💜

673 78 2
                                    

Suga sedang menemani Mine yang masih terbaring. Syukurlah, dia terselamatkan setelah Suga memanggil tim medis. Mine sangat kelelahan dan kondisi tubuhnya tidak stabil. Ia tidak ingin Mine ke rumah sakit, Mine pasti akan selalu teringat saat ia kehilangan Min Min.

Suga tidak berhenti berdoa dan menggenggam tangan mungil itu. Mine bukanlah orang yang sekuat orang lain lihat. Saat keterpurukan benar-benar menghantuinya, apapun caranya ia akan lakukan untuk membayar semuanya.

Suga juga ikut berbaring di samping Mine, ia sengaja meminta tim medis untuk memberi obat penenang pada Mine. Ia ingin Mine istirahat lebih lama, ia juga tidak bisa membiarkan Mine merasa tertekan dengan keadaan ini.

Suga tidak melepaskan pandangannya pada Mine yang sedang tertidur kali ini. Suga merasa bukanlah suami yang baik untuk istrinya, tapi ia selalu berusaha yang terbaik.

Ia juga memberi kecupan hangat pada Mine. Mine adalah tulang rusuknya, tidak akan ia lukai sampai kapanpun. Masalah waktu itu saja, membuatnya masih merasa bersalah. Sifat kurang teguh pendiriannya kadang kala runtuh dengan egonya.

"Mine-ah, tidurlah dengan tenang malam ini. Aku tidak akan membiarkan dirimu lelah menangis menyesali sesuatu hal yang bahkan itu bukan salahmu." Lirih Suga sambil memeluk Mine. Ia dapat mencium aroma tubuh Mine yang sangat ia sukai.

***

Hari ini, Suga mengutus seseorang untuk menjemput keluarga Mine. Perjalanan terpaksa dipercepat dari jadwal awal karena kejadian Mine kemarin. Hal itu membuat mereka sedih juga.

"Yeobo, il-eona." Ucap Suga membangunkan Mine. Mine mulai membuka perlahan mata indahnya, yang pertama menjadi fokusnya adalah senyum Suga.

"Gwenchanayo? Tidurnya nyenyak kemarin malam?" Suga bertanya seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Gwenchana." Mine mulai mendudukkan diri dibantu Suga.

Ia mulai menerawang cahaya matahari yang masuk di sela-sela gorden warna hitam itu. Tiba-tiba saja, ia memeluk Suga. Ia sadar akan kejadian kemarin. Dimana pikirannya sudah tidak jernih lagi. Dimana tindakannya adalah tindakan bodoh.

"Mian..." Maaf yang selalu terucap.

"Sshtt... Tak perlu. Aku ingin, hari ini tidak ada kata maaf lagi." Suga menegaskan sembari memeluk kuat Mine.

"Aku sudah membuat sarapan, makanlah. Insulinnya sudah ada di sana." Suga mendahului dan diikuti Mine.

Mereka menikmati makanan dengan rasa khas Suga. Masih ada sisa-sisa mata sembab di wajah itu, Suga tahu Mine masih sangat sedih akan kehilangan Min Min. Terlihat Mine menguatkan dirinya di depan Suga.

Mine tidak pernah ingin kehilangan seseorang, siapa yang ingin seperti itu? Tentu tidak ada. Sifat Suga dan Mine sebenarnya sama, mereka selalu ingin terlihat kuat di depan orang lain.

"Yeobo, hari ini, keluarga Malang ke sini." Mencoba menghibur.

"Oo iya?" Tanya Mine mencoba antusias, padahal dalam lubuk hatinya ia tidak bisa lepas dari kepergian Min Min.  Suga menganggukkan kepala—mengiyakan.

Di tengah sarapan mereka. Suara bel terdenger dari luar, menampakkan keluarga Mine dari kamera pengawas. Suga dengan segera membukakan pintu.

"Assalamu'alaikum." Mereka masuk dengan senyum merekah.

"Wa'alaikumussalam." Balas Suga, Saddam langsung minta di gendong oleh Suga, padahal dari tadi ia tidak lepas dari Rosyi. Dengan senang hati ia menggendong keponakannya itu.

"Mine." Jefri menghampiri adiknya yang sedang duduk di ruang makan. Ia langsung memeluk adiknya yang masih duduk itu.

"Kak Jefri." Mine juga membalas peluknya.

Mine~Suga | Fan-fictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang