Part 3

2.1K 299 38
                                    

Suasana rumah di pagi hari minggu yang cerah ini tenang seperti biasanya. Ibu Lee dan Renjun tengah pergi ke pasar dan juga supermarket untuk membeli kebutuhan sehari hari yang sudah mulai menipis. Hanya ada Jeno, Ayah Lee dan beberapa pelayan mereka yang melakukan tugas mereka di dalam rumah.

Bibi Han, kepala pelayan mereka berjalan sambil membawa sepiring buah buahan dan segelas susu coklat ke taman belakang rumah, dimana Jeno tengah bersantai sekarang. "Ini cemilan pagi untukmu. Bibi harap kamu masih suka dengan susu coklat yang bibi buat saat ini"

Jeno tersenyum senang. Memeluk erat wanita yang sudah menjaga dan merawatnya saat Ibu kandungnya sendiri melupakan dirinya. "Terima kasih Bibi, Jeno masih suka kok dengan susu coklat, apa lagi buatan Bibi dan juga nenek"

Bibi Han mengelus rambut halus pemuda yang sudah di anggapnya seperti anaknya sendiri. "Sama sama, Bibi senang jika kamu suka dengan susu buatan bibi" Jeno tersenyum manis setelah melepas pelukkan eratnya. "Kalau begitu, bibi masuk kedalam ya, bibi mau beres beres rumah"

"Iya Bibi"

Kepala keluarga Lee yang sejak tadi melihat interaksi anaknya dan kepala pelayan di rumahnya, membuat hatinya seakan tersayat pisau tajam. Kenapa kau tidak bisa seperti itu juga dengan Ayah, Jeno-ya??

Dia sadar, disini dirinya juga bersalah karena tidak bisa menolak permintaan istrinya dulu. Seandainya dia bisa lebih tegas, mungkin anak bungsunya tidak terasa jauh seperti saat ini.

Ayah Lee menghela nafasnya berat. Menyakinkan hatinya untuk lebih semngat untuk kembali mendekati si bungsu. "Kamu pasti bisa, ayo tetap semangat, kamu bisa. Usaha tidak akan pernah membohongi hasil"

Seakan pikiran positifnya membuatnya lebih bersemangat, Ayah Lee berjalan keluar rumah, manghampiri Jeno yang tengah memakan cemilannya perlahan.

"Pagi ini benar benar cerah, memang cocok di nikmati sambil bersantai"

Jeno sedikit terkejut saat mendengar suara berat khas ayahnya tepat di sampingnya. Senyuman tampan dari pria yang lebih tua membuatnya ikut tersenyum walaupun tipis. Setidaknya senyuman itu akhirnya kembali dilihatnya setelah sekian tahun tidak pernah kelihatan sama sekali.

Melihat senyuman tipis itu, membuat semakin bersemangat, setidaknya anaknya sudah mau merepon ucapannya, itu sudah suatu kejadian yang bagus. Ayah Lee juga semakin terlihat semangat, setidaknya ada sebuah harapan untuk dirinya bisa kembali dekat dengan Ayah Lee.

"Ayah ingat, kita dulu sering menghabiskan waktu berdua disini saat Ibu dan juga Renjun  pergi belanja kebutuhan pokok kita. Kamu saat itu senang berenang di kolam ini dan selalu mengajak ayah untuk berenang bersama, sampai kejadian dimana kamu hampir saja tenggelam di kolam renang saat itu, membuat kamu tidak mau berenang lagi karena trauma. Apa kamu masih sering mengalami trauma saat berenang??"

Si kembar bungsu jadi teringat dengan kejadian yang hampir merengut nyawanya itu. Andai saja dia lebih sabar menunggu ayahnya saat itu, mungkin kejadian itu tidak akan terjadi. "Hmm, ya, aku masih trauma hal itu" akui Jeno. Sampai sekarang dia bahkan tidak pernah berenang.

Respon yang semakin bagus, Ayah Lee semakin bersemangat untuk mendekati si bungsu. "Ayah juga ingat, saat kamu terjatuh waktu kecil dulu, saat kamu tengah bermain kejar kejar dengan Renjun dan membuatmu terjatuh sampai menangis. Ayah mengira kamu menangis karena ada yang terluka, tapi ternyata kamu menangis karena eskrim milikmu terjatuh tepat di wajahmu, hahaha"

Jeno ikut tertawa pelan, saat dia kembali mengingat masa kecilnya dulu. Itu benar benar memalukan. Seharusnya dia tidak perlu menangis hanya gara gara itu, dan itu adalah kenangan yang paling memalukan yang di pernah lakukan.

BrotherWhere stories live. Discover now