1

42 2 0
                                    


"Han, gue main ke kos lu ya" suara Cenna sepagi ini sudah terdengar lewat handphone Hana.

"Mau ngapain?" Balas Hana dengan suara sedikit bindeng gara-gara habis nangis semalaman setelah marathon drama korea. Berhubung ini weekend dan Hana sedang kedatangan tamu bulanan, jadinya dia habiskan untuk menonton drakor dan bermalas-malasan.

"Lo masih di atas kasur?" bukan menjawab pertanyaannya Hana, Cenna justru kembali bertanya.

"Tuh tauu"

"dih bangun deh cepet. 10 Menit lagi gue ke sana."

Klik.

Panggilan itu pun terputus dan berakhir dengan Hana yang harus segera bangun dan mencuci mukanya, sama sekali tidak ada niatan untuk mandi. Cenna memang suka begitu. Tidak sah rasanya kalau akhir pekan seperti ini tidak mengganggu ketenangan Hana. Sekalipun keduanya terpaut beda usia, nyatanya Cenna sama sekali tidak merasa sungkan memaksa Hanna untuk segera bangun dari tempat tidurnya. Dan sialnya, Hana tidak bisa menolak. Satu hal lagi yang membuat Hana segera bersiap adalah karena Cenna orangnya ontime sekali. Kalau dia bilang 10 menit lagi akan datang, so pasti dia akan nangkring di depan kosan Hana 10 menit yang akan datang.

__

"Ha? Ke pantai? Serius?" Suara Hana terdengar bersemangat. Memang akhir-akhir ini dia sangat disibukkan dengan tugas-tugas kampus yang bikin ampun. Ada pernah beberapa kali dia mengutarakan keinginan untuk main di akhir pekan. Tidak harus ke pantai juga. Tapi kalau ke pantai dia sangat bersyukur sekali. Karena dia tahu jarak tempuh antara kosan dan pantai lumayan jauh. Hana tidak mau sendirian, dia butuh teman. Beberapa teman kuliahnya tidak ada yang merespon keinginannya itu. Akhirnya dia hanya bercerita kepada Cenna.

"Iya. Makanya sana cepetan siap-siap."

"Tapi masa berdua doang?" Hana masih bertanya.

"ya kali sekampung ke sana. Lu pikir kita mau demo apa gimana sih?" Balas Cenna dengan nada sedikit kesal.

"Ihh nggak gitu maksud gue. Lu kan tau kalau gue nggak mau kalau kita kemana-mana cuma berdua. Mana ini pantainya jauh lagi."

"Iya gue tahu. Makanya gue ngajak Kenzo."

"Serius? Mana Kenzonya?" Hana kembali antusias sembari melongokkan kepalanya ke arah jalan depan kosan. Karena tadi pas Cenna datang dia terlihat sendirian tanpa membawa Kenzo bersamanya.

"kalau sampe tiga kali lu bilang serius, fix nggak usah berangkat lagi kita" Cenna misuh-misuh sendiri

"ya abisnya gue nggak ngeliat Kenzo. Lu umpetin di mana adik lu, Cen?"

"Dia masih di rumah. Ntar kita jemput dia dulu, soalnya tadi pas gue ke sini dia masih siap-siap."

"Oohh.. bilang dong awal-awal." Hana tersenyum riang. "Yaudah gue siap-siap dulu. Nggak bakal lama. Janji!" Ujar Hana sembari bangkit dari tempat duduknya dan masuk ke dalam kosannya.

Cenna hanya tersenyum sekaligus menggelengkan kepalanya melihat tingkah Hana yang persis seperti anak-anak itu. Padahal usianya bukan lagi usia remaja. Tapi itu pula yang membuat Cenna merasa nyaman bersahabat dengan Hana. Hana yang ceria dan selalu terbuka membuat dirinya juga bisa terbuka dan mau bercerita tentang apa saja. Cenna akui dia termasuk pribadi yang cukup sulit untuk dekat dengan orang lain, apalagi lawan jenis. Dia cenderung menyimpan segalanya sendiri, entah itu kesedihan atau kebahagiaan. Hana yang dia kenal setahun terkahir karena mereka berada di lingkungan tempat tinggal yang sama, membuat dirinya mau bercerita banyak hal, apa saja. Hana di mata Cenna adalah sosok yang sangat peduli dan mau memberikan perhatian atas keluh kesah dirinya selama ini. Sosok yang entah mengapa kurang dia dapatkan dari sang Ibu. Sekalipun Hana lebih tua dari dirinya, tapi Hana jarang sekali mengaitkan usia dalam persahabatan keduanya.

