Vivi, gua yang jaga."

"Yaudah kalo gitu gua sholat dulu ya sama Dimas kalo ada apa-apa sama Zetta jangan lupa kasih tau ke gua ya, Qeel."

"Siap bosku."

"Gua pergi dulu Zetta, ingat gak usah nakal semangat sayangku!" lirih Gibran mencium lembut kening Diviana.

Dimas dan Gibran, lalu pergi meninggalkan ruangan rawat Diviana. Ya, sekarang hanya tersisa Aqeel seorang diri, cowok itu segera duduk di bangku sebelah brankar  Diviana. Perlahan Aqeel mulai menggenggam jemari tangan adiknya itu, ya Tuhan jujur ia sangat takut sekali takut jika Diviana memilih pergi meninggalkan mereka semua.

Wajah itu semakin pucat pasi ditambah lagi dengan mesin deflibilator yang masih terus menyala, mengikuti detak jantung Diviana. Entah mengapa Aqeel merasa Diviana akan pergi meninggalkan mereka semua tapi tak bisa dipungkiri ia yakin semua itu hanyalah rasa khawatirnya yang terlalu berlebihan ia yakin Diviana pasti bakalan bangun.

"Vi gua tau lo lelah bahkan gua tau lo capek sama hidup lo sendiri tapi gua mohon sama lo, kalo lo mau pergi ninggalin kita semua nanti dulu ya sayang jangan sekarang."

"Liat mama dan papa lo Vi, mereka berdua sekarang udah bisa nerima lo dikehidupan mereka ya meskipun menurut gua mereka berdua udah telat tapi gak ada salahnya Vi, intinya yang jelas mereka mau berubah dan mau memperbaiki semuanya."

"Lo liat kakek, nenek, om Neval sama tante Wita mereka semua gak pernah ninggalin lo mereka semua selalu ada disini nemenin lo baik dalam keadaan susah maupun senang bahkan mereka semua enggak pernah lelah nemenin lo untuk sembuh dari penyakit lo, ayo Vi semangat adik abang pasti kuat."

Crazy Couple✔Where stories live. Discover now