Part 2

2.6K 317 72
                                    

°°° ᴰᵃⁿᵈᵉˡⁱᵒⁿ °°°

Tidak terasa waktu berlalu dengan cepat. Sudah 1 minggu lebih Jeno kembali ke rumah orang tuanya --yang artinya sang Nenek sudah kembali ke rumahnya sesuai dengan perjanjian mereka-- tidak membuat si bungsu Lee itu merasa nyaman sama sekali.

Dia bahkan masih merasa canggung, membuat dirinya lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar, dari pada berinteraksi dengan keluarganya. Semua orang yang ada di rumah itu memaklumi hal itu. Mengingat mereka yang sudah berpisah 12 tahun lebih, dan tentu saja membuat sebuah jarak di antara mereka.

Tidak jarang juga Jeno bahkan menelpon sang nenek, mengatakan jika dirinya rindu dan ingin kembali bersama neneknya, dari pada keluarganya sendiri dengan harapan jika sang nenek akan membawa dirinya kembali, namun wanita yang sudah lanjut usia itu, tidak mengabulkan harapannya.

Jeno terkejut --hampir saja menjatuhkan handphone pemberian nenenknya yang tengah di pegangnya-- saat pintu kamarnya di buka secara tiba tiba oleh Ibunya.

"Turunlah, makan malam sudah siap"

"I --iya" jawabnya terbata bersamaan dengan tertutupnya pintu kamarnya, membuat Jeno menghela nafasnya dan mengelus dadanya yang memburu dengan cepat.

Sifat Ibunya yang terkesan dingin dan juga cuek terhadap dirinya, membuat Jeno semakin yakin jika wanita yang sudah melahirkannya itu masih membenci dirinya sampai sekarang. Jeno bahkan tidak tau, alasan pasti kenapa Ibunya sendiri masih membencinya.

Merasa jantungnya yang sudah mulai normal, Jeno mulai beranjak dari duduknya, keluar dari kamarnya yang tidak lupa di kunci, menuju ke ruang makan. Dia tidak ingin membuat keluarganya yang lain menunggu terlalu lama.

"Ma.. maaf, saya terlambat" ujarnya pelan setelah duduk tepat di samping kakak kembarnya.

"Tidak apa, sebaiknya kita mulai makan malam bersama"

Ibu Lee mulai melakukan tugasnya sebagai seorang ibu dan juga istri, mengambil nasi buat suami dan anak anaknya. Tidak lupa meletakkan sepotong daging bulgogi di atas nasi hangat kedua anaknya. "Makanlah yang banyak"

Renjun mengangguk semangat dan mulai memakan makan malamnya, berbeda dengan Jeno yang menatap daging yang baru saja di letakkan ibunya ke nasinya.

"Kamu tidak suka bulgogi??"

Jeno menegakkan duduknya terkejut. "Saya suka i..ibu" jawabnya cepat dan segera memakan daging itu. Walaupun terkesan terpaksa, tapi Ibu Lee tersenyum, setidaknya anak bungsunya suka dengan menu makan malam yang di buatnya kali ini.

Sampai suara bel rumah, menghentikan sejenak kegiatan makan malam keluarga Lee itu. "Dia sudah datanh??" Renjun segera berlari ke arah pintu membuat kedua orang tuanya hanya bisa menggelengkan kepala mereka melihat tingkah si anak sulung

"Kau tau, kenapa Renjun selalu bertingkah berlebihan saat dia datang??"

"Tentu saja, karena Renjun menyukainya"

Ayah Lee hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tidak menyangkan jika anak anaknya sudah besar, bahkan rasanya baru kemarin dia masih menggendong si kembar saat menangis. Sementara Jeno hanya diam mendengar pembahasaan kedua orang tuanya yang tentu saja tidak di mengerti oleh Jeno.

"Ayah, Ibu, Kak Jaemin sudah datang" suara riang Renjun membuat Jeno membeku saat sebuah nama disebut oleh Renjun. "Dan Kak Jaemin, lihat siapa yang sudah kembali ke rumah ini, dia Jeno, yang akan tinggal disini lagi, dan aku ingin  malam ini kita tidur bersama lagi, mengingat saat saat kita kecil dulu"

...

Disinilah mereka, di dalam kamar sibungsu dengan Renjun yang tidur di posisi tengah antara Jeno dan Jaemin, setelah asik mengobrol --lebih tepatnya, Renjun yang terus berbicara sementara dua orang lagi hanya diam-- sampai lelah.

BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang