Ke - 7

73.5K 6.3K 140
                                    

Semoga suka ya:)

🌱

- Yang selalu mengerti -

Lelaki itu menghembuskan nafasnya pelan. Wajah datar, tatapan yang tajam dan dingin itu fokus ke gerbang besar di depannya. Langsung saja ia memencet klakson mobilnya dan seorang pria mulai membukakan gerbang itu. Pria itupun sedikit membungkukan tubuhnya kala melihat siapa yang datang.

Tak mau lebih lama lagi, ia turun dari mobilnya. Sebelum memasuki rumah besar itu, ia menyempatkan diri untuk melihat sekeliling dan semua tampak masih sama seperti beberapa tahun lalu ia menginjak kakinya di sini.

"Gak berubah," batinnya.

Lalu ia mulai berjalan menuju pintu utama dan membuka pintu tanpa mengetuk atau menekan bel terlebih dahulu.

"Selamat malam Tuan," sapa salah satu pelayan dengan ramah, namun yang disapa hanya berjalan tanpa menoleh apalagi membalas.

Semua pelayan, satpam, penjaga kebun sudah hapal dengan sikap Tuan mudanya. Maka dari itu mereka tidak ambil hati karena mereka pun tahu apa penyebabnya. Malah Mbok Sami -pelayan yang paling lama bekerja- itu menatap Tuan mudanya dengan sedih. Ia tahu semuanya dan ia tahu apa yang sedang dirasakan Tuan mudanya itu.

Dengan langkah santai, ia berjalan menuju lantai 2. Tepat di depan pintu kamar berwarna putih, ia diam lalu lagi-lagi menghembuskan nafasnya pelan.

Perlahan tapi pasti ia membukanya. Terlihat kamar bernuansa ungu pastel tersaji di depan matanya. Bahkan hampir semua isi kamar itu berwarna ungu pastel. Mulai dari meja rias, meja belajar, lemari, sofa, jam dinding, boneka, gitar, nakas dan juga pernak-pernik yang sengaja di tempel sang pemilik kamar di dinding kamar.

Ia menggeleng pelan, lalu matanya menangkap sosok gadis yang ada di balkon sana. Ia pun berjalan mendekat dan duduk di bangku sampingnya.

Merasa ada seseorang, gadis itupun menoleh dengan alis terangkat sebelah. Namun, tanpa mempedulikan kehadirannya ia kembali larut dalam pikirannya sendiri.

"Pulang," suruh lelaki yang duduk di sampingnya.

Gadis itu menoleh lagi-lagi dengan alis terangkat, seolah-olah ia bertanya.

"Mama sakit," ucapnya lagi, tetapi sama saja gadis itu masih enggan menjawab.

"Kangen lo," lanjutnya.

Terdengar suara hembusan nafas pelan dari gadis itu.

"Terus?" tanyanya yang kini sudah menoleh.

"Jangan egois."

"Siapa?"

"Mama kangen."

"Gue ngga."

"Berenti egois!" seru lelaki itu, gadis yang ada di sampingnya hanya tersenyum kecut lalu kembali menatap ke depan.

🌱

Pagi ini, Khanza merasa ada yang aneh dengan Raffa. Karena tidak biasanya Raffa sependiam ini jika sedang bersamanya.

"Raffa kenapa?" tanya Khanza lembut, ibu jarinya mengusap lembut punggung tangan Raffa memberi kehangatan dan ketenangan.

Raffa menoleh sekilas lalu menggeleng.

Bukan Khanza namanya jika langsung mempercayai Raffa begitu saja. Khanza tidak akan puas jika diberi satu jawaban oleh Raffa.

RAFFA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang