Part. 45

1.2K 125 24
                                    

Happy Reading ....
.
.
.
.

Rencana apa yang sedang kau persiapkan, Tuhan. Kenapa kedua cobaan ini datang secara bersamaan ....

-Langit Alathas

"Jadi ke resto melati?" tanya Reno pada Daril yang sedang memainkan ponselnya. Kini ia tengah berkunjung ke rumah Daril, karena ada beberapa hal yang harus dibicarakan. Marsel tidak ikut, cowok itu sedang ada urusan keluarga.

"Jadi, lah," jawab Daril, matanya masih fokus pada layar ponsel.

"Lo yakin mau lakuin ini?" tanya Reno lagi, "lo pasti tahu 'kan, apa akibatnya."

"Ya, gue tahu," ujar Daril cuek, "akan berakibat buruk 'kan, sama karir gue."

"Nah, itu lo tahu."

"Gak peduli, yang terpenting sekarang adalah kebahagiaan gue. Toh, setelah lulus nanti gue juga akan keluar dari dunia keartisan, karena harus fokus kuliah," jelas Daril ia menyimpan ponselnya di atas nakas lalu mengusap wajahnya beberapa kali.

"Bokap lo masih maksa buat kuliah jurusan kedokteran?" tanya Reno.

"Ya, dan gue udah males buat ngebantah. Kuliah nanti, gue ambil jurusan kedokteran."

Reno mengangguk, ia melihat jam yang melingkar pada tangannya. "Mau berangkat sekarang?" tanyanya.

"Oke."

***

Laki-laki dengan pandangan mata kosong itu terus berjalan di pinggir trotoar bersatu dengan keramaian pejalan kaki lainnya. Mobil, ia tinggalkan di parkiran rumah sakit, hanya dompet dan handphone yang ia bawa.

Langit. Ya, laki-laki itu Langit Alathas. Seseorang yang baru saja mendapatkan berita terburuk dalam hidupnya. Gejala aneh yang sering ia sepelekan ternyata adalah awal mula dari penyakitnya ini.

Langit menyesal, kenapa ia tidak menyadari ini sedari awal. Kenapa ia harus mengetahuinya saat sudah parah.

Hanya ada satu pertanyaan sekarang yang berputar di dalam benaknya. 'apakah ia akan bisa hidup lebih lama lagi, sedangkan perkiraan dokter penyakitnya ini sudah sampai pada satdium lanjut?

Kenapa? Kenapa takdir seolah tidak mengijinkannya bahagia. Baru saja sebentar ia mendapatkan kebahagiaannya bersama Bulan, lalu hari ini, ia harus kembali mendapat sebuah cobaan.

Hingga sore menjelang malam, Langit sampai di apartemennya. Ia duduk di tepi ranjang dengan mata memandang jendela yang sedang menampilkan indahnya sunset.

Menilik setiap sudut tapi tidak wujud yang ia cari. Bulan, kemana gadis itu? Apakah dia belum pulang dari rumah sahabatnya, "I need your hug, Lan," ujar Langit lirih. Bayang-bayang buruk tentang hasil laboratorium besok menghantui pikirannya.

Ting!

Sebuah pesan masuk ke ponsel Langit.  Ia segera membukanya.

0812××××××××

Dateng ke hotel Afrison, kamar no 134 dan lihat apa yang dilakuin sama orang lo cintai dan orang yang lo percaya.

Tentang LUKA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang