50- Pretty savage🍂

478 71 15
                                    


Hai, i'm comeback, spesial dihari aku dibuat terharu sama pembaca-pembacaku. Love you guys really😭❤

🍂🍂🍂

"Hina, kau yakin?" Tanya Koeun untuk yang kesekian kalinya.

Hina mendekatkan tangan Jaemin yang ia genggam pada pipinya. Mengecupnya sesekali.

"Aku yakin, Eonni. Aku sudah memilih."

"T—tapi Hina, kau berarti akan—"

"Mimpiku tak lagi penting, Eonni. Sudah cukup. Aku tak mau berjuang lagi."

"Hina... Pikirkan baik-baik. Aku tak mau kau menyesal nantinya."

"Tidak ada yang bisa benar-benar baik saat melepaskan hal atau seseorang yang dicintai. Selalu ada dampak, Eonni. Tapi aku harap aku tidak akan terlarut dalam kata menyesal. Keputusanku demi semua orang eonni."

Koeun menghembuskan napasnya kasar, "Jangan selalu memikirkan orang lain Hina."

Hina melirik Jaemin, "Jaemin bukan orang lain, kau bukan orang lain, dan orang-orang yang ada di sana juga bukan orang lain! Jika yau kau maksud orang lain itu kalian, maka kau salah besar."

"Hina, stop! Aku tau kau tidak benar-benar rela melepas mimpimu."

Hina menggeleng, "Kau salah. Yang benar aku tidak akan rela jika aku terus terkurung di sana tanpa tau kapan aku bisa terbang bebas! Aku tak rela jika harus selalu merepotkan orang-orang."

Koeun menggeleng kuat, "AKU HANYA TAK MAU KAU DICAP PENGECUT SEPERTIKU!"

"JIKA KITA TAK PUNYA CUKUP TANGAN UNTUK MENUTUP MULUT MEREKA MAKA GUNAKAN DUA TANGAN YANG KAU PUNYA UNTUK TUTUP TELINGA. JANGAN JADI BODOH DENGAN TERUS MENDENGARKAN ORANG YANG BUTA AKAN KASIH!"

Haechan yang berdiri menyaksikan di ambang pintu meremang. Menyaksikan Koeun dan Hina adu mulut adalah sesuatu yang asing dan sekaligus menakutkan untuknya. Dapat dihitung dengan jari keduanya terlibat pertengkaran.

"Hina... Kutanya sekali lagi, kau yakin?"

"Aku tidak akan lelah untuk menjawab yakin jika kau ingin bertanya padaku hingga ribuan kali."

Koeun terisak, sama halnya dengan Hina yang langsung menenggelamkan wajahnya pada lengan Jaemin untuk menangis. Haechan menghela nafas gusar sebelum menghampiri Koeun dan merengkuhnya dalam dekapan.

Haechan mengelus rambut Koeun lembut. "Aku tau yang kau pikirkan, noona. Aku tau kau takut Hina akan merasakan apa yang kau rasakan. Tapi aku dan yang lain tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Jika kami waktu itu tidak bisa ada di sampingmu dengan mendukungmu secara penuh, maka kali ini kami akan berusaha untuk selalu berada di samping Hina."

Koeun mendongak menyelami mata Haechan yang melihatnya teduh. Masih dengan isakan tertahan Koeun mencoba berbicara, "Kau janji?" Koeun berbisik.

"Janji." Haechan berkata lirih namun tegas. Kalimat tegas yang mampu menimbulkan senyuman simpul di bibir Koeun yang bergetar.

"Jangan banyak menangis. Kau harus lebih kuat untuk terus berperang dengan dunia." Kata Haechan dengan mengusap air mata yang tersisa di pipi Koeun.

"Benar. Aku tidak boleh lemah di depan dunia yang membuatku sakit."

Haechan menempelkan pipinya pada puncak kepala Koeun. Lelaki itu melihat Hina yang masih terisak dengan posisi yang sama.

"Andaikan pelukanku bisa menjadi benteng untuk kalian, aku siap. Kapanpun aku akan mencoba berusaha."

Are We? Forever(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang