18. Kuasa Ibu Ambarwati

891 46 1
                                    

Ale tersenyum bahagia mengingat kenangan indah bersama Senandung dulu. Sungguh ia tak menyangka, kalau ide asalnya dipakai sang istri untuk nama anak mereka.

"Kamu sudah bertemu dengan Bira. Sekarang saatnya pergi," usir Senandung dingin pada Ale.

"Sena ...."

"Aku tidak ingin ada fitnah. Pergilah sekarang, Le!" usir Senandung tegas dengan tatapan tajam.

"Sena. Kenapa kamu jadi dingin begitu? Ke mana rasa cintamu padaku yang dulu begitu kuat?" tanya Ale masygul. Matanya terus memindai sang mantan dengan mendamba.

"Cinta? Aku harus mencintai suami orang?" Senandung balik tanya dengan nada sinis. Wanita menggeleng miris.

Ale sendiri hanya terdiam. Hatinya amat sesak mendengarnya. Pria itu lantas menatap mantan istrinya dalam. Bibirnya mulai melontarkan pertanyaan, "Kenapa dulu kamu tiba-tiba saja pergi dari rumah tanpa pesan?"

"Aku tidak pernah pergi dari rumah," balas Senandung dingin, "tetapi aku diusir oleh mamamu," imbuhnya mulai tergetar.

Hati wanita itu terasa begitu sesak, setiap kali mengingat kejadian menyakitkan waktu lampau. Dasar dirinya diusir oleh mertuanya dan terombang-ambing di jalan.

Dengan suara yang parau akibat menahan kegetiran dalam dada, Senandung menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Kejadian enam tahun lalu awal perpisahan mereka.

Flash back.

Kala itu, setelah diantar oleh sang suami ke tempat kerja, Senandung melaksanakan tugasnya dengan hati yang amat bahagia. Karena Ale berjanji akan mengajaknya ke dokter untuk memeriksa kandungan.

Sepanjang hari wajah wanita itu tampak ceria. Senyuman manis tak pernah lepas dari bibir tipis kemerahannya. Wanita itu bekerja dengan semangat.

Senandung sudah tidak sabar ingin mengetahui kebenaran kehamilannya. Dirinya berkali-kali melirik jam yang menggantung di dinding. Maka begitu waktunya pulang, dia segera berkemas dan ke luar dengan cepat.

Hati Senandung sedikit kecewa karena Ale belum tampak di parkiran. Padahal biasanya, lelaki itu sudah setia menungguinya di tempat parkir itu. Wanita itu masuk lagi ke toko. Menunggu suaminya sembari ikut membantu kawannya yang bertugas pada shift berikutnya.

Setelah satu jam menunggu Senandung dilanda bosan. Berkali-kali ia melongok parkiran, berharap Aleandra menampakkan batang hidungnya. Namun, sang suami tak kunjung muncul. Senandung mencoba menghubungi gawai Ale. Sayangnya berulang kali sambungan teleponnya selalu gagal.

Akhirnya, setelah hampir tiga jam menunggu, Senandung memutuskan pulang sendiri. Wanita itu menaiki bus dengan hati yang gundah.

Hati Senandung semakin khawatir karena sampai larut malam suaminya tak kunjung pulang. Dia ingin menangis dan menjerit, sebab berkali-kali sambungan teleponnya selalu gagal.

"Ale ... kamu di mana? Kenapa tidak menghubungi aku? Ada apa? Semoga tidak terjadi apa-apa," cemas Senandung dengan air matanya yang mulai meleleh.

Sepanjang malam, Senandung tak dapat memejamkan mata. Hatinya terus saja risau. Takut terjadi sesuatu pada sang suami. Namun, dia tak mampu berbuat apa-apa. Akhirnya, dia hanya mampu berdoa untuk kebaikan separuh napasnya.

Pagi hari

Ketika hendak bersiap berangkat kerja. Pintu rumah Senandung diketok orang. Dia begitu terkejut karena yang datang berkunjung adalah pemilik rumah kontrakan dan mamanya Ale.

Bu Ambarwati datang dengan mengenakan perhiasan mewah di sekujur tubuhnya. Seolah tengah memamerkan siapa dirinya pada Senandung. Ketika Senandung mengulurkan tangan, wanita itu bergeming.

Cinta Lama Bersemi Kembali (Senandung)Where stories live. Discover now