"Yuk, berangkaaat" suara Hana tiba-tiba terdengar dan memecahkan lamunan Cenna.

"Yuk."

--

"Ceenn,, ini tuh seger bangeeett. Sini deh.." Teriak Hana dari jarak yang tidak terlalu jauh. Cenna yang sedang membayar minuman untuk mereka hanya menggeleng-geleng melihat tingkah Hana dari posisinya saat itu. Kenzo sedang mencari makanan di tempat yang berbeda. Rencananya mereka akan menyewa tenda-tenda yang berjajar di bibir pantai sembari menikmati makanan ringan. Hana yang tidak sabar melihat debur ombak pantai, langsung saja menghabur keluar dari dalam mobil setibanya di pantai tanpa melepas kaoskaki yang memang melekat di kakinya. 

Hana memang bukan anak yang agamis, tapi dia sungguh-sungguh dalam menjaga dirinya. Orangtuanya memang selalu berpesan untuk menjaga diri di mana saja berada. Termasuk dalam berpakaian.Oleh karena itu Hana mulai memperbaiki penampilannya sejak awal-awal kuliah. Ya meskipun belum bisa dikatakan rapi dalam artian yang sebenarnya, tapi Hana mencoba untuk menutup auratnya selama keluar atau bertemu dengan lawan jenis. Berpakaian longgar, berhijab di bawah dada, dan menggunakan kaoskaki. Termasuk seperti saat ini. Dia menyengaja untuk tidak melepas kaoskakinya. Karena dia tahu bahwa kaki masih termasuk bagian aurat perempuan. Sedekat apapun dia dengan Cenna tetap saja Cenna bukan mahramnya. Sebetulnya Hana mulai mengerti, pertemanan antara dirinya dengan Cenna yang seperti ini tidak dibolehkan. Tapi Hana masih saja belum bisa meninggalkan hal yang satu ini.

"Haan, sini dulu. Minuum.." Panggil Cenna dengan sedikit berteriak.

Hana yang merasa dipanggil, segera menuju ke tenda yang sudah disewa Cenna dan Kenzo.

"Waahh.. pesta nih." Seru Hana setibanya di tenda dan melihat ada begitu banyak jenis makanan dan beberapa botol minuman.

"Dih mbak Hana, gini aja dibilang pesta." Ujar Kenzo sembari membuka keripik singkong yang dibelinya tadi.

"Lah iya, ini kan pesta. Tapi pesta kecil-kecilan" Hana tak mau kalah

"Serah lo dah, Han" kali ini Cenna yang bersuara.

"Aku heran deh sama kalian. Padahal tuaan mbak Hana, tapi kok Mas Cenna nggak ada sopan-sopannya gitu sih. mana manggil nama aja lagi." 

Mendengar Kenzo yang tiba-tiba mengatakan keheranannya, sontak Cenna dan Hana saling berpandangan dan tertawa dengan spontannya.

Hahahahahah..

Bahkan debur ombak tak mampu menutupi tawa kencang keduanya.

"Dih jorok deh. Tuh lihat sampe keluar-keluar.." Sungut Kenzo saat dilihatnya Cenna tertawa sembari menyemburkan makanan yang tadi sedang dikunyah.

"Lo sih dek, ngapain juga heran. Hana itu udah biasa kali gue panggil nama aja. Dia juga manggil gue pake nama doang."

"yaiyalah bambang.  kan dia lebih tua dari lo. yang kurang ajar itu lo, manggil dia nama doang"

"hahahah nggak apa-apa, Ken. Justru dengan begitu Mbak ngerasa lebih muda daripada Cenna."

"jadi maksud lo, gue itu udh tua?"

"Gue nggak bilang gitu. Lo sendiri barusan yang bilang kan?" Hana kembali tertawa.

"Udah ah. Berasa liat suami istri lagi berantem gue" sungut Kenzo yang spontan membuat tawa kedua orang di depannya semakin kencang.

"Doain aja" ujar Cenna pelan tapi mampu ditangkap rungu Hana, entah dengan Kenzo. Hana yang sadar akan hal itu pura-pura tidak mendengar dan memalingkan pandangannya ke arah pantai.

__

Akhirnya berani publish part1. Semoga suka dengan Hana dan Cenna ya :)

Canaku ^^


Shall weWo Geschichten leben. Entdecke jetzt